Happy reading!
=========
"Gue akan bunuh Kavi begitu kita sampai di kantor." Suara Millie terus berdengung di telinga Fay, sejak semalam hingga pada pukul tujuh pagi ini saat mereka menjejakkan kaki di halaman depan Stasiun Hall di Bandung. Omelan tiada henti itu cukup mengganggu, tapi Fay tak sampai hati menegur karena ia tahu kalau teman sekantornya ini sama kesalnya dengan dirinya—lebih kesal malah.
Menggenggam tali travel bag di tangan kanannya dan shopper bag menggantung di bahu kirinya, Fay mengekor langkah Millie yang berjalan tergopoh di depannya. Wanita itu terlihat lebih kerepotan dibanding dirinya, selain travel bag yang berukuran lebih besar dari miliknya, shopper bag, masih ditambah pula dengan sebuah tas yang berisi heels yang khusus ia kenakan setiap kali mereka presentasi di depan klien.
Mereka berdua memang layak marah pada Kavi. Kemarin rencana awalnya, sepulang dari presentasi dengan klien pukul tiga sore, mereka akan melihat-lihat sebentar suasana Bandung di waktu malam bersama dengan Pak Chen—driver kantor yang mengantar mereka ke Bandung. Malamnya, mereka berdua akan menginap di hotel seputaran Braga, sedangkan Pak Chen pulang ke rumah saudaranya di Lembang. Esok hari pukul tujuh pagi, bersama-sama mereka akan kembali lagi ke Jakarta karena Fay memiliki jadwal pertemuan yang lain pada pukul tiga sore.
Namun, apa daya. Rencana mereka berantakan gara-gara bos mereka yaitu Kavi Ishan meminta Pak Chen kembali ke Jakarta pada siang hari itu juga tanpa alasan yang jelas. Berdalih semua akan dibayar kantor, pria pemilik Ishan Creative tersebut meminta Fay dan Millie pulang ke Jakarta dengan menggunakan kendaraan travel atau kereta api.
"Enteng sekali mulut Kavi. Memang gampang mencari tiket buru-buru begini?" Omel Millie kemarin ketika mereka berdua tengah makan siang di sebuah cafe sembari menghabiskan waktu sebelum jadwal presentasi berikutnya pukul tiga sore. "Seharusnya kita fokus dengan presentasi ke klien hari ini, Fay. Bukan malah nabrak-nabrak mencari tiket buat pulang ke Jakarta. Toh kalau kita berhasil mendapatkan kontrak, perusahaan Kavi juga yang diuntungkan. Benar, kan?"
"Aku prefer kereta api, Mill. Kalau naik travel, terus terang aku tak banyak tahu." Balas Fay tanpa menggubris omelan Millie. Tangannya segera membuka laptop dan beberapa detik berikutnya ia sudah berselancar untuk berburu tiket di sana.
"Gue sih bisa mengendus rencana Kavi, Fay. Mobilnya pasti mau dipakai Kavi buat mengencani Erika. Lo tahu Erika—sales manager dari PT. Jasper yang kita presentasi bulan lalu? Mereka sudah beberapa kali bertemu. Kavi mana mau mengotori mobil mewahnya dengan kencan semalam begitu, dia lebih senang menggunakan mobil kantor. Mentang-mentang yang punya kantor, seenaknya sendiri sama anak buah!" Millie masih bertahan dengan topik omelan yang sama, meski Fay seolah menulikan telinganya.
"Aku sudah dapat tiket keretanya, Mill. Kereta besok pagi jam tujuh. Tempat duduk kita tidak bersebelahan, tapi masih satu gerbong. Tidak apa-apa, kan?" tanya Fay tanpa berniat membalas kalimat Millie tadi. Ia meluruskan leher dari layar laptop dan memandang wajah kesal yang ada di depannya sekarang. Millie hanya mengedikkan bahu, tak peduli mereka bakal naik apa agar bisa tiba kembali ke Jakarta. Pokoknya yang penting besok bisa pulang.
Tersamar Fay menghela napas sebentar. Ia bukannya tak memperhatikan keluhan sahabat sekaligus rekan kerjanya tersebut. Ia juga tak kaget mendengar tuduhan yang dilontarkan Millie kepada Kavi. Hanya saja, kalau Fay tanggapi pasti ujung-ujungnya Millie sendiri yang jadi gemas dengan dirinya. Fay mengakui, kalau berhadapan dengan Kavi, ia pasti mendadak jadi bodoh.
Mereka tiba di lobi stasiun dan bersiap untuk check in ketika ponsel Fay merengek dari dalam shopper bag-nya. Buru-buru Fay menggali shopper bag-nya untuk meraih ponsel dan mendapati ada pesan masuk dari Kavi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[On going] When Mars Met Venus
ChickLitNovel dewasa 21+ ; mohon kebijakan pembaca ++++ Tentang Fay, yang tak pernah percaya dengan kemampuan dirinya hingga membuatnya terjebak dalam hubungan friends with benefits yang toxic dengan bos di tempat kerjanya. Tentang Zen, yang gemar menyakiti...