BREATHLESS

10 3 0
                                    

"Mau nyanyi?" Tanpa membalik badan pun aku tahu siapa pemilik suara itu. Aku tahu dengan pasti bagaimana raut wajahnya dan apa yang akan dia katakan selanjutnya.

"Dua hari lagi, uhuk! jangan kecewakan eyang untuk kesekian kalinya, Rumi!" Suara batuk yang menyayat hati, tapi tak cukup membuatku bergetar dan memilih untuk kembali menatapnya. Tidak, aku tidak akan menatapnya dengan tatapanku yang dulu setelah banyak hal dia lakukan untuk menjadikanku penerusnya. Termasuk memberiku pilihan meninggalkan satu-satunya oksigen dalam diriku agar kembali serius menjadi seorang Adiyata.

Aku tersenyum sinis sebelum akhirnya benar-benar melangkah menuju pintu kupu tarung berukuran besar dengan ukiran khas keluarga kami. Seorang lelaki berkemeja batik menunduk padaku, kemudian menyerahkan kunci mobil yang sudah dia keluarkan dengan hormat. Ini hari terakhirku menjadi manusia yang sedikit lebih normal. Aku menelan saliva dengan rasa sakit didada.

Jika ada yang mengatakan harta bisa membeli apapun, akulah orang pertama yang tidak menyetujuinya. Karena uang yang aku miliki saat ini, semua peninggalan orang tuaku yang tak akan habis tujuh turunan itu, tak dapat membeli kebahagiaan yang aku idam-idamkan. Aku tidak punya orang tua seperti gadis-gadis lain,  tidak memiliki waktu untuk bermanja-manja, bahkan sekadar berjalan-jalan ke Mall dengan cara yang normal sepulang sekolah bersama teman-teman sebaya. Makanan, cara bicara dan cara menatapku selalu diatur. Sungguh kehidupan yang membosankan.

Aku dibesarkan sebagai satu-satunya penerus dalam keluarga Adiyata. Dijejali berbagai trik bisnis dan mulai berhadapan dengan beberapa pengusaha licik sejak memasuki kuliah semester pertama. Eyang memuja dan sangat mencintai karakter dingin dan tegasku dalam menghadapi berbagai situasi. Karena itu, kusingkirkan semua nurani. Seperti rasa es di musim dingin yang menusuk jauh kedalam kulit dan dagingku, demi membangun rasa bangga yang bisa kunikmati.

Kupikir, aku akan menjadi Rumi yang kokoh, hingga tak ada lagi gadis-gadis yang mampu membuatku iri karena kebebasannya mengekspresikan kebahagiaan masa remaja. Tapi sepertinya aku salah. Bukannya mendapatkan perasaan itu, malah terasa semakin sepi saja. Dulu bagiku, dunia selalu abu-abu hingga aku bertemu dengan Roman dan Diki, dua laki-laki yang akhirnya menawariku menjadi vokalis mereka dari satu kafe ke kafe yang lain. Aku menikmatinya. Kurasa akhirnya kutemukan oksigenku.

Jika ada yang bertanya, kapan saat paling membuatku bahagia. Jawabanku adalah saat memilih keputusan ini. Meski aku tak bisa menangis, meluapkan segala kesah, dengan bernyanyi membuat bebanku sedikit hilang. Apalagi saat satu personel baru ditambahkan. Sayang tak lama kemudian Roman dan Diki memutuskan untuk pensiun meninggalkan kami berdua karena mereka akhirnya menikah.

Jeff, si trouble maker yang selalu mengingatkanku pada kucing itu memiliki banyak andil mengurai kekakuanku. Guyonannya yang lebih sering terasa garing malah terasa lucu. Aku tersenyum, yah ... aku tersenyum! Hal aneh yang bahkan aku sendiri saja tidak percaya bisa melakukannya dengan sengaja. Aku lupa, kapan terakhir kali melakukan gerakan menarik ujung bibir ke atas ini? Si tua Adiyata pasti terkejut jika mengetahuinya.

Dia seperti adik yang tak pernah kumiliki, meski kadang sifat selebor dan cengengesannya berubah seratus delapan puluh derajat menjadi dewasa ketika melihat perubahan di raut wajahku, yang mungkin eyang saja tidak menyadarinya. Entah apa yang membuatnya selalu berputar di sekitarku, bukankah di Ukiyo banyak sekali gadis yang memujanya?

Kadang aku gemas dan terobsesi menyingkirkan poninya, agar dia bisa melihat dengan jelas perbedaan umur kami. Ngomong-ngomong masalah umur, berapa umur Deft, si barista pendiam yang sedang aku perhatikan saat ini?

Kuhela napas panjang ketika tanpa sadar sudah berada di depan laki-laki berkuncir yang sedang serius meracik espresso dengan lengan baju disingkap khas barista pada umumnya. Anak-anak rambutnya beberapa menggantung, membuatku mengingat salah satu karakter dalam aplikasi komik yang sering kubaca untuk menghilangkan kejenuhan dan melatih imajinasi. Apa dia tidak tahu, karakternya yang seperti ini membuatku meleleh? Meskipun tidak bisa seekspresif gadis-gadis lain, tapi aku tetap seorang gadis, kan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 24, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KUMCER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang