[2]. DIA LEMAH

50 6 12
                                    

~𝓐𝓵𝓴𝓪𝓻𝓪~

Haiii semuanya balik lagi sama cici xixixi ><

Coba absen dulu semuanya pake emot 🐣 di sini 👉

Hm, okeyy udah kan? Sekarang kita langsung ke cerita aja xixixi
.
.
.
[2]. DIA LEMAH
_________________________

Kalo misalnya kamu sakit, tolong jangan lampiasin rasa sakit itu dengan menyakiti orang lain.
-Alkina Swastika Anandhita-

________________________

.
.
.

~Happy Reading~

"Strict parents atau gimana? Kok hobinya suka bully anak orang," tanya perempuan yang kali ini memakai jas almamater berwarna ungu itu dengan senyum remeh, ia memutar tangan Jamal dan Udin hingga kedua anak laki-laki itu meringis kesakitan akibatnya.

Pemuda itu perlahan membuka matanya, dia terselamatkan kali ini, ia bisa bernapas lega. Sementara Natra memandang tak minat dari raut wajahnya terkesan kesal, ini bukan lah bagian dari rencananya, tiba-tiba tokoh pendukung masuk dengan sendirinya dan menghancurkan planning yang ia sudah susun sedemikian rupa. Ia menutupi dengan air muka, biasa saja bahkan terkesan tak ada rasa bersalah.

"Tra! Tolongin gue bego! Ini sakit anjir!" teriak Jamal menoleh ke arah Natra meminta pertolongan.

"Iya sakit nih," sambung Udin yang senasib dengan Jamal.

Alkara dan Alkina serta Lastra berbalik menatap iba, bukannya mereka senang, mereka tau segala bentuk kejahatan tak pantas dibalas dengan kejahatan, bagaimanapun mereka juga manusia yang tidak sepantasnya disakiti layaknya hewan, bahkan hewan saja tidak seharusnya demikian.

"Ka, sudah lepaskan saja, saya sudah tidak apa-apa," celetuk Alkara membuat Alkina berdecak kagum, terbukti dengan tatapan yang berbinar, menatap tepat di mata Alkara. Alkara hanya mengangguk.

"Huft akhirnya lepas juga," Helaan nafas terdengar dari Jamal dan Udin yang sibuk mengibaskan tangannya yang kesakitan.

Natra memandang remeh Alkara. "Sok cari muka lo! muak banget gue! Sial!"

"Sekarang diem, iya? Dari tadi perasaan berulang kali bully mereka kan? Kok sekarang ada saya diem aja kalian? Hah?!" bentak perempuan muda yang diketahui bernama Leona itu.

"Bukan urusan lo!" balas Natra lagi dengan tidak sopannya, tangannya sudah mengepal keras saat ini, dan rahangnya pun telah mengeras memperlihatkan jika anak laki-laki itu benar-benar sedang marah.

Leona menatap tajam mata Natra yang sedang menunjukkan api berkobarnya amarah, sementara Natra balik menatap juga mata Leona tak kalah tajamnya. Hening selama beberapa detik hingga setetes air hujan turun menimpa kepala perempuan kuliahan itu dan membuatnya menjadi tersadar dengan apa yang Natra alami saat ini.

"Ohh," batin Leona sambil tersenyum smirk menatap Natra.

Gerimis kecil mulai datang, tetapi Leona serta Natra masih tetap tidak peduli akan gerimis yang sebentar lagi akan berubah menjadi hujan.

Leona merogoh saku almamater yang di kenakannya, ia mengambil sebuah pisau lipat yang berharga jutaan dari dalam saku tersebut. Tidak ada rasa takut sama sekali di wajah Natra ketika melihat Leona mengeluarkan pisau tajamnya.

AlkaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang