Sunyi melingkupi ruangan yang tak begitu terang, bergantung lampu tidur yang remang, sebuah kertas dan mesin ketik saling bertaut bertulis kisah setelah hujan berlalu.
Tumpukan kertas berjajar rapi di meja kayu berhias tanaman musim dingin yang telah layu, nafasku berat seolah aku ingin berkata "kapan ini akan usai?"
meminum segelas teh hangat dengan asap yang masih menguap diatasnya dan selimut yang melingkupi tubuhku adalah pilihan yang tepat setelah hujan berlalu.
"ah apa yang aku harapkan setelah hujan berlalu?" Begitu keluhku, ketika meilhat tumpukan kertas yang tak kunjung usai,
ku minum teh panas, membuang lelahnya hari yang berlalu bersama kepulan asap panas teh di kerongkonganku.
Malam dingin diselimuti kehangatan, cahaya lampu kota masih menunjukan eksistensinya pukul tengah malam.
Namun ada sesuatu yang hilang, entah beberapa kali aku mencari, aku seperti kehilangan sesuatu ketika menatap ribuan lampu yang berpijar di luar sana.
jantungku berdegup kencang setiap saat. Mungkin, apakah ini yang namanya rindu?, atau aku hanya kesepian?.
Kepalaku tertoreh melihat kembali mesin ketik yang terbaring di kasur, dan inilah ketikan kisah ribuan mimpi yang tak kunjung berakhir di bulan april, dengan cerita bertajuk...
"Just Autumn"
Kereta melaju ketika matanya berkedip, begitu cepat hingga menyamai detak nadi.
"Apa itu tadi?" Tanya gadis berkuncir dua sebahu yang berhenti di tengah stasiun kereta yang telah usang.
Gadis itu tak bernama, tak ingat apapun, dan mengapa ia berada di stasiun sepi nan lapuk ini.
Lantas ia beranjak pergi menyusuri rel kereta tanpa tahu arah, rantaian besi di sekelilingnya dihiasi bunga lili putih, alih alih di tinggikan kerikil.
kepalanya menoleh kiri dan kanan, namun tetap saja kota ini sepi dilihat dari mana pun.
bangunan bangunan pendek berhias besi usang begitu rapat kokoh berdiri, deretan mereka tak bercelah begitu "usang" ketika di pandang, tidak ada suara, hingga siulan angin terdengar diujung telinga.
Sore berlalu membawa sang mentari pergi dihanyutkan ujung angkasa, semburat oranye mulai memenuhi langit, membawa redup sore hari.
Sebuah kedai kopi berdiri di sebelah rel kereta yang berbelok, laki laki di dalamnya tercengang ia menganyunkan tangannya memanggil gadis yang berjalan depan kedainya, "hoii, manusia! Apa yang kau lakukan disini?".
Langkah gadis berkuncir ponytail dengan tas travel itu terhenti, kakinya berbelok menuju laki laki parubaya penjaga warung kopi itu.
"Apa yang kamu lakukan disini?, Ai ai duduklah dulu aku buatkan kopi untukmu" laki laki itu masuk kedalam dapur meninggalkan dia sendiri.
Rasa penasarannya bertambah ketika ruangan kedai juga begitu sunyi dan tak ada sebuah lentera dalam ruangan "Anu, kenapa kota ini sepi sekali?"teriaknya ditengah keanehan ruangan kedai yang gelap gulita.
Laki laki di hadapannya terdiam, gerakannya juga terjeda beberapa detik dan kembali setelah beberapa saat, ia lantas menarik tangan gadis itu keluar sembari membawa kopi panas ditangan kirinya.
"A-apa yang anda lakukan?!" Tanya gadis itu panik, syukur saja cengkraman lelaki parubaya itu beralih ketika mereka duduk di depan teras bermeja.
Lantas laki laki itu berkata dengan memberikan secangkir kopi di depan gadis itu.
"Kota ini mati, kami tidak mau memberi makan makhluk kegelapan dengan cahaya, hanya sebelas orang yang menetap disini, hening sekali bukan?"ucap laki laki itu sembari membereskan celemeknya.
"Pulanglah sebelum gelap gulita, jangan menghampiri sepuluh orang yang memanggilmu sebelum gerbang keluar kota!" Ucap lelaki itu yang kini tegap berdiri.
Gadis itu semakin panik, gelap mulai menyelimuti langit, ia gundah apakah sempat jika meneruskan perjalanan.
"Anu... Dimana apartemen terdekat?, Aku harus pergi sekarang" ucap gadis itu.
Laki laki itu hanya tersenyum, ia menunjuk kopi yang dibawakannya, lantas berkata "minumlah kopi itu"
"Tidak mau"
"Minum kopi itu!" Muka yang awalnya tersenyum kini berubah marah, ia kembali mencengkeram tangan gadis itu, "aa sakit"
Dengan sekuat tenaga dilepaskan tangannya, firasatnya buruk, ia merasa dalam masalah besar.
Kini ia berlari dengan nafas yang tersengal mengikuti bunga lili di sekitar rel, langit semakin gelap begitupun dengan kota dibelakangnya.
"Hosh hosh, apa itu tadi hosh, aku takut menoleh kebelakang", langkahnya tak terhenti, hingga ia menemukan lautan cahaya ujung kota maut itu.
Tubuh gadis itu lemas seketika, setelah menyebrangi jembatan, cahaya lampu kekuningan menenggelamkan tubuhnya dalam lelah.
"Hosh hosh, kenapa aneh sekali" ucapnya sambil meringkuk dibawah lampu tinggi belakang punggungnya.
Ia mengusap matanya, sebuah kota dengan nyala lampu terang terbentang sepanjang mata memandang,
ia berjalan pelan membungkam luka cengkraman lelaki kedai kopi yang sudah lebam sedari tadi, bunga lili tetap berjajar rapi di samping jalan, bangunan kayu begitu klasik dipadukan dengan lampion pijar.
Ratusan kedai berjajar menjajakan makanan yang terlihat begitu lezat di sela sela trotoar, ribuan masa juga berlalu lalang dihadapannya "ini... Seperti sebuah festival !" ucapnya dengan terkagum kagum dan mulut menganga.
Rumah inap berdiri di ujung jalan, mata gadis itu tak berhenti tertarik memandang pemandangan aneh. Gadis itu lantas beranjak masuk berniat merebah meninggalkan lelah dan luka sekujur tubuhnya.
Antrian ramai berhenti diruang registrasi, pria pramusaji memenuhi ruangan, terlihat tampan dengan setelan putih hitam.
Mereka menyapa dan berkata "Selamat malam, kotak surat anda di ruangan lima lima enam, mari..." Tangan itu berayun mengarahkan jalan, sebuah ruangan dibuka, pria itu juga membawakan gadis itu kompres untuk lukanya."Ah anu, ini dimana ya?"ucap gadis itu ketika sehelai kain menutupi lenganya.
"Anda di dunia Rah, tempat arwah dan roh mimpi berkumpul" ucap pria itu yang terus melanjutkan aktivitasnya.
Mata gadis itu membulat, tubuhnya terasa begitu rapuh dan retak, lantas ia berkata "apakah aku sudah mati?"
✓ Rah ( dunia tempat alam bawah sadar manusia berkumpul, biasa dihuni arwah dan orang koma untuk sesaat)
KAMU SEDANG MEMBACA
just atumn
FantasíaSunyi melingkupi ruangan yang tak begitu terang, bergantung lampu tidur yang remang, sebuah kertas dan mesin ketik saling bertaut bertulis kisah setelah hujan berlalu. Tumpukan kertas berjajar rapi di meja kayu berhias tanaman musim dingin yang tela...