Happy Reading"Kak Mira!" sapa Chika mendapati Mira berjalan kaki keluar dari sekolah. Ia panggil melalui jendela yang diturunkan.
Mira menoleh dan tersenyum, "Hei."
"Kak Mira mau kemana?"
"Pulang sebentar."
"Aku anter yuk?" Chika menawarkan.
"Naik ojol aja, Chik."
"Iiih, aku maksa! Ayo!" Chika membuka pintu sebelahnya.
"Ho oh deh."
Mira setengah terpaksa masuk ke mobil Chika. Ia tertegun sesaat dengan mobil yang Chika bawa. Memandangi seisi interior mobil.
"Kak Mira ngga ekskul?" tanya Chika melirik dengan ekor matanya.
"Masih setengah jam. Mau pulang dulu sebentar," jawab Mira mencuri pandang juga.
"Ooh. Motornya dijual ya? Buat beli kuota? Hehehe. Canda, Kak Mira."
"Haha...pa'an sih, Chik. Dipake kakak gue. Numpang Vivi tadi pagi."
"Pantes Kak Vivi ngga bisa aku jemput."
"Chik, gue boleh tanya sesuatu?" Mira akhirnya mengubah duduknya sedikit ke arah Chika.
"Apa, Kak?"
"Lo pacaran ya sama Vivi?" tanya Mira dengan nada serius.
"Hah? Pasti gara - gara kemarin di kamar Kak Vivi ya? Ngga kok, Kak," Chika terkekeh, "...itu isengnya Kak Vivi aja. Beneran, Kak."
"Tapi lo suka Vivi?" Mira menandaskan.
"Maksud Kak Mira apa?" Chika menautkan alisnya. Ia jadi susah fokus membagi memandangi jalan dan memberi perhatian Mira.
"Gue sama Vivi itu sahabat udah lama. Sejak dia kenal sama elo, yang dia omongin itu cuma nama elo, Chik. Setiap hari."
Chika tak berani menanggapi takut salah bicara, ia menoleh sesekali sambil terus menyetir.
"...gue ngga ngelarang dia mau obrolin siapa. Bebas. Cuma yang gue tekankan, gue beberapa kali janjian main sama dia ditolak karena dia lagi sama elo. Dan itu bisa dibilang sering."
"Maaf, Kak Mira. Chika minta maaf." Ada titik air mata di pelupuknya.
"Gini ya, Chik. Dikit lagi kita ada turnamen, gue liat skill dia menurun. Dan tiap kita latihan, interaksi dia bukan soal game. Lo tau? Dia ngomongin elo, Chik. Ya gue ngga bisa larang dia bergaul sama siapa aja. Tapi setidaknya, kasih dia sedikit aja kebebasan. Dia juga punya kewajiban sama tim game dia. Dia punya target menang. Kalau lo selalu nempel dia, gue khawatir dia ngga fokus."
Chika mengangguk - angguk, "Iya, Kak Mira. Chika ngerti."
"Gue tau dia suka sama elo, Chik. Dia sayang banget sama elo. Tapi please, dia juga butuh ruang. Lo ngerti kan?" Mira menegaskan sekali lagi.
"Iya, Chika ngerti. Chika minta maaf, Kak." Chika menyeka air matanya.
Mira tak memedulikan hal itu, "Gue harap lo paham apa yang harus lo lakuin," Mira menghela nafas, "...gue turun depan, Chik." Mira menunjuk.
Chika pun menepikan kendaraannya di depan sebuah ruko agar tak mengganggu lalu lintas. Mira membuka pintu mobil.
"Makasih ya, Chik." Mira menunduk dari luar menghadap ke dalam.
Mira langsung menutup pintu dan pergi begitu saja, seolah tak merasakan kesedihan anak orang. Meninggalkan Chika yang menangis tersedu di dalam mobil. Chika tidak sakit hati atas pernyataan Mira, tidak. Bukan itu. Ia menyesali sikap dirinya sendiri yang ia akui memang terlalu berlebihan pada Vivi. Ia memanfaatkan rasa suka Vivi kepada dirinya. Bermanja - manja tanpa tahu batas, dan berharap terlalu tinggi pada Vivi agar mengerti keadaan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence [END]
FanfictionLimerence dapat membuat Anda salah mengiranya sebagai jatuh cinta biasa. Pasalnya, orang yang mengalami limerence dapat tergila-gila tanpa henti kepada orang lain. Kondisi ini bisa menjadi obsesi yang tidak menyehatkan bahkan harus diredakan.