Happy Reading"Maafin ya tadi pagi, Kak. Aku ngaku aku yang salah," ucap gadis bermanik coklat indah itu.
"Hah? Ooh itu, iya. Sori juga ye gue ngegas," jawab Vivi mencuri pandang. Matanya mengedar ke interior mobil mewah itu.
"Nama aku Yessica. Panggil aja Chika."
"Gue Viona. Panggil aja Vivi. Gue kira lo dipanggil...ah ga jadi deh." Vivi terkekeh, ia jadi berubah ramah.
"Apaan?"
"Lupain aja barusan. Hehe..."
"Ih, apaan? Aku turunin di sini nih!" Chika mendesak.
"Lah gitu!" ekor mata Vivi terus melirik Chika yang terus saja tersenyum, "...ntar gue diketawain." Vivi membuang pandangan ke arah luar mobil.
"Ih, bilang aja!" paksa Chika manja mendorong bahu Vivi.
Vivi terdiam sesaat, menarik nafas, "Gue kira lo dipanggil...sayang."
Hasilnya, Chika malah ngakak berat. Vivi malu bukan main, ia jadi salting.
"Gue tampar ye!" sahut Chika masih tertawa.
"Galak bet! Haha..."
Vivi dan Chika tenggelam dalam obrolan tanpa gizi sepanjang jalan. Sekejap saja Vivi sudah paham selera humor Chika sangat receh dan sangat manja. Chika sadar selama bersama Vivi, ia selalu penuh tawa dan canda. Cablaknya Vivi dan selera humornya.
"Terus kenapa kamu pindah?" tanya Vivi mulai akrab, mulai menggunakan aku-kamu.
"Papa tadinya kan ditugasi di luar kota. Aku dari SD di sana. Papa meninggal waktu aku SMP..."
Vivi menyela, "...eh, maaf, aku ngga tau. Ngga usah diterusin, Chik."
"...ngga apa - apa, Kak. Terus Mama minta waktu perpanjangan tinggal di rumah dinas sampai aku lulus SMP. Nah baru aku pindah ke Jakarta." Chika menjelaskan dengan tegar dan penuh senyum. Vivi tak melihat mendung di wajahnya sebagaimana orang lain menceritakan sebuah kerinduan dan masa lalu.
"Pasti kangen banget ya?"
Chika menganggukkan kepala. Matanya tetap fokus ke depan menyetir.
"Eh, tapi kan kamu masih kelas sepuluh. Emang bisa dapet SIM?"
"SIMM, eM-nya dua. Surat izin mengemudi Mama." Chika tergelak, tidak bagi Vivi. Ia tertegun dan komat kamit membaca doa.
"Gue turun situ aja, Chik!" Vivi menunjuk.
"Rumah Kak Vivi yang mana?"
"Masuk ke dalem. Repot muternya kalo kamu masuk. Cari aja nomer delapan."
Mobil Chika menepi perlahan di depan sebuah minimarket. Ia menarik rem tangan.
"Makasih banyak ya, Chik. Dah ngerepotin nganterin."
"Iyaaa, besok Chika jemput pagi - pagi ya. Chika suka te be el kalo berangkat sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence [END]
FanficLimerence dapat membuat Anda salah mengiranya sebagai jatuh cinta biasa. Pasalnya, orang yang mengalami limerence dapat tergila-gila tanpa henti kepada orang lain. Kondisi ini bisa menjadi obsesi yang tidak menyehatkan bahkan harus diredakan.