1+1+1+1+1+1+1 = 7

424 59 7
                                    


Happy Reading

Vivi tak berani masuk ke dalam rumah Chika walau satpam yang menjaga rumah itu mempersilahkannya. Ia pernah bertandang sebentar ke rumah Chika satu kali. Yang punya rumah belum juga membalas chat-nya sama sekali dari sore, padahal Chika membaca pesannya.

Pintu gerbang rumah kemudian bergeser dan terbuka. Vivi melongok ke dalam dan ternyata mobil Chika yang bersiap keluar dari halaman.

"Chika!" panggil Vivi keras.

Chika sempat melirik tajam, akan tetapi alisnya menaut. Sama sekali tak menggubris panggilan dan keberadaan Vivi di depan pos satpam. Ia menekan pedal gas seolah ingin mengusir Vivi dari sana. Karena Vivi tak kunjung menyingkir, mobil Chika langsung saja keluar dari halaman rumahnya dengan cepat. Mobil itu melaju menelusur jalanan dengan kecepatan tinggi. Vivi menyalakan motornya dan mengejar Chika.

°°°

Malam itu sekitar tengah malam, mobil Chika masuk ke sebuah kawasan perbelanjaan mewah di sebuah pusat bisnis Jakarta. Ia tak sadar Vivi mengikutinya dari belakang. Setelah berhasil mendapatkan tempat parkir, Chika keluar dari mobil. Vivi yang mengintip dari kejauhan terperangah dengan penampilan Chika yang menurutnya seksi, dan ia seperti melihat sisi Chika yang lain yang belum pernah ia ketahui.

"Astaga Chika, auroranya terbuka banget. Tutup atuh, Chik! Please," gumam Vivi harap - harap cemas.

Rambut Chika yang tergerai panjang terlihat bergelombang, make up Chika yang menambah tingkat kecantikannya berkali lipat. Mini skirt pendek berwarna hitam satu jengkal lebih dari lutut. Ketika Chika sedikit merunduk, Vivi bisa melihat jelas selangkangan Chika dari belakang. Pusarnya dan perutnya di-ekspose sengaja dengan tank top crop top warna putih. Dan dibalut blazer warna kelabu kotak - kotak.

Dari parkiran yang sepi, Chika melangkah masuk ke pusat perbelanjaan yang sudah tutup itu lalu naik lift ke lantai 6. Hingar-bingar dentuman musik dan cahaya lampu yang kelap kelip sudah menyambut Chika begitu keluar dari lift. Beberapa karyawan yang bertugas di lobi langsung menyapa Chika dan mempersilahkannya masuk ke Mezanin.

Vivi keluar dari lift sepuluh menit kemudian, ia kebingungan dengan apa yang harus ia lakukan di lobi. Matanya celingukan mencari Chika dan berusaha tenang sambil membaca - baca poster yang ditempel di dinding. Ia nampak tidak nyaman dengan dentuman suara musik elektro. Vivi lalu mendekat ke resepsionis untuk bertanya. Dan ia terkejut.

"Anjiiir, dua ratus lima puluh rebu masuknya? Mana ada duit gue?" gumam Vivi membuka dompetnya yang cuma ada lima puluh ribu dan recehan kertas. Vivi menjambak rambutnya kesal, ia uring - uringan di lobi. Rasanya malu juga bagi Vivi berdiri dilihat para pengunjung yang berdandan modis dan stylish.

Di dalam, Chika menitipkan blazernya di bartender. Ia tadinya hendak memesan alkohol, tapi sang bartender membisikinya sesuatu dan Chika mengurungkan niatnya. Tubuhnya dibiarkan terekspos. Tank topnya yang berleher V rendah, memperlihatkan belahan dada dan dua bukit kembarnya yang menyembul bulat. Matanya berkeliling mencari seseorang.

"Hei, Chika. Kok kesini?" Seorang pria bertubuh tinggi besar menyapa Chika. Rambutnya yang gondrong diikat cepol ke belakang, ia memakai kemeja warja biru dan dasi. Lengan bajunya digulung sampai siku, memamerkan tatonya yang penuh di dua lengannya.

"Eh, Om Ren. Pantes ada Om," tukas Chika agak jutek.

"Pantes apa?"

"Awas kalau ngadu Mama aku ke sini!"

"Mama kamu kemana?"

"Mama ke Bali dua hari, ngurusin kerjaan. Aku ngga boleh ikut. Sebel!"

Bibir Om Ren meng-O. "Om bukan tukang ngadu. Om harap kamu juga ngerti kalau mau minum alkohol. Kamu masih dibawah delapan belas tahun, kamu pasti nyetir kan?"

Limerence [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang