Tentang Abigel Ghefary

51 5 0
                                    

Dunia itu egois.

Kebanyakan orang akan menggumamkan kalimat itu dalam benaknya saat salah satu keinginannya tidak bisa dia dapatkan.

Hanya satu keinginan yang tidak bisa didapatkannya dari banyaknya keinginan yang sudah dia dapat sebelumnya. Hanya satu, tapi dia sudah berpikir bahwa dunia itu egois. Lalu bagaimana dengan mereka di luaran sana yang tidak pernah mendapatkan apa yang mereka inginkan?

Hidup bukan hanya tentang kita, kawan. Terkadang kita harus melihat kehidupan orang lain untuk tahu bagaimana caranya bersyukur.

Bersyukur memang bukan suatu hal yang mudah, tapi jika sudah ada sebuah keyakinan di dalamnya itu bukanlah suatu hal yang sulit.

Dan hal itulah yang sedang berusaha ditanamkan oleh seorang pemuda dengan tinggi sekitar 170 cm itu dalam dirinya.

Pemuda yang saat ini sedang melangkahkan kakinya santai menuju sebuah rumah sederhana yang ada di depannya dengan wajah tampan yang menyorotkan sedikit rasa lelah. Pemuda yang memiliki mata sipit itu mulai melangkahkan kakinya memasuki rumah yang sudah ia tinggali bersama keluarganya hampir seumur hidup.

“Aku pulang!” Ucapnya seditik berteriak dengan terus berjalan semakin masuk ke dalam rumah.

“Baru pulang?” Tanya seorang wanita cantik paruh baya yang saat ini tengah duduk di kursi dengan segelas teh yang ada di tangan kanannya.

“Iya Bun.” Jawabnya singkat menatap wanita yang dia sebut ‘Bun’ itu sekilas dengan senyum tipis di bibirnya.

“Sudah makan? Kalau belum, Bunda akan siapkan makanan.” Tanya Bunda lembut membuat pemuda itu dengan cepat menggeleng.

“Tidak perlu, Bun. Abigel sudah makan tadi sama teman-teman di Coffeshop.” Jawab Pemuda yang menyebut dirinya dengan nama ‘Abigel’  itu tenang.

“Abigel ke kamar dulu ya, Bun. Selamat malam!”

“Selamat malam, Abi.” Jawab Sang Bunda dengan nada sedikit sendu.

Abigel melangkahkan kakinya menapaki satu persatu tangga dari kayu yang ada di dalam rumahnya itu menuju kamar. Rumah miliknya memang sederhana, terdiri dari dua lantai di dalamnya. Lantai dasar untuk kamar Sang Bunda, dapur, dan sebagainya. Dan lantai dua untuk kamarnya dengan Sang adik.

Ya, Abigel memang mempunyai seorang adik laki-laki yang usianya satu tahun lebih muda darinya. Adik yang sangat Abigel sayang, dan apapun akan Abigel lakukan untuk Sang Adik.

Jika kalian bertanya di mana ayah Abigel. Ayah dan Bundanya sudah berpisah sejak Adiknya lahir. Ayahnya pergi meninggalkan mereka dengan atau tanpa alasan yang belum pernah Abigel tahu hingga saat ini.

Satu tahun hidup dengan kedua orang tua yang lengkap, itulah yang Abigel syukuri hingga sekarang. Tapi entah kenapa Abigel tidak pernah mengingat momen-momen indahnya dengan Sang Ayah. Pemuda tampan itu tidak tahu kenapa dia tidak bisa merasakannya sama sekali. Seolah otak Abigel tidak pernah merekam momen itu. Atau mungkin bahkan sama sekali tidak pernah merasakan momen-momen indah itu. Entahlah.

Kepergian sang Ayah membuat Abigel harus berperan sebagai seorang kakak sekaligus seorang ayah untuk Bagas, Sang Adik. Abigel tidak ingin adiknya itu merasa bahwa tidak ada sosok yang bisa dia sebut sebagai seorang ayah.

Seorang ayah yang akan selalu tersenyum saat melihat kehadirannya. Seorang ayah yang akan meluangkan sedikit waktunya hanya untuk mengajarinya bersepeda. Seorang ayah yang akan memeluknya bangga saat dia menunjukkan hasil ujian sekolahnya. Abigel ingin Bagas merasakan itu semua, meskipun itu semua harus dia dapatkan dari seseorang yang dia sebut ‘Kakak’.

I'M STILL ALONE HERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang