Rutinitas

19 3 0
                                    

Sang surya kembali bersinar dengan cahaya keemasannya memberi pertanda pada seluruh penghuni dunia bahwa hari yang baru sudah siap dengan berbagai kejutannya. Entah kejutan indah atau sebaliknya. Setidaknya terbangun dari tidur dan melihat dunia pagi sudah cukup membuat banyak orang bersyukur akan keputusan Tuhan yang masih memberikan mereka waktu sedikit lebih lama untuk menikmati hidup atau mungkin hanya sekedar memperbaiki kesalahan sebelumnya.

Tak terkecuali pemuda tampan yang saat ini tengah menatap dirinya di depan cermin. Apa yang akan terjadi hari ini masih sebuah misteri baginya. Entah hari ini akan menjadi hari yang menyenangkan atau mungkin tidak untuknya. Tapi satu yang selalu menjadi doanya setiap pagi. Berharap Tuhan memberikan hari yang baik hingga langit merubah warnanya.

Ceklek

Suara khas pintu kayu yang didorong seseorang itu terdengar mengalihkan pandangan Abigel dari cermin di hadapannya.

"Eoh kau sudah bangun?" Abigel hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan yang Bundanya lontarkan.

Ya, seseorang yang membuka pintu kamarnya itu adalah Sang Bunda dengan kedua gelas susu putih hangat di atas nampan yang dibawanya. Sang Bunda semakin melangkah masuk ke dalam dan meletakkan kedua gelas itu di atas meja belajar milik Abigel yang berada di tepat di depan jendela kamar milik kedua anaknya itu.

Seorang wanita yang masih terlihat cantik dengan usia lanjutnya itu melangkah mendekat ke arah si bungsu. Tangan ringkih itu terangkat mengusap lembut surai hitam milik sang anak. Dapat Abigel lihat dari tempatnya saat ini, wanita yang berharga dalam hidupnya itu tersenyum tipis mengecup singkat wajah sang adik.

"Selamat pagi, Bagas." Gumam Sang Bunda lirih dengan senyum teduh yang selalu Abigel suka.

Abigel menatap sendu interaksi bundanya dengan sang adik yang masih nyaman dalam tidurnya, namun sedetik kemudian kedua mata sipit itu kembali mengalihkan pandangannya ke arah cermin saat sang bunda mulai beranjak dari posisinya.

"Bunda sudah siapkan makanan di meja makan. Bunda berangkat kerja dulu ya..." Ucap sang bunda menatap Abigel dengan senyuman sama yang ditunjukkannya untuk sang bungsu, hanya saja dapat Abigel lihat ada perberbedaan pada sorot mata itu. Sorot mata yang berbeda dari sorot mata yang bundanya tunjukkan saat menatap sang adik sebelumnya.

Sepagi ini?

Kendati hatinya berkata demikian, namun nyatanya kepala itu bergerak ke atas dan ke bawah sebagai jawaban.

"Semoga harimu menyenangkan, Anak hebat Bunda..."

Abigel menutup sejenak kedua matanya saat merasa usapan lembut pada surai hitam miliknya. Usapan yang sangat Abigel rindukan dari bundanya. Usapan sayang yang dulu selalu Abigel dapatkan saat masa kecilnya. Kini seolah usapan itu adalah suatu hal yang sulit untuk didapatkannya.

"Bunda pergi dulu ya, Abi. Sampai jumpa!" Suara khas sang bunda membuyarkan lamunan kilasnya.

Abigel menatap punggung rapuh yang mulai menjauh itu cukup lama, hingga bola matanya sedikit terbuka lebih lebar saat bundanya berbalik menatapnya dan berkata "Suatu saat bunda yakin kamu akan mengerti." Dan setelahnya, tubuh sang bunda sudah menghilang di balik pintu.

"Ya... Abigel akan selalu menunggu saat itu."

Abigel bangkit dari duduknya dan mulai melangkahkan kedua tungkainya ke arah meja belajar miliknya. Tangannya terangkat mengambil salah satu gelas yang penuh dengan cairan putih itu dan meneguknya perlahan.

Setelah selesai dengan kegiatannya, tanpa sengaja kedua mata sipit milik Abigel menangkap selembar note kecil di atas nampan yang dia yakini adalah note dengan tulisan tangan bundanya.

I'M STILL ALONE HERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang