1

5.4K 386 9
                                    

My story 2end.
Gak suka skip.
Gak ngeijinin copas.
Banyak bacot, cabut.
Just for fun, gak usah dibawa serius.
©Vritter75

[Happy Reading]

"G-gue... suka ama lo."

Ucap seorang laki-laki sambil meremas kertas yang ia genggam. Cowok itu tertunduk sendu, bahkan takut hanya untuk melihat lawan bicaranya.

"Oh." Itulah kata yang terlontar darinya--seorang laki-laki berbadan tinggi yang sedang memandangnya dengan ketus dicampur ekspresi jijik.

"Tapi, gue nggak." Sambungnya dingin. Dada cowok itu bergemuruh hebat, badannya kini sangat panas, dan entah kenapa, lutut yang menopang kakinya kini seketika sangat lemas. Ingin sekali ia ambruk disaat itu juga. Ia meremas kertas yang ia genggam lebih kuat, menggigit bibir bawahnya agar tangisnya tidak pecah. Walaupun, ia merasa sedang berada diambang ingin sekali ia berteriak saat itu juga.

Ia mendongak, berusaha berbicara walaupun sangat susah. Suara seraknya mulai mengatakan sesuatu "T-tapi... kenap-"

"Gue bukan gay."

Runtuh! Runtuh seketika. Nafasnya kembali tercekat, tak mampu menahan lagi air matanya yang kini mengalir deras. Dadanya bergemuruh hebat, terasa sangat sesak walau hanya untuk digunakan sekedar menghirup oksigen saja.

Cowok itu berlalu melawatinya yang sedang terpaku tak percaya. Bahkan, untuk sekedar menengok kan kepalanya saja terasa sangat berat. Apalagi untuk berteriak, ingin sekali ia berteriak memanggil namanya. Tapi.... akgghhh...

"Dan satu lagi." Dia menghentikan langkahnya, berdiri tepat disamping cowok itu yang masih tertunduk.

"Gak usah deketin gue lagi. Gue jijik ama makhluk kaya lo."

••••••••••

Ia melangkahkan kakinya lunglai kearah kelas. Matanya begitu sembab, lingkar bawah matanya menghitam, rambutnya sedikit acak-acakan memandakan laki-laki itu sedang tidak baik-baik saja.

"Lu kenapa?" Tanya seseorang yang sedang melewati dirinya, seketika ia pun menggeleng pelan.

"Gak papa." Jawabnya sambil tersenyum terpaksa.

"Lu sakit? Kalo sakit gue anter ke uks nih." Paksa perempuan tadi. Dia mendekat, mencengkram lengan dirinya dengan khawatir.

"Gue Gak papa!" Serkah laki-laki itu sedikit membentak. Ia menepis kasar sebuah tangan yang sedang bertengger di lengannya. Menatap wanita itu tajam.

Perempuan itupun seketika mundur ketakutan, ia memandang laki-laki itu tidak percaya. Bahkan sedikit  terkejut. Pasalnya, tidak biasanya dia begini. Tapi, ada apa dengannya hari ini?

"Y-yaudah... k-kalo lu butuh sesuatu. Gue di kelas." Ujarnya gemetar, menunduk sambil menjauhi laki-laki itu--Laki-laki yang diketahui bernama Sabil.

Sabil hanya tertunduk kembali. Pikirannya kosong. Apa yang dilakukan tadi? Ada seseorang yang berniat membantunya tetapi dia malah mencampakan dia?

Pusing, sangat pusing. Ia megangi kepalanya sangat erat. Beberapa orang yang sedang berlalu lalang pun memandang dirinya heran. Entahlah, tak lama. Pusing itu berangsur-angsur kembali menghilang. Sabil mendongak, kembali berjalan dengan lunglai kearah kelas miliknya.

Langkahnya terhenti, mendapati segerombolan laki-laki yang sedang berada di sisi jalannya. Sabil tak percaya menatap salah satu dari mereka. Sedang tertawa pecah, bahkan seakan tidak ada beban didalamnya. Berbalik dengan dirinya yang sangat kacau dan seakan begitu berat hanya untuk dipikul sendiri. Tapi... ahhh.. sudahlah.

Sabil kembali berjalan. Hingga dirinya berada tepat di depan kumpulan laki-laki itu, dia tersenyum kikuk.

"Kan, temen lo tuh." Celetuk dari mereka. Cowok  yang mereka panggil hanya melirik sekilas kearah sabil kemudian memalingkan mukanya kembali.

"Dia bukan temen gue." Cetus cowok itu, seketika tawa mereka semua pecah.

"Cieelah... tumbenan, biasanya juga dia yang biasanya lo utamain." Sahut salah satu cowok lain. Mereka menanggapinya dengan mangut-mangut.

"Ck! Brisik lo!" Respon darinya. Dia beranjak berdiri memandangi Sabil dengan ekspresi miris. "Cabut yok! Gue eneg ngeliat muka dia lama-lama."

Jleb!

Dadanya sangat sesak. Badannya semakin lemas, mukanya berangsur panas. Air mata tertampung banyak di pelupuk matanya. Suara dengung, menyergap ke kedua telingannya. Tawa mereka, seakan tak bisa ia dengar. Hanya dirinya, dia yang menampilkan smrik mengejek yang masih bisa sabil lihat. Lainnya? Blur. Tidak terlihat dengan jelas.

Mereka melewati Sabil begitu saja. Bahkan ada salah satunya yang sempat menepuk pundak sabil. Respon cowok itu masih terpaku. Tidak dapat apa-apa lagi karena dadanya begitu sesak.

Dia berusaha berbalik, menatap punggung cowok itu dengan sendu, sedih, dan sakit yang masih sangat jelas Ia rasakan. Ingin sekali ia berteriak, suaranya sangat tercekat, tidak bisa lagi memanggil namanya dengan keras.

"A-arkann..." lirihnya begitu parau.

He's Homophobic ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang