Part 3

145 13 0
                                    

~Happy Reading~
.
.
*** Part 3***
.
.

“Haaaah...” hembusan panjang itu keluar lagi untuk ketiga kalinya malam ini. Menandakan jika ia mulai lelah dengan apa yang telah dilakukannya, atau bahkan yang telah dipikirkannya. Beruntung tidak ada tugas tambahan menggunung atau hukuman melelahkan yang ia terima tadi siang dari guru Bhs. Inggrisnya yang ternyata tidak masuk itu, jika tidak, sudah pasti ia akan terus-menerus menghembuskan nafas panjang setiap detiknya malam ini.

“Hayi! Kemari sebentar” seruan dari salah seorang temannya –yang lebih tua– dari samping bar cafe, membuat Hayi langsung bergegas menghampirinya.

“ada apa kak?”

“tolong kau buatkan segelas cappuccino dan vanilla latte untuk pelanggan tetap kita di meja nomor 8 ya. Aku akan keluar sebentar, ada urusan”

“oh, baiklah”

Dan di sinilah Hayi berdiri. Di balik sebuah bar sederhana sebuah cafe dan sedang sibuk membuat pesanan pelanggan cafe ini. Ya, ia berubah menjadi seorang pelayan sebuah cafe –saat malam tiba, setelah selesai dengan kehidupannya sebagai seorang murid SMA hingga sore hari. Menjadi pelayan di sebuah cafe, adalah kerja paruh waktu yang dilakoninya selama kurang lebih 2 tahun terakhir ini. Jarak antara sekolah SMA yang dipilihnya dengan rumah kedua orang tuanya yang berjauhan-lah yang membuat semua ini terjadi. Namun, ini juga pilihannya, dan ia tidak menyesal. Ia ingin mandiri dan merasakan, bagaimana cara mencari uang dengan keringat sendiri untuk hidupnya, meskipun kedua orang tuanya tetap mengiriminya uang setiap bulan.

“Nah, sudah selesai” Hayi mengembangkan senyumnya sambil menatap pada dua cangkir cantik berisi minuman lezat di hadapannya itu.

.

Setelah menaruhnya di atas nampan yang biasa ia gunakan untuk mengantar pesanan, Hayi langsung berjalan menuju ke meja nomor 8 itu. Hayi tau jika meja nomor 8 adalah miliknya, milik seorang pria berjas, bertopi, dan berkaca mata hitam yang lengkap dengan buku tebalnya itu. Pria yang misterius dan sering menjadi bahan obrolan para pelanggan cafe yang lain, bahkan para pelayan sekalipun. Dan selama 2 tahun ini, Hayi juga selalu melihatnya. Di meja itu, dan memesan pesanan yang sama, lalu menyisakan secangkir penuh yang berisikan vanilla latte.

.

Hei! Jika ia hanya meminum segelas cappuccino? Lalu kenapa ia memesan vanilla latte juga? Apakah karena orang yang ditunggunya tak kunjung datang?

.

Tapi, meskipun begitu, cangkir vanilla latte yang penuh itu pun, juga habis pada akhirnya. Karena sepulangnya pria misterius itu dari cafe, tanpa segan, Hayi menghabiskan vanilla latte dingin itu dengan lahap.Ya, ia sangat suka vanilla latte, bahkan dalam keadaan dingin. Sayang jika dibuang, toh belum di sentuh juga?

.

“ini pesanan anda tuan” ini sudah kesekian kalinya, Hayi menaruh satu gelas cappuccino dan satu gelas vanilla latte itu bersebelahan, di atas meja nomor 8. Dan reaksi pria misterius itu tetap sama. Selalu menyembunyikan wajahnya di balik sebuah buku tebal, dan mengangguk samar.

“Saya permisi, silahkan nikmati pesanan anda” dan inilah kalimat penutup yang biasa Hayi ucapkan. Setelah itu, ia berbalik dan kembali ke belakang bar, menunggu pelanggan lain yang berkunjung dan memesan sebuah pesanan.

.

KLING!

.

Suara lonceng kecil itu berbunyi, menandakan jika ada pelanggan baru yang masuk. Dan betapa terkejut bercampur senang yang Hayi rasakan, saat ia melihat siapa pelanggan barunya itu.

Only Look at MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang