Kamu menyamakan kopi pahit dengan kehidupan sendumu, seolah tak ada lagi perumpamaan lain. Padahal nyatanya, kopi pahit justru menenangkan, bukan membuat tangismu menjadi.
Kamu menyamakan keindahan sekilas dengan senja. Yang selalu hadir, dan mengundang kelam. Padahal nyatanya, senja indah tanpa ada bantahan.
Kamu hanya beralibi, agar ruang kosong berdebu milikmu seolah terisi. Padahal sunyi memelukmu erat, enggan pergi sampai kini.
Kamu hanya menginginkan seorang teman dalam sepi, hingga kopi dan senja kamu pakai untuk pertahanan diri. Agar mereka tak mengira bahwa kamu sakit sendiri.
Kamu mengenakan topengmu kemana-mana, seolah tak ada yang melihat bahwa perlahan topengmu retak. Senyum yang kamu tunjukan hanyalah kemunafikan, dalammu tersayat diam-diam.
Kamu membasuh luka dengan air cuka, merasakan perih yang menjalar tanpa tahu bahwa lukamu semakin menganga.
Kamu ingin semuanya mereda, dan mencoba menjadi bahagia dengan sebenar-benarnya. Kamu mengungkapkan yang kamu rasa, namun nyatanya, mengungkapkan sakit justru membuat keadaan semakin sulit.
Kejujuran yang membuat berantakan, atas dasar keinginan kokoh yang kamu bangun kini hancur berserakan. Kamu menganggap bahwa lebih baik diam, daripada menyatakan sesuatu yang membuat situasi ternyata tak seperti yang diharapkan.
Topengmu kembali kamu pakai. Karena kini, kamu tau bahwa mengungkapkan sakit yang kamu rasakan bukanlah sebuah kebenaran.
Bahwa, menampilkan senyum nyatanya lebih mudah untuk menutupi yang sebenarnya ada. Sepimu mengakar sempurna, memeluk dirimu erat sampai sesak terasa.
Kamu menahan tangis karena luka yang ada, padahal mati-matian batinmu menjerit tersakiti. Namun lagi-lagi, hanya tawa dan kata bahwa kamu baik-baik saja yang didengar mereka.
Selamat, karena kebodohanmu yang sempat membuka topeng pada orang yang tidak tepat. Jangan ulangi lagi, biar yang mereka tahu kamu bahagia. Bahkan tak apa jika mereka menganggapmu makhluk tak berperasa.
Kamu memang diciptakan untuk semunafik itu. Jangan coba membeberkan yang sebenarnya.
Silahkan, rapikan lagi topengmu. Kamu baik-baik saja, kamu bahagia seperti biasanya, meskipun itu hanya kata mereka.
Instagram: @buku_hijau219
Penulis buku Tentang Rindu
Karya: Aldo Febriansyah
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Rindu
RomanceJangan hanya membaca, tapi sesekali di resapi, lalu di renungkan. Lansiran prosa puitik tentang dialektika rasa. Tuan, puan, apa guna aksara jika tiada di eja? Apa guna bahasa jika tiada untuk dialog semesta? Sekumpulan aksara semenjak jejak terjaja...