S.I.N - 3

21 6 12
                                    


S.I.N 3

ASSALAMUALAIKUM,
Sabtu, 04 Desember 2021
17.10





______

Aku lelah, bolehkah aku istirahat sebentar?
Irisafira Indah___

Setelah melakukan serangkaian tes di rumah sakit hingga beberapa kali melakukan pemeriksaan yang membuat kepalanya terasa sangat pusing.

Akhirnya Iris bisa bernafas lega sekarang, seragam khas anak SMA dengan balutan jaket biru muda masih ia kenakan.

Tadi, ayahnya benar-benar menjemputnya. Ia melihat kondisi Iris yang tak sebugar tadi pagi langsung membawa sang putri ke rumah sakit.

Iris mengayunkan kakinya bosan tengah menunggu san ayah yang tengah berbincang dengan dokter yang selama ini menangani Iris. Setidaknya gadis dengan wajah pucat itu sudah menunggu selama lebih dari lima menit.

Senyum merekah langsung Iris tampakkan saat melihat sang ayah keluar dari ruang pemeriksaan.

Laki-laki itu juga ikut tersenyum “Mau ke mall atau istirahat di rumah?” tanyanya lembut tepat di hadapan Iris.

“Stadiumnya nambah?” tanya Iris dengan bibir yang masih ia paksakan untuk tersenyum.

Nino mengelus pucuk kepala Iris “Gak papa, Ayah yakin kamu pasti sembuh. Yang penting Iris juga yakin kalo Iris bakalan sembuh.”

“Dokter Dimas masih nyaranin Iris buat ikut kemo?”

Laki-laki dengan wajah sendu itu duduk tepat di samping putrinya “Kalo Iris gak mau, ayah gak maksa. Kamu juga tau kan, efek Kemoteraphi itu seperti apa? Hidup Iris itu milik Iris, ayah gak mau maksa Iris buat ikut itu atau ngelarang Iris ikut ini. Yang penting Iris bahagia, ayah juga ikut bahagia.”

Gadis yang menguncir satu rambutnya itu mengangguk “Kapan Iris bisa mulai ikut kemo?”

“Minggu depan.”

Iris mengangguk paham, gadis itu menghela nafasnya panjang lalu bangkit dari duduknya

“Ayo, katanya ayah mau ngajak Iris ke mall, terus turutin semua keinginan Iris.”

Nino terkekeh lalu ikut bangkit dari duduknya. Menggendeng sang putri dan berjalan beriringan keluar rumah sakit. Laki-laki yang sebenarnya sangat rapuh itu tersenyum dengan sesekali menatap Iris yang juga terlihat bahagia.

Kemana sang Bunda? Wanita itu sudah meninggal saat Iris lahir. Ia mengorbankan dirinya demi Iris. Tentu saja gadis itu tak pernah melihat bagaimana wajah cantik sang Bunda.

Tak apa, ia yakin mendiang Bundanya akan selalu menjaganya dari atas sana. Cepat atau lambat, Iri juga akan menyusul wanita itu.

Ditentengnya sebuah plastik kresek berwarna putih berisi berbagai macam obat, dari antibiotik dan obat yang cukup membuat Iris pusing saat meminumnya karena ukurannya yang terlalu besar.

“Makasih ayah udah percaya sama Iris.” ucapnya sembari mengeratkan genggamannya.

Laki-laki yang memiliki tinggi badan 170 cm itu tersenyum simpul “Apapun yang ayah bisa lakukan untuk kamu akan ayah jalani. Ayah sayang sama Iris.

“Iris juga sayang banegt sama ayah.”

S.I.N

Samudra menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Tapi, ia tak kunjung mendapatkan kabar gadis yang sangat ia sayangi, Iris.

Ia mengacak rambutnya frustasi, beberapa menit yang lalu ia beradi kekuatan dengan rivalnya. Ia juga mendapatkan banyak luka memar di bagian tubuh dan wajahnya.

“Kak, berantem sama siapa lagi?” tanya seorang wanita paruh baya yang entah sejak kapan sudah masuk ke kamar bernuansa monokrom itu.

Samudra bangkit dari tidurnya “Ah, biasa lah bun anak muda. Lagian Bunda juga tau kalo Samudra itu ketua geng. Jadi, wajar lah berantem.”

“Kalo ayah kamu tau, kamu bakalan di kasih hukuman. Bunda gak mau liat kamu di pukuli ayah.”

Nia, ibu kandung Samudra. Wanita itu menaruh mangkuk berisi air dingin di atas nakas “Bunda gak usah takut Samudra kesakitan, Samudra udah biasa.”

“Ck, biasa kok di sakitin.”

Samudra terkekeh “Cinta udah tidur?”

“Adek kamu itu tepat waktu, kalo udah jam setengah sembilan dia pasti udah tidur. Sifat ayah turun ke adik kamu itu.”

Nia menyingkirkan anak rambut Samudra yang sudah cukup panjang “Kalo sakit bilang ke Bunda.”

Samudra mengangguk “Bun.” panggil Samudra saat Nia tengah mengobati luka memarnya “Kenapa Kak?”

“Samudra kangen sama Iris.”

Nia mengerutkan keningnya bingung “Bukannya tadi di sekolah ketemu?”

“Cuma beberapa jam, Iris dilarikan ke rumah sakit sama om Nino karena pingsan.”

“Kalo kangen, temui dong Kak.”

Samudra menatap wajah cantik sang bunda “Boleh?”

Nia mengangguk “Boleh, pulang jangan sampe tengah malem. Iris juga butuh istirahat.”

Samudra langsung bangkit dari duduknya “Lukanya belum di obatin semua Ka.” ucap Nia dengan nada tinggi.

“Udah sembuh bun.” sahutnya lalu menutup pintu kamarnya.

Nia menggelengkan kepalanya, ia sudah tau jika anak laki-lakinya itu sangat mencintai Iris. Ia tak melarangnya, itu hak Samudra. Hanya saja, Nia takut nantinya Samudra lah yang akan merasakan sakit.

Suara motor milik Samudra terdengar hingga ketelinga Nia. Wanita itu menghela nafasnya lalu memilih meninggalkan kamar sang Putra.

Samudra tak peduli jika wajahnya masih babak belur, ia benar-benar merindukan Iris, Cowok itu mengendarai motor sport berwarna hitam dengan helm full face yang selalu menemaninya berpergian.

Membelah jalanan kota Jakarta yang tak terllau padat malam itu, angin berhembus cukup kencang. Mungkin sebentar lagi akan hujan, bintang dan bulan juga tertutup awan gelap membuat suasana malam di pusat kota kala itu bertambah dingin.

Tak lama, hanya lima belas menit untuk sampai di sebuah rumah yang cukup besar dimana ada sebuah halaman yang cukup luas dengan berbagai macam tanaman bunga disana.

Samudra menghentikan laju motornya tepat di depan gerbang setinggi tiga meter.

“Mang, ini Samudra mang.” ucap Samudra dengan nada cukup tinggi agar seorang laki-laki yang biasa berjaga di depan gerbang mendengarnya, benar saja,gerbang langsung terbuka sedetik setelah Samudra menyebutkan namanya.

“Makasih mang.”

“Sama-sama den.” sahut seorang laki-laki yang kerap disapa Mang Dadang.

Samudra melajukan pelan motornya memasuki perkarangan rumah yang tampak sepi. Ia turun dari motornya sembari membuka helm yang ia pakai tadi. Kakinya melangkah menuju pintu utama, mengetuknya beberapa kali “Om, ini samudra.” ucapnya.

Terdengar suara seseorang yang berusaha membuka kunci, pintu terbuka satu menit setelah Samudra mengetuk pintu. Nino yang masih mengenakan kemejanya itu tersenyum ramah kearah Samudra “Kenapa Sam?” tanyanya pada Samudra.

“Iris lagi apa om?”

“Gak tau, om baru pulang. Tadi siang baru beli alat gaming, mungkin lagi nyoba"


S.I.N

Kalo suka sama S.I.N
Boleh minta Votte gak?, Tolong di Votte ya,
Jangan lupa buat kasih komentarnya.

Semoga kalian semua suka sama
S.I.N
Samudra Iris Noval

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

S.I.NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang