Kantin kampus sedang ramai-ramainya ketika aku menikmati sarapan bersama ketiga teman yang akhir-akhir ini sering ku timbrungi, yaitu Ibel, Lala dan Novia, karena sebelumnya aku sering hinggap sana sini sesuai mood. Bukan karena aku tidak memiliki teman akrab, justru karena aku akrab dengan siapa saja.
Mereka bertiga adalah geng yang bisa dibilang frekuensinya hampir sama denganku. Mereka tidak banyak bergosip dan lebih sering membahas hal-hal yang berkaitan dengan seni atau perfilman. Wajar saja karena mereka adalah anak-anak jurusan sastra. Ketertarikanku dibidang menulis menjadikan obrolan kami semakin menarik dan tidak membosankan, menurutku.
"Nih, ada titipan buat kamu." Mala, teman sekelasku, menyodoriku selembar kertas yang terlipat rapi ketika kami sedang asik-asiknya membahas novel seorang penulis ternama luar negeri.
"Apaan?" Tanyaku reflek.
"Buka aja." Jawabnya sembari berlalu begitu saja.
Kubaca sekilas lembaran kertas itu yang isinya adalah penunjukan panitia sekaligus undangan rapat acara hari lahir kampus. Aku sendiri terpilih sebagai seksi acara yang tentu saja membuatku tidak tertarik. Kulipat asal kertas tersebut lalu membuangnya ke tong sampah yang kebetulan berada di dekat kami.
"Surat apaan? Kok di buang?" Tanya Ibel yang keheranan melihat reaksiku.
"Nggak penting-penting amat." Jawabku, lalu mengembalikan obrolan kami yang tadi sempat terjeda.
¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤
Jam satu siang aku telah menyelesaikan mata kuliah terakhirku dan bersiap untuk langsung pulang. Langkahku terhenti di lorong menuju parkiran ketika seseorang menarik tudung hoodie yang kukenakan. Sontak aku langsung menoleh dan mendapati Juna dengan senyum manis yang dibuat-buat berdiri di belakangku.
"Mau kabur?" Tanyanya sambil menaik turunkan alisnya, membuatku jijik.
"Nggak kok, cuma mau beli minum bentar." Kali ini aku yang meringis dibuat-buat.
Juna menahanku atas dasar niatku yang memang mau kabur dari rapat perdana yang diagendakan jam satu siang di ruang BEM. Ia teman sekelasku yang menjadi ketua acara harlah kampus kali ini. Jelas lelaki itu sangat memahami tabiatku yang mageran. Salah siapa menunjuk mahasiswa sepertiku menjadi panitia.
"Nanti disediain minum kok, tenang aja. Yuk, langsung ke sana aja." Sarkasnya sembari menarik tudung hoodie-ku yang sedari tadi belum dilepaskannya.
"Ya nggak usah gini juga, kampret!" Emosi yang sedari tadi kutahan akhirnya lepas juga. Juna tidak mengindahkan ucapanku, ia tetap berjalan santai dengan sebelah tangan yang setia menarik pakaianku, seperti tuan yang sedang menarik tali hewan peliharaannya. Aku pun akhirnya masa bodoh saja dengan kelakuannya selagi tidak menyakiti anggota tubuhku.
"Tampang-tampang mau kabur, nih." Cemooh Iqbal, ketua BEM, begitu aku dan Juna tiba di tempat rapat.
"Su'udzon!" Sungutku tak mau kalah lalu beranjak duduk di kursi terakhir yang belum terisi dari puluhan kursi yang ditata melingkar, tepat di antara Daffin dan Miska.
"Lah, kenapa nggak bilang kalo kepilih panitia?" Daffin langsung menodongku begitu aku duduk di sebelahnya.
"Pacarmu kan emang agak-agak." Miska yang mejawab, gadis itu menatapku malas.
"Ya udah sih." Jawabku santai tak berniat meladeni mereka berdua.
Tak lama kemudian rapat dimulai. Juna selaku ketua membuka rapat dengan wibawa yang tidak tahu datang dari mana, karena setahuku dia itu aneh dan tidak ada wibawa-wibawanya sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALU
RomanceHai readers, mungkin kalian sudah terlalu sering mendengar kata 'HALU', entah itu di quotes, novel, lagu, puisi, cerpen ataupun cerita di Wattpad dengan judul 'HALU' yang sama dengan judul ceritaku. Dan aku yakin kalian pun sudah sering membaca atau...