[1] Hujan dan Nirianika

4.7K 339 26
                                    

Gitarya Nirianika sempat berpikir bahwa pertemuan manusia di muka bumi adalah suatu hal yang menakjubkan. Terakhir dia lihat di Google, manusia yang menjadikan bentala sebagai tempat tinggal lebih dari tujuh miliyar. Di antara milyaran-milyaran manusia itu, Tuhan memberinya kesempatan untuk bertemu segelintir orang untuk mengisi kehidupannya.

Ada keluarganya yang memberi beberapa standar tertentu mengenai hidup yang mesti diraihnya. Ada Ayudia, teman kuliahnya di jurusan Ilmu Komunikasi sekaligus teman fangirling K-Pop. Ada Teh Dita, penjaga kasir Yagami Ramen House, salah satu tempat makan yang sering didatanginya di Bandung. Beberapa orang itu, diizinkan Tuhan untuk bertemu dengan Inka. Suatu hal yang patut disyukuri.

Seiring dengan lalu-lalang manusia dalam hidupnya, beberapa memberi pelajaran baru untuknya. Ada orang yang datang dengan segenggam benci sehingga Inka pada kala itu, memakani sesuatu yang baru terkait kesabaran. Ada seseorang yang singgah dengan begitu nyaman, kemudian dalam hitungan hari yang tidak diprediksinya, orang itu dengan cepat memporak-porandakan kehidupannya yang sayup dan tenang sebelumnya.

Tipe orang yang terakhir, tidak memberinya pelajaran apa-apa kecuali kekesalan yang terikat erat dalam dada. Dia benci laki-laki itu.

"Aku senang punya kamu di sini." Maharga pernah berujar halus pada suatu sore di hari-hari yang lalu. Kurva bibirnya terangkat ke atas manakala tangannya menyisir lembut rambut Inka yang jatuh tergerai. "Lebih dari bersyukur. Tuhan baik banget, ya, Ka? Aku dikasih izin untuk kenal dengan kamu lebih lama dibanding orang lain. Dan aku mau tetap seperti ini, selama-lamanya."

Selama-lamanya itu ... seberapa lama?

Maharga pernah bilang akan membersamai langkah-langkahnya dalam kurun waktu selama-lamanya. Menggenggam tangan Inka ketika dia dirutuki rasa takut, mengirim kekuatan lewat lipatan sela jemari mereka yang terikat. Laki-laki itu memberinya ujaran 'selamanya', sehingga Inka merasa dijanjikan oleh sebuah ikatan yang tak kasatmata agar raga Maharga menetap selamanya di sini, bersamanya.

Kenapa kata 'selamanya' begitu diagungkan oleh banyak orang? Mereka menyelipkan kata itu sebagai janji yang menghangatkan, tapi tak memberi garis pasti bahwa 'selamanya' itu berkomposisi sejauh apa. Maharga menjadi bukti nyatanya, seseorang yang mengujar ingin selamanya berada di sini dan memilih berhenti beriringan dengan waktu secepat kejapan mata.

Rupanya, kata 'selamanya' bermakna igauan menenangkan yang bersifat temporer. Selebihnya, tidak ada yang agung dari kata itu.

"Gue banyak kurangnya, ya, Yu?"

Inka pernah melempar bertanya pada Ayu. Pertanyaan itu tidak timbul secara mendadak, akhir-akhir ini Inka merasa terganggu dengan benaknya yang memberi berbagai opini mengenai alasan Maharga pergi. Dia mengajukan beberapa pertanyaan yang menyentilnya.

Apa selama ini, Maharga melihatnya sebagai beban? Apa Maharga sebenarnya merasa keberatan dengan status mereka dulunya? Apa hanya dia yang terlalu sungguh pada hubungan yang pernah mereka jalin dulu?

"Yah, Ka, jangan gitu. Lo enggak salah, kok. Maharga aja yang kurang ajar. There's so many reasons buat mutusin orang, tapi dia milih buat nyelesain hubungan kalian secara sepihak tanpa ngasih alasan apa-apa. Itu jelas problem-nya ada di Maharga. Hubungan yang diawali dengan baik harusnya diselesain dengan baik juga, dong!"

Seharusnya diselesaikan dengan baik juga. Inka tertawa ironis. Cerita mereka justru selesai secara paksa dan menggantung di awan-awan.

Selesainya hubungan mereka juga mengartikan bahwa dia tidak punya hak untuk marah ketika melihat mantannya dengan orang lain. Hubungan mereka sudah selesai. Mereka bukan lagi siapa-siapa, kecuali sepasang orang yang kembali menjadi asing.

Kaki BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang