[3] Hari-Hari Setelah Perpisahan

1.2K 185 33
                                    

Terkadang, larangan orang zaman dahulu hadir tanpa skema dasar.

Nirianika sudah tumbuh 19 tahun bersama larangan menyantap sesuatu yang dingin saat hujan turun. "Nanti sakit," kata mereka. Tapi pagi ini, ia menjumpai keadaan tubuhnya yang sehat tanpa celah sakit sedikit pun. Kondisi tubuhnya sangat sehat sehingga ia tidak punya alasan agar tidak masuk kuliah hari ini.

"Gimana kuliahnya, Ka?"

Baskara sudah memuncak saat Bunda melontarkan pertanyaan rutin yang sudah Inka hapal di luar kepala. Padahal, jawaban yang selalu ia berikan tidak pernah variatif, tapi Bunda masih selalu bertanya.

"Baik."

Dia memasukkan sesuap nasi goreng ke dalam mulutnya, bersiap menjawab pertanyaan kedua seperti penyiar berita dengan naskah yang dihapalnya di luar kepala.

'Siaran radio gimana? Ganggu kuliah?'

"Siaran radio masih sibuk? Ganggu kegiatan kuliah kamu enggak?"

Kan.

"Enggak, Bun. Semuanya aman."

"Oke." Gurat wajah Bunda tampak tak puas, tapi Bunda memilih untuk membuka topik obrolan baru. "Bunda udah lama enggak ketemu Maharga. Dia lagi sibuk, ya, Ka? Udah enggak pernah ke sini dia."

Kalau ada yang tanya, "bagian mana yang paling berat dari menyudahi sebuah hubungan dengan orang lain?" Inka akan menjawab, "pasca setelah perpisahan itu terjadi."

Di masa itu, dia sedang diresapi berbagai keadaan yang membuatnya tidak semangat, kehilangan arah, juga ditemani sedih berkepanjangan. Akan tetapi, di waktu yang sama, dia juga harus menjelaskan usainya hubungan itu ke seluruh orang di dekatnya.

"Maharga udah jarang bareng lo, ya, Ka? Dia ke mana?"

Orang-orang akan bertanya mengenai Maharga. Meski tak suka, Inka harus tetap menjawab untuk memberi kejelasan.

"Kelelep dimakan hiu," jawab Inka asal ketika temannya di radio bertanya.

Dia juga pernah menjawab, "Maharga mau lanjut studi ke Kutub Utara. Doain aja lancar supaya enggak balik ke sini lagi," ketika teman sejurusannya bertanya.

Berbagai jawaban sudah Inka beritahu, tapi orang-orang tampaknya tak memiliki keinginan untuk berhenti bertanya. Inka jadi paham mengapa akun gosip sangat terkenal belakangan ini. Membicarakan kehidupan orang lain jauh lebih menyenangkan dibanding menghadapi realitas kehidupan sendiri. Dan sebagai subjek yang sedang dibicarakan, rasanya tidak nyaman.

"Maharga ...." Inka diam sejenak, berpikir jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Bunda. "Iya, Maharga sibuk."

Sibuk sama yang baru, lanjutnya dalam hati.

*

Inka tidak tahu mana bagian yang lebih buruk. Tidak jadi sakit sehingga ia terpaksa harus datang ke mata kuliah yang sama dengan Maharga atau menghadapi fakta selanjutnya bahwa ia dan Maharga satu kelompok.

"Gitarya Nirianika, Maharga Prawala, dan Sabastian Igania kelompok sebelas."

Raut wajah Inka pucat pias. Dari tempat duduknya, ia bisa melihat Maharga sedang memutar kepalanya untuk menyeleksi satu per satu manusia di dalam kelas. Pencariannya berhenti pada sepasang manik gelap milik Nirianika, yang lantas menatapnya balik dengan mulut terkatup rapat.

Dosen Pengantar Ilmu Komunikasi pamit pergi usai membagikan nama kelompok untuk rapat. Selepas itu, orang-orang mulai membentuk perkumpulan di berbagai meja.

Kaki BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang