"Happy birthday to you, happy birthday to you. Happy birthday happy birthday... happy birthday to you.... Selamat ulang tahun anak Mama. Ayo tiup lilinnya dan berdoa."
Aku membuka mata dan hanya menemukan langit-langit di keheningan. Tanganku yang semula terlipat di atas perut berganti ke dahi. Aku paling tidak suka terbangun jam-jam tanggung seperti ini. Kalau sudah bangun begini, aku memutuskan untuk tak tidur lagi. Namun, konsekuensinya, aku bakal kelelahan saat meeting pagi. Terlebih hari ini Papa yang memimpin.
Jam digital di nakas menunjukkan angka tiga. Bangkit dari ranjang, aku segera membereskan bedcover, baju yang berserakan di lantai, dan mengambil training. Setelah mandi dan bersiap-siap, aku mengirim pesan ke Filosofia.
Aku tersenyum-senyum seperti orang edan melihat balasannya.
Begitu memakai sepatu, aku segera melenggang ke luar hanya membawa pochette Louis Vuitton yang berisi dompet, ponsel, powerbank beserta kabel, dan juul (berhubung Filosofia tidak mau dekat-dekat denganku setiap merokok, aku menggantinya dengan juul). Sebenarnya ia tak melarangku. Ia hanya tak bisa mencium baunya dan aku memilih mengganti kebiasaanku untuk dirinya.
*
Filosofia berhenti untuk mengatur napas kepayahan.
"Capek. Laper," keluhnya.
"Baru juga lima kali muterin GBK udah capek aja."
"Jidat lo!" Ia mengelap keringat di leher dan dahi. "Makan yuk. Laper gue."
"Ya udah. Mau di mana?"
Filosofia memandang berkeliling. Suasana di sekitar GBK ramai orang berolahraga. Ia tampak tak yakin makan di sini.
Pada akhirnya, kami membeli onigiri dan memakannya di mobil. Ia menghabiskan tiga onigiri dengan rasa berbeda saking laparnya.
"Ngapain lo lihatin gue?" tanyanya sambil mengunyah. "Baru makan sekali udahan?"
"Gue kenyang lihat lo makan." Aku tersenyum.
"Hilih." Ia melahap suapan terakhir dan mengelap tangannya dengan tisu basah. Ia menepuk perutnya pelan. "Tunggu turun dulu, ya. Nanti gue muntah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Saujana (Iota Rho's story)
Literatura FemininaBuku ini terdiri dari rindu yang lama mengendap.