7. Ini Diskusi?

500 101 20
                                    

꧁Akashi Takeomi꧂
Start
⏸️ ●────────亗
















Malam ini (name) terbangun di tengah malam karena mual. Berbeda dari kamar utama yang dulu di tempati olehnya dan Takeomi yang memiliki kamar mandi di dalam kamarnya. Kamar tamu ini tak ada kamar mandi di dalamnya, jadi saat malam ini dirinya merasa mual (name) dengan cepat berlari kearah kamar mandi yang ada di luar kamarnya.

Hoek!
Hoek!

Dan Takeomi yang sibuk merokok di kamarnya dapat mendengar suara muntahan (name) itu. Ia menghela nafas pelan. Suara muntahan wanita itu terdengar nyaring sekali, seakan-akan semua nyawanya akan keluar saat itu juga.

Berjalan perlahan kelantai bawah, Takeomi bersandar di pintu toilet yang terbuka. Memperhatikan penampilan (name) yang dari atas sampai bawah sangat berantakan.

"Sudah ku bilang, kehamilan mu sangat menyusahkan. Kenapa tak kau gugurkan saja?" Takeomi sedikit masuk ke dalam dan berdiri di belakang (name).

"Terlebih lagi jika anak itu benar-benar kembar, kau yakin bisa mengurus keduanya sekaligus? Yakin kau nggak akan pilih kasih dengan hanya menyayangi yang satu dan mencampakkan yang lain?" Takeomi menatap pantulan di cermin dengan datar, sementara (name) terdiam di tempatnya balik menatap datar sang suami. Ia mengusap bibirnya yang basah dan kini melirik tajam Takeomi.

"Aku yang hamil di sini Takeomi dan aku nggak merasa bahwa anak-anakku menyusahkan jadi bisakah kau tutup mulut mu itu?!" saking emosinya (name), bahkan ia tak lagi memanggil Takeomi dengan sunfix kun.

"Tapi itu mengganggu ku (name), suara muntahan mu itu sangat berisik" Takeomi mulai tak sabaran. Ia tak suka (name) kasar kepadanya dan menjadi istri pembangkang begini.

"Oh ya? Kalau begitu tak usah kau dengar kan! Bukankah kamar mu itu kedap suara? Apa susahnya untukmu? Tinggal kau tutup pintu kamarmu dan tak usah kau perdulikan aku su---"

Plak!

(name) memegang pipi kirinya yang berdenyut sakit karena terkena tamparan Takeomi. Ia dapat melihat bahwa suaminya itu sedang emosi sekarang. Lantas saat Takeomi kembali mengangkat tangannya (name) dengan spontan melindungi perutnya.

Grep!

(name) mematung. Ia melirik ke arah Takeomi yang kini memeluknya erat. Tiba-tiba? Kenapa tiba-tiba Takeomi begini? Jadi, dirinya tak jadi di pukuli?

"(name) aku yakin kau paham akan hal ini.." Takeomi menarik nafas pelan. "Kita sama-sama terlahir dari keluarga yang cacat, aku tak punya panutan tentang bagaimana cara menjadi seorang ayah yang baik. Oleh sebab itu aku perlu lebih banyak waktu untuk menyiapkan mentalku (name). Tolong pahami aku"

Menghela nafas. Ah, ternyata pokok permasalahan nya sama saja. (name) mendorong pelan dada Takeomi. Ia tak mau menangis sebenarnya hanya saja air matanya jatuh dengan lancang tanpa seijin darinya. Hanya karena alasan seperti itu Takeomi ingin membunuh anaknya? Yang bahkan belum lahir ini?

"Kita bisa mencari jalan tengah yang lain Takeomi-kun, kutanya padamu dari sekian banyaknya jalan yang bisa kita pilih kenapa harus aborsi?" (name) menangkup wajah Takeomi dan menatap lelaki itu tepat di mata.

"Kenapa tak kau fikir kita harus pergi ke seminar dan belajar cara untuk menjadi orang tua? Kau punya banyak waktu untuk bisa menyiapkan mentalmu untuk menjaga anakmu. Atau ternyata masih banyak solusi lain yang lebih bisa menguntungkan kita daripada harus aborsi!" Takeomi mengalihkan netranya, menatap apa saja kecuali (name).

"Tatap aku Akashi Takeomi-kun! Dan beri aku alasan kuat untuk aku menggugurkan anakku! Selain karena mentalmu yang tak siap dan kupikir tak akan pernah siap itu!" (name) kembali mengarahkan Takeomi untuk menatap matanya.

"Dengar (name) dokternya bilang akan ada kemungkinan bahwa anak kita kembar kan? Nah orang yang anaknya satu saja pasti bakalan kelimpungan untuk mengurusi bayinya apalagi kita yang dua" Takeomi menatap cemas istrinya yang kini hanya menatapnya dingin. Wanita itu terlihat menghela nafas kasar.

"Kita bisa minta tolong Mamamu atau kalau perlu kita sewa babysitter. Permasalahan tentang anak kembar dan kerepotan tentang cara merawat nya terselesaikan, ada masalah lain lagi?" Takeomi bisa merasakan nafasnya tercekat. Ia memutar otak tentang alasan apa lagi yang harus ia pakai untuk meyakinkan (name) agar mau menuruti keinginannya untuk menunda punya anak.

"Bagaimana tentang masalah kasih sayang? Kau mungkin hanya akan perhatian kepada yang satunya dan mengabaikan yang satunya, betulkan? Sifat pilih kasih itu pasti akan ada (name)" (name) kini mengangguk paham. Pilih kasih ya? (name) yakin ia tak akan melakukannya karena ia tahu bagaimana rasanya mendapat perilaku pilih kasih--(name) bahkan punya contoh nyata tentang seorang Ibu yang pilih kasih. Siapa? Yup, benar! Ibunya sendiri.

"Ibuku, ibu kandungku sendiri adalah contoh nyata tentang seorang yang pilih kasih Takeomi-kun. Aku tahu rasanya bagaimana kau di abaikan seolah-olah kau tak pernah ada di dunia ini sementara di satu sisi kau punya saudara yang di anak emaskan seolah-olah ia adalah permata indah di dunia--

--aku tahu Takeomi-kun. Dan karena aku tahu bagaimana rasanya di perlakukan seperti itu aku sudah berjanji kepada diriku sendiri. Saat aku menikah dan menjadi seorang Ibu suatu saat kelak aku tak akan memperlakukan anak ku seperti itu! Kenapa aku harus pilih kasih? Anak-anakku tak minta untuk di lahirkan hanya agar mereka disiksa, aku sudah berjanji untuk mencintai mereka dan aku tak akan ingkar" (name) melepaskan diri dari Takeomi, ia mulai mendudukkan dirinya di toilet. Pinggang nya mulai sakit.

"Lagipula, jika aku melakukan kesalahan seperti itu nantinya bukankah ada kau? Kau bisa mengingatkan ku begitupula sebaliknya. Aborsi bukanlah satu-satunya jalan" (name) menghela nafas pelan. Ia melirik ke arah Takeomi yang sedang menunduk.

Entah apakah pria itu paham akan ucapannya atau tidak. Sesungguhnya jika Takeomi mulai ingin berdebat lagi maka (name) tak akan sanggup.

"Aku membenci mu!"

(name) menoleh, ia bisa melihat Takeomi yang kini menatapnya datar. Pria itu menyugar rambutnya kebelakang dan mulai berdiri dari posisi duduknya.

"Aku tak menikahi mu hanya untuk kau ceramahi!"

"Aku tak menikahi mu hanya untuk kau panggil dengan tidak sopan!"

"Dan aku menikah bukan untuk mendengar istriku membantah kata-kataku"

Air mata (name) kembali jatuh mendengar kata-kata Takeomi. Tatapan tajam dan semua kata-kata itu membuat bibirnya kelu. Ia menggeleng pelan.

"Takeomi-kun..aku.."

Ssstt!

(name) diam, ia tersentak pelan. Takeomi perlahan mulai keluar dari kamar mandi.

"Kau mungkin akan menjadi Ibu yang baik kelak (name), tapi kau tahu--

Takeomi menatap merendahkan ke arahnya, bisa (name) rasakan bahwa jantungnya berdenyut nyeri. Air matanya semakin deras menetes. Hatinya tak siap akan kata-kata selanjutnya yang akan Takeomi keluarkan.

--kau hanyalah sekedar istri terburuk di mataku. Mulai sekarang jangan anggap aku suamimu lagi!"

--brak!

Takeomi membanting pintu kamar mandi dan meninggalkan (name) sendirian menangis di dalamnya. Malam yang suram, (name) berjalan tertatih memasuki kamarnya dan mulai berbaring di sana. Menutupi wajahnya dengan bantal guna meredam suara isak tangisnya.

Mungkin,...mungkin karena paham akan kesedihan yang di alami sang Ibu. Untuk satu malam itu (name) dapat tertidur lelap setelah lelah menangis. Tak ada mual lagi. Lihatlah Takeomi, anakmu yang belum lahir saja sangat perhatian terhadap Ibunya. Mengapa kau yang sudah lahir dan besar malah mengacuhkan wanita seperti (name).

Apakah kau masih belum menyadari sesuatu Takeomi? Tidakkah kau sadar bahwa hukum alam itu selalu bekerja?






























______________________
★彡[вєяѕαмвυ͢͢͢η]彡★
______________________

Ini kek nya kalau Wakasa tahu seru nih🤣🤣🤣

Love To Hate Me [AKASHI TAKEOMI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang