satu ciuman setiap hari

130 20 1
                                    

"mau membuat sebuah penawaran denganku?"

Gantian Jaemin yang mengangkat sebelah alisnya.

"Ya?" tanya Jaemin ragu.

Jeno membuang napasnya pelan, menyandarkan pungungnya pada bangku. Kaki kanannya diangkat dan ditumpukkan pada kaki kirinya. Benar-benar rileks.

"Sebuah penawaran. Seperti aku menyebar foto merokokmu dan melaporkannya pada Guru Kwon atau kamu membuat perjanjian yang saling menguntungkan denganku. Seperti itu mungkin?"

Jaemin otomatis menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Jeno, tertarik dengan penawaran tersebut. "Perjanjian yang saling menguntungkan?" tanya Jaemin dengan mata berbinar-binar.

Jeno melihat Jaemin dari ujung kepala sampai ujung kaki, berbalik lagi ke ujung kepala lalu ke ujung kaki lagi kemudian berakhir menatap lawan bicaranya dengan sangsi. "Wah, aku tidak percaya kalau kamu benar-benar merokok di sekolah. Kamu lebih seperti siswa tk yang sedang ketauan mencuri permen teman sekelasnya."

"Hey! Tidak sopan!"

Jaemin merenggut mendengarnya, menyebabkan si lawan bicara terkekeh kecil. "Katakan itu untuk bocah yang baru saja melanggar aturan sekolah. Apa perlu aku ambilkan tata tertib yang dicetak besar di mading sana?"

Skak. Jaemin hanya bisa manyun karena, yah, memang yang dikatakan Jeno tidak salah. Benar dan tepat sasaran.

"Jadi bagaimana dengan penawaranmu?" tanya Jaemin dengan nada kesal.

Jeno nampak berpikir, mengetukkan jari telunjuknya di dagu (dan menurut Jaemin itu sangat menjengkelkan). Jaemin tidak tau ada orang menyebalkan seperti Jeno di sekolahnya.

"Bagaimana dengan satu ciuman di pipi selama satu bulan penuh?"

"HAH?" pekik Jaemin. Sebentar, mungkin telinga Jaemin bermasalah.

"Iya. Kamu harus memberiku satu ciuman di pipi setiap hari selama satu bulan penuh. Setelah itu aku akan menghapus foto merokokmu dan tutup mulut seolah-olah aku hilang ingatan. Deal?"

Jaemin jaw drop. "SINTING. KAMU GILA, YA?" teriak Jaemin. Yang benar saja? Masa penawarannya seperti ini? Ini sih penawaran yang berat sebelah! Tidak bisa dibiarkan!

Jeno hanya menggendikan bahunya. Tidak menanggapi teriakan Jaemin. Toh, dia kan cuma menawarkan.

"Terserahmu, sih. Aku tidak memaksa juga. Kalau kamu mau ya tinggal deal, kalo enggak ya tinggal aku cetak fotonya lalu aku tempel di mading sekolah lalu aku melapor ke Guru Kwon. Masalah selesai."

"YA! Selesai kepalamu!"

Jaemin yang kesal menginjak sepatu Jeno dengan sepenuh hati, menyebabkan teriakan Jeno yang mengaduh karena sumpah, sakit banget. "Bar-bar sekali, sih?"

Jaemin menyilangkan kedua tangannya di dada. Menubrukkan punggungnya di bangku dengan bibir yang mengerucut dan alis yang hampir menyatu. Jeno yang daritadi memperhatikan refleks menarik bibir Jaemin.

Jaemin melotot dan menatap Jeno kesal, "kamu memang selalu seenaknya sendiri gini, ya?"

"Hehehe maaf. Habis kamu lucu, sih."

Jaemin mendecakkan lidahnya lalu membuang napas kasar, "apa kita saling mengenal untuk aku memberikan satu ciuman ke kamu? Maksudnya, setiap hari? Kamu pasti kehilangan kewarasanmu, Lee Jeno!"

Hening tiga detik sebelum Jeno menjawab, "sebenarnya aku sepupu Haechan tau."

Jaemin dengan cepat memutar kepalanya kearah Jeno dengan muka shock (saking cepatnya Jeno ngeri leher Jaemin terkilir). "Serius? Kok Haechan tidak pernah cerita? Tapi apa hubungannya kamu sepupu Haechan dengan aku yang harus mencium kamu setiap hari? Kamu mau ku pukul, ha?"

Jeno mengendikkan bahunya, "tidak penting juga, sih. Jadi gimana? Deal atau tidak?"

"Jeno, kamu benar-benar, ya!"

"Aku penasaran satu alasan. Na Jaemin si murid baik-baik ini kenapa merokok di sekolah, sih?"

Jaemin diam. Dia ragu untuk mengatakan alasan sebenarnya. Jaemin menatap Jeno sangsi, jangan-jangan ini salah satu trik Jeno untuk mendapatkan kelemahannya yang lain? Semacam senjata rahasia? Tapi kalau dipikir-pikir, dia sudah tercebur, kenapa tidak sekalian basah? Huft, Jaemin membuang napas untuk yang kesekian kalinya. Sepertinya memilih berterus terang tidak ada salahnya.

"Iseng dan bosan. Aku ingin mencoba setidaknya satu kenakalan selama SMA. Aku juga nggak berniat untuk menjadi kecanduan. Rokok ini milik kakak sepupuku yang sudah kuliah," jelas Jaemin dengan jujur. Jeno yang mendengarnya hanya mangut-mangut.

"Satu kenakalan, ya? Hmmm... Kalau begitu anggap saja ciuman kita selama satu bulan ini satu kenakalan. Kenakalan yang sangat nakal."

Jaemin hampir saja memukul kepala Jeno saat pemuda di sampingnya mengerling kepadanya. Sial, menyebalkan sekali.

"Berhenti main-main, Jeno!"

"Bukankah ini maumu? Main-main selama sekolah, setidaknya satu kali, 'kan? Jadi bersiaplah Jaemin," kata Jeno sambil memberikan wink (yang super duper menyebalkan) kepada Jaemin.

Jeno beranjak dari duduknya lalu berdiri tepat di hadalan Jaemin, "aku harus pulang sekarang, aku anggap kamu menerima tawaranku. Aku akan menunggumu disini besok sepulang sekolah untuk menagih ciumanku. Kalau kamu nggak datang, aku akan benar-benar melapor pada Guru Kwon, sahabat baikmu itu."

Jaemin diam tidak menanggapi.

"Dan satu lagi, aku yang akan memulai hari ini, anggap saja aku mengajarimu bagaimana menjadi nakal."

Jaemin mengangkat satu alisnya, tidak mengerti dengan maksud Jeno. Jeno mendekatkan diri kepada Jaemin, gerakannya cepat hingga Jaemin tidak sempat berkutik.

'CUP'

Jaemin melotot, jantungnya tiba-tiba berdetak dengan tidak normal. Wajahnya panas sekali. Jeno mendekatkan dirinya lagi kearah Jaemin yang membuat Jaemin refleks menutup matanya.

"Aku hitung hari ini sebagai hari pertama," bisik Jeno di telingga Jaemin. Mata Jaemin terbelalak seketika. Dia masih tidak bergerak bahkan sampai Jeno sudah berdiri tegak.

"Kalau begitu aku duluan. Bye."

Dan begitu saja Jeno meninggalkan dirinya sendiri. Jaemin masih memproses apa yang terjadi sebelum-

"LEE JENO SIALAN KENAPA KAMU MENCIUM PIPIKU???"

Daily Kisses; NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang