5

2K 206 66
                                    

"A."

"Me―" Dobby yang ingin mengeong, mulutnya di tahan oleh Haruto yang sudah capek mengajarkan huruf A.

"A. A!!"

Kepala Dobby miring, tidak mengerti apa yang Haruto ucapkan. Lelaki Jepang itu akhirnya melepaskan bekapannya dan menghela napas frustasi. "Bagaimana ini? Aku tidak mungkin membuangnya.." gumam Haruto melirik Dobby yang menjilati punggung tangannya. "Hei,"

"Meng?"

Haruto mendekat, wajahnya tepat di depan Dobby. "Coba katakan Dobby?"

Mata bulat itu berkedip, membuat Haruto menarik napas dalam. "Dobby." Ucapnya perlahan, dengan gerak mulut yang seharusnya terbaca.

Dobby diam sebentar, sebelum akhirnya, "Obi?"

Haruto menganga, kedua tangannya reflek memegangi bahu Dobby dengan senyum lebar. "Panggil aku Haruto?"

"Aluo?"

Mata Haruto terpejam, dengan nafas dia buang. "Ha. Ru. To."

"Auo?" Dobby mendekat, dan mengusel leher Haruto. "Meng~" eongnya lapar.

Haruto mengangkat wajah Dobby agar menatapnya. "Ayolah, kau harus bisa belajar bicara. Belum lagi kau tidak bisa berdiri dan berjalan." Haruto mendecak pelan, "Tubuh-mu sudah besar, kalau begini ceritanya mending jadi bayi saj―"

Haruto terdiam, tidak melanjutkan ucapannya begitu terlintas satu cara aneh tapi bisa di terima teman-temannya.

Mata Haruto menatap Dobby dengan senyuman manis.

🤔🤔🤔

"Kami datang, kami datang, untuk meminta makan."

Plak!

"Ada-ada aja!" Kesal Junghwan setelah menepuk kepala belakang Jeongwoo cukup kencang.

"Bercanda," Jeongwoo kemudian mencibir, "Serius Mulu bawaannya."

Junghwan menggerling malas tidak perduli, dan berdiri di depan pintu kamar apartemen Haruto. Begitu di ketuk, Haruto membuka pintunya. Wajah lelaki Jepang itu sudah sangat asam, berhasil membuat Jeongwoo dan Junghwan cengir.

"Kan udah di kabarin sebelum ini." Kata Jeongwoo membela diri.

"Tapi kan aku gak setuju." Balas Haruto tajam, "Sudah, masuk sana. Bersikaplah wajar, karena di rumahku ada bayi besar."

Langkah Jeongwoo dan Junghwan berhenti. Mereka berdua saling bersitatap sebelum akhirnya kompak menatap Haruto dengan dahi berkerut tajam.

"Bayi?!"

"Besar?!"

"Ck," Malas Haruto, "Kalian tau kan Peter Pan? Aku punya saudara yang mengidapnya." Ucap Haruto sambil pergi ke sofa lebih dulu. Omongannya berhasil membuat kedua sahabatnya itu diam.

"Serius?!" Pekik keduanya kagum, mata mereka bersinar. "Lucu gak? Orang dewas―"

"Masih remaja. Seumuran?" Haruto mengernyitkan dahi mengingat tubuh Dobby yang begitu kecil di pelukannya, "Tidak, tidak, dia lebih muda." Ralatnya menggeleng pelan.

Keduanya semakin antusias melihat si pengidap sindrom yang Haruto katakan. Bisa di perkirakan betapa lucunya seorang remaja yang bersikap seperti anak-anak, bahkan bayi? Haruto bilang bayi besar.

Cat | HaruBbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang