II. another case to resolve.

145 14 1
                                    

Hari ini merupakan pemotretan grup untuk cover album, sekaligus interview dengan sebuah media massa terbesar di Korea Selatan. Tentunya yang lain telah mempersiapkan diri dengan baik, termasuk pria berambut pirang yang sekarang sibuk berpose di depan kamera sesuai arahan.

"Bagus, Renjun-ssi! Tetap seperti itu, betul kau terlihat sangat tampan!"

Mendengar hal tersebut, jelas membuat Renjun mendongak, memperlihatkan lekuk leher dan jakun miliknya dengan menatap dinding plafon dengan tegas. Sinar mentari menyorot surai pirang di atas kepala, membuat Renjun berganti pose dengan tudung hoodie yang ia naikkan, dan tersenyum tipis di depan kamera.

Sang fotografer yang mengambil gambar jelas tersenyum lebar mendapat hasil foto yang bagus, tentu membuat ia mempertanyakan dimanakah kontrak model Renjun sekarang? Bocah laki-laki itu benar-benar berbakat menurutnya.

Basic Renjun jelas bukanlah model, namun keprofesionalan untuk idol seumurannya jelas patut diacungi jempol.

Postur tubuh natural dan tatapan teduh yang ia miliki cukup menyihir orang-orang untuk melihat Renjun berulang kali, seharusnya laki-laki ini sudah menjadi incaran para majalah fashion untuk mengisi cover depan mereka.

Satu jam lebih berpose di depan kamera, fotografer tersebut selesai mengambil gambar dan mengucapkan terima kasih pada Renjun. Ia kontan balas membungkuk berterima kasih pada semua staff, dan beralih menuju korner kecil di ujung, mengambil teh lemon dan sandwich yang tadi dia pesan.

Bersandar pada kusen jendela, Renjun menengok keluar gedung. Langit terang nan bersih tanpa awan membuat perasaan Renjun membaik, mengunyah kembali sandwich daging di mulutnya.

Untung saja, Renjun bangun lebih awal dari yang lain- termasuk Jisung yang masih mendengkur halus di kamar. Bengkak karena tangis tadi malam masih sempat ia kompres dan gunakan sheet mask, selain tidak mau ditanya perihal apa yang terjadi pada matanya. Renjun juga tidak mau di ejek seharian.

Kunyahan kelima di mulut, juga tepukan di bahu cukup membuat Renjun hampir tersedak dan dengan sigap menyesap teh lemonnya. Berbalik menatap oknum yang hanya cengengesan karena ulahnya tersebut.

"Kalau aku mati gara-gara keselek roti, nggak bakal lucu sama sekali."

Mark tertawa, namun meringis ngeri membayangkan kalau itu benar-benar terjadi. Gelas kertas berisi kopi di genggaman, ia sesap perlahan dan ikut bersandar di samping Renjun.

Renjun mengerutkan kedua alisnya, melihat tingkah Mark yang tiba-tiba mendekatinya cukup membuat curiga.

"Kenapa kamu nolak buat jadi leader selanjutnya?"

Tembak Mark langsung, membuat Renjun menghela napas lelah. Padahal dia ingin makan dengan tenang, malah dipancing topik yang susah payah dia hindari.

"Abkhu ngghak shiap." ucap Renjun sambil mengunyah, membuat Mark mendelik kesal.

"Telan dulu baru ngomong!" Mark rupanya takut Renjun betulan tersedak roti.

Setelah menelan, Renjun melanjutkan kalimatnya, "Aku ngga siap, aku belum bisa bertanggung jawab, Hyung. Ngatur diri sendiri aja masih susah, gimana atur yang lain. Aku malah liat Jaemin atau Jeno punya potensi yang lebih buat jadi leader." tunjuk Renjun dengan dagu, ke arah Jaemin yang sekarang menyuapi Jisung cemilan dan Jeno yang menyemangati permainan Chenle.

Renjun yakin semua juga melihat sosok pemimpin dari Jeno maupun Jaemin, entah kenapa malah Renjun yang ditunjuk untuk menggantikan posisi Mark di ruang rapat waktu itu.

Tentu saja Renjun dengan keras menolak. Jaemin ataupun Jeno punya kemampuan menjadi pemimpin, dan Renjun bukanlah orangnya.

"Kandidat leader sekarang kalian bertiga, kamu yakin nolak? Aku juga liat potensi leader di kamu, mungkin kamunya aja yang ngga sadar." cecar Mark sedari tadi.

Tak TerbacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang