Part 3

2.8K 157 10
                                    

Sebuah sore yang  cukup mendung. Alex tengah mengelilingi sebuah toko buku yang cukup ramai. Hari ini ntah mengapa ia ingin ke toko buku. Ia sendiri tidak tahu mau beli apa. Ia hanya berkeliling sambil membaca beberapa sinopsis buku yang menarik perhatiannya. Namun semuanya ia letakkan kembali ke rak.
"Alexa-ssi?"
Alex mengalihakan pandangannya dari novel misteri yang ia baca untuk menatap si sumber suara. "Eh? Mark-ssi?"
"Iya ini aku." terlihat seorang lelaki tengah berdiri di depan Alex dengan tangannya ia masukkan ke kantung jeans-nya.
"Oh."
"Sedang apa?" tanya Mark sambil mengambil sebuah buku dan membaca sinopsisnya.
"Jalan-jalan saja. Kau?"
"Sama."
"Oh."
"Punya rekomendasi buku yang menarik?" tanya Mark.
"Ntahlah. Aku biasanya suka saja semua jenis buku." Alex menjawab sambil terus membaca sinopsis novel misteri lain.
"Kau sendirian ke sini?" Mark mengalihkan pembicaraan sambil menatap Alex.
"Sama siapa lagi. Kekasihku tidak di sini. Managerku sibuk. Aku sendirian di apartment. Makanya aku ke sini."
"Well, kau masih ingin mencari buku yang mau kau beli atau kau sudah puas jalan-jalannya?" tanya Mark lagi.
"Kenapa memangnya?"
"Di bawah ada coffee shop bukan? Kita mengobrol di sana yuk. Mau tidak?" tawar Mark.
"Boleh." Alex menyetujui saja karena dia benar-benar tidak tahu mau apa lagi.
Mark pun mengambil beberapa novel yang ia baca sinopsisnya tadi lalu berjalan menuju kasir. Setelah membayar, Alex dan Mark berjalan ke lantai dasar toko buku yang merupakan sebuah coffee shop. Mereka memilih duduk di pojok dan beberapa pelanggan di sana tampaknya mulai mengenali Mark yang hanya mengenakan beanie tanpa penyamaran. Satu sama lain mulai berbisik-bisik akan Alex. Mereka tidak tahu Alex siapa. Dan mulai menduga-duga.
Seorang pelayan datang membawa buku menu lalu memberikan buku tersebut ke Mark. "Iced Espresso dan Almond Croissant." ucapnya pada pelayan lalu mengoper buku menu pada Alex.
"Hot Caffè Mocha dan Triple Chocolate Cake."
"Baik. Mohon tunggu sebentar."
Alex menatap Mark setelah pelayan berlalu. "Kau sadar sesuatu?"
"Apa?"
"Banyak yang menatap kita." bisik Alex.
"Karena aku bersama gadis cantik sepertimu. Banyak yang iri." balas Mark sambil tertawa kecil.
"Tidak mungkin." Alex menggeleng tegas.
"Lalu?"
"Mereka mengenalimu. Dan mereka membicarakanku karena aku bersamamu. Kau kenapa tidak pakai penyamaran coba."
"Maaf. Semoga mereka tidak mengatakan apa-apa di internet."
Alex menghela napas panjang. "Semoga."
"Sekarang kau nikmati saja kopimu, aku yang traktir."
Alex langsung menggeleng. "Tidak usah!"
"Aku yang mengajakmu, bukan? Maka aku yang bayar. Sudah, diam saja."
"Tidak usah, Mark-ssi."
"Begini saja. Kalau kau ingin mengganti uangku, maka ganti dengan nomormu." Mark mengulum senyum sambil menatap Alex lekat.
"Kau meminta nomorku?"
"Menurutmu?"
Alex berpikir sejenak. Toh Mark tahu ia punya kekasih, pasti ia tidak berniat apa-apa. "Baik, mana ponselmu?"
Mark mengeluarkan ponselnya lalu memberikannya ke Alex yang langsung mengetikkan nomornya. "Nih." Alex memberikan kembali ponsel Mark.
"Terima kasih, aku akan mengirimkanmu pesan nanti."

---

"Cut!! JB-ssi, kau terlalu terlambat. Baca lagi naskahmu."
Shooting day tiba. Ini sudah take ke-14 dan adegan pertama tak kunjung sempurna. Ntah Alex yang salah, namun lebih banyak kesalahan berasal dari JB. Alex sudah menggigil kedinginan, ia kerap menggosok-gosokkan telapak tangannya ke satu sama lain. Sebuah jaket tebal tiba-tiba tergantung di pundaknya. Alex melihat ke sekeliling dan pandangannya menangkap Jr tengah merapikan letak jaket di bahu Alex. "Eh?"
"Aku tahu kau pasti kedinginan memakai dress tanpa baju hangat." ucap lelaki itu sambil tersenyum tipis.
"Terima kasih ya." Alex tersenyum tulus.
"Bukan masalah besar." Jr mengusap rambut Alex pelan.
Sebuah suara seseorang berdehem membuat Alex dan Jr mengalihkan pandangan mereka ke sumber suara. Mark. "Alexa-ssi, take selanjutnya akan diambil. Bersiaplah." ucap Mark datar.
Alex beralih menatap JB yang terlihat baru selesai berdiskusi. Alex membuka jaketnya lalu menyerahkan kembali pada Jr. "Tolong pegang sebentar ya."
"Baik, Alexa-ssi."
Alex berjalan kembali mendekati JB. Mereka kembali berakting dan kali ini mereka berdua melakukannya dengan baik. "Cut! Bagus, JB-ssi, Alexandria-ssi. Silakan kalian break, kita shoot adegan selanjutnya.
Jr langsung berjalan menghampiri Alex. "Kerja bagus, Alexa-ssi!" puji Jr sambil kembali menyampirkan jaket tebal tadi ke atas bahu Alex.
Alex tersenyum tipis. "Terima kasih, Jr-ssi. Selanjutnya adeganmu bukan? Semangat."
Jr mengangguk kecil lalu melambaikan tangannya sambil berlari karena dipanggil. "Alexa-ssi!" panggil JB yang berdiri tak jauh dari tempat Alex berdiri.
JB langsung menyatukan kedua telapak tengannya di depan wajahnya. "Maaf, aku kurang konsentrasi. Maaf membuatmu harus menahan dingin sejam terakhir ini."
"Tak apa, JB-ssi. Aku juga melakukan banyak kesalahan. Menurut aku ini hal wajar kok."
"Di adegan kita selanjutnya aku akan melakukannya dengan baik!" tekad JB semangat.
Alex tertawa kecil, meski terkesan datar. "Semangat ya."
"Ayo kita lihat shooting member lain," ajak JB dan tanpa sadar ia menarik tangan Alex. "Tanganmu dingin sekali."
Alex menarik tangannya cepat. Bagaimanapun juga, ia milik seorang lelaki walau lelaki itu jauh di Beijing. Dan apa-apaan ada lelaki lain yang seenaknya kontak fisik dengannya di luar naskah. "Iya aku tidak tahan dingin. Namun tak apa kok." sahut Alex seraya mengalihkan pandangannya dari JB
"Maaf. Aku tidak sadar menarik tanganmu tadi." lirih JB, ia sadar akan penolakan Alex.
Alex menghela napas berat. "Tak apa."

Dua jam sudah berlalu. Alex baru menyelesaikan tiga adegannya. Masih ada 4-5 adegan lain. Matahari mulai meninggi. Mereka diberi waktu istirahat satu jam. Lalu mereka akan melanjutkan shooting di dalam ruangan. Waktu istirahat ini dimanfaatkan Alex untuk menghubungi kekasihnya, selagi menunggu delivery makan siangnya dan makan siang GOT7.
Alex mengernyitkan keningnya saat panggilan yang ia tujukan pada Yifan diangkat oleh seorang gadis. Alex mengecek layar ponselnya. Ia menghubungi nomor Yifan! Apa-apaan lagi sekarang.
"Ya, siapa di sana?" tanya suara gadis di seberang.
"Aku yang seharusnya bertanya. Dimana Yifan Ge?" balas Alex berusaha datar. Pikiran buruk mulai menghampirinya dan gadis itu tidak mampu melenyapkan pikiran itu.
"Yifan Ge-mu sedang bersamaku. Perlu aku beritahu tempatnya?" suara gadis itu terdengar seolah mengejek Alex.
"...." Alex tidak menjawab.
"Kami sedang berada di apartment-ku, di kamarku, di atas kasurku." lanjut gadis itu masih dengan nada menggoda.
"A-apa?!" hanya gumaman yang terdengar. Ia sudah bisa menebak apa yang mereka lakukan. Lelaki dan perempuan. Satu kamar. Di atas kasur yang sama. Alex benar-benar tidak kuat membayangkannya.
"Siapa yang menelepon, sayang?" teedengar suara berat lelaki yang seperti baru bangun tidur, Yifan.
"Kekasihmu- ups maksudku calon mantan kekasihmu. Alexandria Chang." jawab gadis itu, sengaja mengeraskan suaranya supaya Alex dapat mendengarnya.
Alex kembali terkejut. Selama nyaris sebulan mereka berhubungan, Alex merasa tidak punya masalah dengan Yifan. Namun kembali diingat, belakangan Yifan terlihat (sok) sibuk dan tambah jarang memberi kabar pada Alex.
"Kebetulan sekali. Berikan padaku ponselnya, aku harus mengakhiri hubungan kami. Aku sudah tidak tahan lagi dengannya." suara Yifan yang seharusnya sayup malah terdengar seperti berbicara tepat di telinga Alex.
"Apa maksudmu?!" pekik Alex, tak bisa lagi mengontrol emosinya.
"Aku mau kita putus." tanpa beban, begitu gampang Yifan mengucapkannya.
"Baik. Tapi...kenapa? Bukankah kau bilang kau mencintaiku?" Alex berusaha tetap terdengar tegar. Napasnya terasa begitu sesak seakan oksigen di sekitarnya habis.
"Kau hanya bahan taruhanku!" Yifan tertawa keras. "Terima kasih ya untuk kebodohanmu. Sebuah mobil mewah berhasil aku dapatkan. Dan oh, apa susahnya sekedar mengatakan 'Aku mencintaimu'? Aku sudah terlalu sering mengatakan itu di drama maupun film-ku. Sudah ya, selamat tinggal Alexandria Chang!"
Sambungan telepon diputus sepihak. Alex masih tidak mampu percaya. Tidak ada lagi yang ia punya. Hidupnya semakin hancur. Bahkan orang yang disayanginya begitu menyakitinya. Bibir Alex bergetar. Air mata mulai jatuh. Tak ada lagi yang menjadi semangatnya menjalani hari di Seoul. Di antara mantan dan adik tirinya.
Alex menangis tanpa suara. Pandangannya bahkan kosong. Seharusnya ia tidak pernah percaya pada aktor. Mereka terlalu lihai berakting. Dan yang diinginkan Alex hanya satu. Pulang. Ditemani beberapa minuman beralkohol bagus juga sepertinya.
"Alexa-ssi, kau di sini rupanya. Managermu dari tadi mencarimu kemana-mana. Ayo ke ruang tengah, makan siang sudah sampai."
Alex tidak tahu siapa yang berbicara padanya. Alex otomatis memeluk lelaki itu dan menangis lagi masih tanpa suara. "Aku mau pulang." gumam Alex. Suaranya begitu serak karena tangisannya.
"Ada apa denganmu?"
"Kumohon, aku mau pulang. Jangan tanya apa-apa padaku." tukas Alex.
"Baiklah, akan aku coba bicarakan. Sekarang, tenangkan dirimu. Aku akan segera kembali."
Alex akhirnya melepaskan pelukannya pada lelaki itu. Ia sedikit mendongak. Betapa terkejutnya ia begitu tahu bahwa ia memeluk Mark. Dapat dirasakannya wajahnya memanas. Dan segera ia mengalihkan pandangannya selagi Mark berjalan menuju produser yang tengah menyantap makan siangnya dengan nikmat.
"Boleh aku bicara padamu?" tanya Mark, sedikit berbasa-basi.
"Silakan. Dan silakan duduk."
"Begini, sepertinya Alexa-ssi sedang memiliki masalah. Bisa tidak kau mengizinkan gadis itu pulang? Ia terlihat begitu kacau dan percuma kau memaksanya tetap berakting. Bagaimana?" to the point. Mark langsung saja bicara to the point, mengutarakan yang ia pikirkan.
"Benarkah? Aduh, bagaimana ya."
"Bukankah shooting outdoor sudah selesai? Jika di dalam ruangan bisa kita lakukan kapan saja bukan?" Mark berusaha membujuk produser tersebut. Di dalam hatinya ia begitu mencemaskan gadis yang baru ia temui dua minggu-an lebih ini.
Setelah perdebatan batinnya, si produser akhirnya mengangguk. "Baiklah. Sebagai gantinya, kita shoot dance-nya setelah makan nanti."
Mark mengangguk semangat. "Baik! Aku pamit sebentar untuk berbicara dengan Alexa-ssi." Mark membungkuk kecil lalu ia berdiri dan segera berjalan mendekati Alex.
"Aku sudah berbicara dengan produser. Kau diizinkan pulang." ucap Mark langsung.
Alex memaksakan sebuah senyum. "Terima kasih banyak, Mark. Aku berhutang padamu. Aku duluan."
Alex membungkuk sekedarnya lalu mulai berjalan mencari Meili. "Ayo pulang." ujarnya tanpa basa-basi.
"Bukannya...."
"Sudah. Pokoknya antar aku pulang atau aku pulang sendiri." Alex memutar kedua bola matanya malas.
"Baiklah, baiklah. Ayo."
Meili memilih mengalah karena ia begitu cemas melihat Alex yang tampak benar-benar kacau. Sebelumnya, Alex mengganti pakaiannya dan akhirnya barulah mereka melaju menuju apartment tanpa banyak bicara.

TBC

[GOT7] Love ContractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang