Note :
Ini adalah bagian ketiga dari sebuah cerpen berjudul "The Unexpected"***
"Jade! Jade! Kau tertidur?"
Aku terbangun dalam posisi bersandar, telingaku menangkap suara seorang perempuan memanggil Jade. Dan, siapa dia?
"Jade, ayo bangun! Sebentar lagi makan malam dimulai," pintanya berjalan duluan.
"Baik, putri." Aku menepuk mulutku yang tiba-tiba berkata seperti itu tanpa ku perintah.
Memangnya dia seorang putri? Tapi dari pakaiannya terlihat mewah sekali seperti seorang putri. Dan coba lihat sekeliling! Ya Tuhan, ini adalah sebuah istana! Aku nampaknya pernah melihat ruangan ini sebelumnya, tapi dimana?
"Putri Edelweis. Raja Louis, Ratu Xena, serta Pangeran Jace telah menunggu," beritahu seorang pelayan.
Dia mengangguk. Sedangkan aku tengah berpikir keras, rasanya aku mengenal semua nama-nama ini. Jade, Xena, Jace, Louis, lalu Edelweis, bukankah itu tokoh-tokoh novel yang kubaca? Jangan-jangan aku masuk kedalam novel?!
Kami memasuki ruang makan yang ukurannya tiga kali luas apartemen ku. Disana mereka sudah menempatkan diri di tempat duduk masing-masing, sementara para pelayan berdiri berjejer di samping pintu termasuk aku. Kau tahu? Tubuhku rasanya bisa bergerak otomatis mengikuti kebiasaan Jade, sebagai pelayan pribadi Putri Edelweis. Memori milik Jade dan milikku membaur jadi satu, seolah-olah aku telah lama menetap ditubuh ini.
"Ratu, ini ramuan obat untukmu."
Tubuhku menegang. Di novel diceritakan bahwa itu bukan obat, tapi–
RACUN!Gila! Aku harus mencegah sang Ratu sebelum meminum obatnya. Ya Tuhan, apakah ini yang dimaksud peran besar dalam cerita ini? Dapat kulihat Ratu mulai mengambil cangkir berwarna putih itu. Sebelum dia menyesap teh tersebut, aku telah berlari kencang berusaha menyingkirkan cangkir tersebut.
"Jangan!!"
"Jade!!"
Teriak orang-orang disekitar bersamaan tapi tak kupedulikan. Ini menyangkut nyawa seseorang! Tak ada yang menjual nyawa di dunia ini, kamu tahu?! Cangkir kini telah pecah karena berhasil ku senggol. Aku sangat lega, tapi sepertinya hawa kemarahan kini bersiap memakanku.
"Apakah kau sadar apa yang kau lakukan, Jade?!" Kakakku, Alice membentak begitu sesampainya kami di kamar khusus pelayan.
Ingin rasanya ku sanggah dengan segala yang kuketahui, tapi rasanya mustahil. Pasti mereka tak akan mempercayaiku, bahkan akan menganggap aku berkhayal. "Kak! Aku bersumpah bahwa ramuan obat itu telah diberi racun!"
"Hentikan, Jade! Kau membuatku malu!! Gara-gara tindakan konyolmu itu kita akan dipecat!"
Tiba-tiba pintu diketuk. Seseorang berkata bahwa dirinya adalah pangeran ingin masuk ke kamar dan menyampaikan sesuatu.
"Pangeran."
Kami berdiri lalu menundukkan badan demi menghormatinya. Jadi dia yang akan terperdaya cinta? Dari tampangnya, menurutku mustahil dia gampang tertipu.
"Adikmu benar, Alice. Kami telah memeriksa semuanya dan menemukan bukti bahwa Claire adalah pelakunya. Dia adalah mata-mata musuh."
Kakakku terkejut.
"Berhentilah memarahi dia. Sekarang, tolong ikuti aku, Jade."
"Baiklah, pangeran."
Aku mengikutinya, ternyata dia mengantarku ke kamar ibunya. Sang ratu ditemani oleh Raja Louis, menatapku dengan lembut dan terharu.
"Katakan padaku bagaimana aku harus membalas kebaikanmu?"Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. "Dengan cara anda selalu sehat, ratuku."
Ratu sontak memelukku, aku tak tahu harus berbuat apa selain balas memeluknya. "Aku berhutang nyawa padamu."
"Tidak, tidak. Ini sudah kewajibanku menolong."
Iya benar. Aku wajib menolongmu karena aku tahu kisah kalian. Bukan maksudku untuk sombong, tapi aku merasa seperti seorang pahlawan tak kasat mata yang memang sengaja dikirimkan oleh Tuhan. Tanpa kami sadari, senyuman misterius muncul dari salah satu mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unexpected [ END ]
FantasyBuku itu tiba-tiba saja jatuh dihadapanku. Katanya, 'kamu adalah peran besar cerita ini'. Aku? Peran besar apa?