03. PENGAKUAN

297 29 3
                                    

03. PENGAKUAN

Kita tidak bisa mengatur hati agar jatuh kepada siapa. Semua tergantung takdir.

"Astra!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Astra!"

Panggilan dari sahabatnya di belakang sana, membuat seorang lelaki bertubuh tinggi serta putih bersih itu menoleh. Ia yang tadinya akan pergi ke parkiran untuk pulang dan melalui koridor, kini terhenti. Mengernyitkan keningnya kala sahabatnya mendekat dengan napas lumayan ngos-ngosan.

"Tra, lo nggak basket hari ini? Kok mau langsung pulang gitu?" bingung Athala karna seingatnya hari ini mereka ada jadwal ekskul basket sepulang sekolah, tapi tampaknya Astra sudah mau pulang.

"Gue nggak. Ada urusan keluarga."

"Hah? Urusan apaan? Lo nggak ada cerita sama gue!"

"Bonyok gue balik," ujar Astra dengan satu tarikan napas. "Gue pulang. Takut telat."

"Yaudah deh. Hati-hati lo, Tra!" Astra menganggukki ucapan Athala lalu melangkah pergi dari sana. 

• • •

Astra tersenyum tipis sehabis memeluk Ayahnya ala laki-laki. Sebelumnya ia juga memeluk Ibunya erat. Kedua orang tua Astra baru kembali sehabis dinas pekerjaan ke luar negri selama 3 bulan.

"Makin ganteng aja nih anak Mama," ucap Ibu Astra—Viana Jesvie—wanita berkepala 3 yang terlihat seperti wanita muda karena pakaian serta dadanannya.

Rahargo Atmaja—ayah Astra, turut duduk di samping Viana begitu pun Astra dan adik perempuannya—Keyesie Vieha Atmaja—yang berusia 4 tahun. Mereka kini berada di kediaman keluarga besar Atmaja yang kini ditinggali oleh Nenek Astra, kedua orang tua Astra, Astra sendiri, dan Adiknya. 

"Bang As kenapa nggak ikut sih ke London? Asik tau!" ujar Keyes yang kini berpindah ke pangkuan Astra.

"Abang sekolah. Kamu 'kan nggak sekolah. Makanya bisa ikut," jawab Viana.

"Ih siapa bilang Key nggak sekolah? Key nanti daftar TK di sini lho! Bulan depan ‘kan Key udah 5 tahun, Mama,"

Astra menanggapi dengan senyuman tipis sambil mengusap puncak kepala adiknya. "Jadi anak yang pintar, ya, Key,"

"Siap, Abang ganteng!" kata Keyes dengan hormat, yang ditanggapi senyum manis semua anggota keluarga.

"Oh iya, ayo pada makan, Bi Isabel udah siapin makanan banyak," ujar Armita—nenek Astra yang berdiri dari duduknya langsung dibantu oleh Astra dan Rahargo.

• • •

Dengan sangat gesit, lelaki bertubuh tinggi dengan jersey kebanggaannya yaitu basket, tengah mendribble bola hingga ia lempar masuk ke dalam ring. Senyum sumringahnya membuat tim lawannya kali ini mendengus sebal. Bukan tim lawan sebetulnya, mereka hanya berlatih saja.

FATAMORGANA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang