• Ridicule •

6 3 0
                                    

Sesuai kenyataan, keterampilan dari pemuda bangsawan itu, tak pernah diragukan lagi. Meski hal tersebut ada saja yang tak pernah mempercayainya.

Ataupun mengenalinya, sedikit aneh tapi sudah biasa. Namun, ini kisah berawal daripada seseorang gadis yang mengejeknya.

Padahal tahu sifat aslinya, tapi batang hidungnya tetap memunculkan sifat menyebalkan.

"Apa-apaan, katamu? Keterampilan itu bukan sesuatu yang patut dibanggakan terus," ledek figur itu, mulai menarik amarah dari si adam.

Jika pun sosok tersebut bukanlah perempuan, mungkin area taman akan menjadi area perkelahian. Untuk saat ini, tetap mencoba menahan amarah.

Meskipun terasa sangat aneh, bila tak menantangnya. Tentu saja, dia akan mencoba menentangnya.

Hal tersebut hanya untuk, menunjukan keterampilan juga kemampuan dari keduanya. Sedikit tergesa-gesa, mungkin tak akan bertahan lama.

"Cih, kalau begitu ayo membuat tantangan."

Pada akhirnya, dia akan menantang. Tunggu, ini pernah terjadi tapi bagaimana pun juga, kurang lebih sangat, sangat, membuang waktu.

Baiklah, hal tersebut memang tak akan bertahan lama. Juga pada akhirnya, terlihat beberapa orang datang dari arah belakangnya sosok lelaki surai darah atau mungkin lebih terang itu.

"Ten-gen-ji!" Sedikit mengganggu indra pendengaran, ketika mendengar seseorang teriak.

Tangan seseorang memegang pundaknya sembari memanggil, "Tengenji."

Sosok itu menghentikan aksi kekesalan tak berguna dari rekannya. Benar, mereka adalah rekan satu tim. "Huh? Nayuki-san?"

Entah kenapa pandangan mereka, langsung memandang ke arah sosok lelaki yang dipanggil dengan nama marga itu. "Oi, Nayuki kau kenal dirinya?"

"Yah, karena [Full Name]-chan adalah teman adik-adikku."

Figur lelaki surai krem itu mulai menjelaskan. Tetapi, pemuda di sana masih tak percaya. "Hah? Teman mereka?"

Memutar manik matanya malas, berpikir untuk apa mereka bisa berhenti di tempat itu saja. Sedangkan langit, mulai menaburkan pewarna senja.

"Mmn, apa yang terjadi?" tanya seorang dengan rambut cokelat kebingungan, terhadap apa yang sedang terjadi.

Melirik sosoknya disana, entah mengapa sedikit familier tapi dia urungkan niatnya. Akan buruk jika penglihatan malah tak merestui hubungannya.

Benar, hubungan antar wujud yang dilihatnya. Bagaimanapun juga si gadis bernama [Full Name] itu, menggunakan kacamata.

"Entahlah."

"Tidak perlu diketahui, biarkan saja."

"Oi?!" gertaknya, mulai berada dipuncak emosi.

Menghela napas panjang, tidak tahu mengapa berakhir menjadi penengah lagi dari masalah seperti ini.

Padahal ia sudah lelah akan kebisingan yang diperbuat. Meskipun, tak mengucapkan secara langsung ia cukup bahagia dengan keadaan sekarang.

"Yare yare."

Mengalihkan pandangan, ke arah temannya yang lain setelah tertawa renyah. "Ahaha. Oh, iya bagaimana kabar kakak mu, [Name]-chan?"

Menoleh meski begitu, tinggi [Name] tidak juga setara, mungkin hanya berbeda berapa senti saja. "Hmn, dia? Sampai sekarang masih belum kabar. Tak apa, dia gila kerja."

Dia mengacak-acak surai belakangnya, entah mengapa terlihat kesal sendiri. "Ehh? [Name]-chan ...." Nayuki dibuat kaget ketika mendengar hal seperti itu lagi.

Mengingat pernah berkomunikasi, jadi memungkinkan saja hal tersebut bukan yang pertama kalinya.

"Lalu maaf, tantangan seperti itu akan membuang-buang waktuku, permisi. Sampai bertemu lagi, Nayuki-san."

Setelah melirik ke arah Tengenji di hadapannya, mulai mengalihkan pandang ke arah Nayuki. Hingga akhirnya bergegas pergi meninggalkan sosok mereka.

Tetap saja, Tengenji masih saja kesal akan pernyataannya itu sebelum pergi. Meski ia sendiri yang malah pada akhirnya terbawa emosi.

"Apa-apaan rakyat jelata itu?" cibir lelaki tersebut.

Sudah pada dasarnya, dia menjelaskan bahwa semenjak kecil diberikan latihan neraka. Hanya saja si gadis tak percaya.

Bagaimana pun juga, masa kecil pastilah akan berada dalam kebebasan semata. Bukanlah dikekang demi untuk mengasah bakat terpendam mereka.

Benar, penyataan kasar akan keterampilan dan kemampuan yang dimiliki oleh si lelaki tersebutlah, dari [Name] membuat diri berada dalam emosi tersulut.

Menatap ke arah Tengenji khawatir, Nayuki pun terlihat mencoba memberitahukan sesuatu. "Tengenji-kun, maaf ya ... untuk hal itu. [Name]-chan memanglah seperti itu," jelasnya.

Baru saja tersulut emosi, ditambah lagi mendengar perkataan Nayuki. "Hah? Kenapa malah kau, yang meminta maaf untuk kejadian tadi?" tegurnya dengan suara agak berbeda.

"Apa hal itu sangat serius, ya?"

"Hah?!"

"Mungkin."

"Oi."

Menghentikan perdebatan yang mungkin akan berlangsung lebih lama, pada akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke asrama.

Waktu itu, mereka berada di ruang biasa di mana mereka berkumpul semua. Entah kenapa, tim Hiiragi, juga dua member tim Yuzuriha dan tim Sazanami malah ikut datang.

"Mmn, [Name], [Name]. Oh! [Full Name]-chan?"

Pada akhirnya pandangan melirik ke sosok dia. Sementara rekan timnya tetap saja mengulas senyum, meski ada beberapa yang tiba-tiba menegur.

"Kau kenal, Toraishi?" tanya si surai ungu gelap di samping dirinya.

Menoleh sekilas, tangannya mengusap leher belakang. "Yah, tidak terlalu. Dia lumayan berbeda seperti gadis-gadis lainnya," ujar pemilik nama itu, Toraishi.

"Dia menyebalkan!"

Tiba-tiba berteriak kesal, hal tersebut datang dari sosok Ugawa Akira dengan wajahnya yang merengut. "Oh, ya. Hari itu aku bersama Ugawa bertemu dengannya," sambung Toraishi.

Entah mengapa Tengenji ikut setuju, dengan perkataan Ugawa. Meskipun yang akhirnya tak direstui oleh pernyataan tadi selepas pergi ke luar.

Mendobrak pintu, mendapati seorang lelaki surai hijau. "Woof, woof! Tengenji! Kau dicari seseorang!" Perkataannya tiba-tiba seperti itu membuat alis milik Tengenji mengernyit.

"Hah?"

To be continued

BLOOMING! Tengenji Kakeru. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang