Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum Wr. Wb,Hanya sekedar mengingatkan jika ide cerita murni milik penulis, sedangkan visualisasi karakter hanya milik Tuhan, keluarga, SMEntertaiment, NCT, dan dirinya sendiri.
Dimohon kebijakannya untuk segala sifat tokoh dalam cerita tidak dibawa sampai kedunia nyata.
Mohon maaf apabila ada kejadian, nama, atau tempat yang serupa, bukan merupakan unsur kesengajaan.
Selamat membaca ✨🌸
.
.
.
"Shadaqallahul-'adzim'.." Fidya menutup dan mencium Al-Qur'annya dengan lamat, meresapi ketenangan yang menjalar setelah melantunkan beberapa ayat dalam kitab yang diimaninya. Rasanya hatinya menghangat setiap kali membaca kalimat-kalimat yang telah Allah firmankan dengan segala kebenarannya. Alhamdulillah, hatinya melirih lagi.
Betapa beruntungnya ia terlahir dalam keindahan iman yang telah Penciptanya berikan. Setiap kali ia terjatuh, pertolongan-Nya tak pernah hilang.
Fidya menatap langit senja yang merona, hiruk piruk seruan anak-anak santri yang sedang bermain setelah selesai menyetorkan hafalan bergema dihadapannya. Perempuan dengan jilbab biru langit itu tersenyum. Tidak pernah ia sangka akan masuk dalam lingkungan yang indah ini, berada diantara kebaikan ini.
Meski dirinya terlahir dikeluarga yang tidak jauh dari agama, tapi berada dipondok pesantren ini membawa pandangannya merasa ia masih sangat jauh dengan Allah. Dan setelah berada dalam lingkungan ini, Fidya merasa Allah mendekapnya begitu erat dengan kasih-Nya. Tiada Tuhan selain Allah, dan benar Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Masyaallah, segala puji bagi Allah, Penguasa seluruh alam semesta.
Tiba-tiba bahunya ditepuk pelan oleh seseorang, Fidya menoleh dan mendapati wajah si jahil Dinda tengah tersenyum kepadanya. Fidya balas tersenyum hangat. Dinda itu sudah ia anggap adiknya sendiri, karena setiap kali melihat tingkah dan tawa bebasnya membuat Fidya teringkat pada adiknya yang berada jauh darinya saat ini. Dan kehadiran Dinda membuat sedikit rasa rindu yang membelenggu tergantikan tawa.
"Ada apa Din?" Tanya Fidya.
Dinda mendudukkan dirinya disamping Fidya, sembari memakan kripik, dia menjawab. "Teh Windy sudah selesai setoran hafalannya kak, tinggal kakak saja yang belum setoran." Katanya tidak terlalu jelas karena masih mengunyah.
Fidya menggeleng kecil, "Kunyah dan telan dulu makanannya, jangan dulu berbicara, tidak baik Din." Tegurnya pelan.
Dinda hanya tertawa tanpa dosa, memperlihatkan giginya yang berjajar rapih pada sang kakak tingkat tercinta.
"Maaf kak hehe.. habis jajanan ini enak sekali. Dan aku juga sedikit lapar sih, soalnya bu Yanti masaknya suka lama." bisiknya. Sengaja tidak bicara secara gamblang, takut bu Yanti, kepala dapur dipesantren mendengar. Bisa-bisa nanti jatah makannya dikurangi.
Fidya terkekeh mendengar ucapan Dinda. Dasar saja anak itu banyak makan, itu sebabnya dia cepat lapar.
"Kamu cepat lapar karena selalu menjahili santri lain mungkin."
"Mana ada? Aku ini santriwati yang baik loh kak. Kalau kakak cari santri jahil ya kak Haikal bukan aku."
"Iya laki-lakinya Haikal, yang perempuannya kamu, cocok bukan?" Goda Fidya dengan nada jahil.
Dinda gelagapan disebut seperti itu, wajahnya samar-samar dirambati rona merah.
Fidya mengulas senyum lagi, lalu ia bangkit dari duduknya. "Yasudah, kalau begitu kakak setor hafalan dulu ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
LAFAZ
Fiksi PenggemarFidya tahu maksud dan tujuan Maalik baik, namun bagaimanapun ia masih mempunyai kewajiban kepada orangtua dan adik satu-satunya sebagai tulang punggung keluarga, pun tentang mimpinya melihat setiap penjuru dunia. bagaimana ia harus menetapkan piliha...