Hope | JHS ‼️

342 70 84
                                    


(Di judul aku kasih warning karena sedikit menyinggung percobaan bunuh diri)

Haiii aghu kembali dengan
os jeyoppp.. Oleng aku
sama mamasnya, feed
instagramnya cakep
beneeerr 😭❤ seperti biasa,
diharapkan memencet tombol
vote ketika selesai
membacanya ya darlings,
gratis looo ga bayar...
Biar aku semangat update os
lainnya lagi 😁
(oh iya, jangan lupa diputer
mulmednya, dijamin
makin ngefeel ❤)

Pertama kali dia menyapaku adalah ketika rintik hujan meluncur bebas dari tepian atap seng gubuk reyot di pinggir pantai. Bau asin laut dan jamur di dinding papan turut menguar, menjadi 'sekapur sirih' pertemuan kami di kala itu.

Dia tertawa, aku juga, karena betapa keras pun kami berusaha menghindari tempias hujan, tangisan langit itu tetap saja menemui jalannya mengguyur kepala kami. Memang gubuk ini sudah tak layak huni meski untuk sebatas berteduh, tapi hanya ini satu-satunya hal yang logis bagiku---dan bagi dirinya---ketika berusaha sembunyi dari guyuran hujan.

"Namaku J-Hope."

"Jay ... Hope?" Jidatku berkerut, dia pasti tahu nama itu terdengar aneh bagiku.

Dia terkekeh, "Ditulis J dan Hope. Harapan," jelasnya. Jemarinya turut membuat gerakan imajiner berbentuk huruf J kapital. "Aneh, ya?"

Demi tata krama pertemuan pertama, aku menggeleng. "Tidak, jika dibandingkan dengan nama instagram sepupuku. Abcdefghi__lmnopqrstuvwxyz," jawabku sekenanya, meskipun itu memang fakta.

J-Hope kembali tertawa renyah. Langit kelam dan air langit yang tengah rebas membuat senyuman itu seolah substitusi dari matahari yang sedang hilang sementara.

"Oh, ya, namaku Kyungmi, Oh Kyungmi," beritahuku.

"Kyungmi?" kali ini jidat J-Hope yang bergelombang. "Wah, kecantikan dan kehormatan. Arti namamu bagus sekali. Orang tuamu pasti bahagia ketika kau dilahirkan."

Seumur-umur, baru kali ini aku peduli dengan arti namaku. Memang dari dulu tidak pernah dan tidak ingin peduli. Aku dilahirkan dan hidup dalam masa kelam orang tuaku. Kami terlilit hutang rentenir, dan ibu bekerja sampai mati untuk membayarnya, benar-benar sampai mati. sementara ayahku lebih memilih melarikan masalahnya pada alkohol, obat-obatan terlarang, dan wanita-wanita malam.

Aku sendiri dititipkan di panti sosial sejak berusia tiga belas, hingga kembali pulang di saat satu-satunya memoar yang tersisa dari ibuku hanya sebingkai hitam foto wajah tanpa warna yang harus kuletakkan di sebelah guci abunya. Kalau ayahku, biar mati anjing. Dia mau di mana pun, aku tak peduli. Jadi, mencari tahu arti nama adalah hal paling terakhir yang mungkin akan kulakukan.

"Kyungmi?"

"Eh, y-ya?"

"Sebenarnya mobilku terparkir tidak jauh dari sini. Apa kita terobos saja hujan sialan ini? Lalu masuk ke mobilku?"

"Ya?" Apa pria ini serius?

J-Hope mendengkus senyum geli. "Wah, Kyungmi. Sepertinya 'ya' adalah kata favoritmu, ya?"

"Bukan begitu ..."

Lalu, kujelaskan mengapa ajakannya itu terdengar sama anehnya seperti namanya. Karena itu, J-Hope balik menjelaskan, dengan sedikit salah tingkah tentu saja, bahwa kondisi kami yang separuh kuyup jelas tidak bagus jika terus-terusan terkena paparan angin dingin. Jadi dia mengajakku berteduh dengan lebih pantas pada sebuah kafe yang tak jauh dari sini. Ada benarnya juga omongan si J-Hope ini. Pantai, hujan, dan musim dingin adalah gabungan yang mengerikan.

Dua puluh menit setelahnya, kami sudah duduk dengan tak nyamannya pada kursi kafe, saling berhadapan. J-Hope masih berusaha mengeringkan rambut hitam pendeknya dengan tisu dari atas meja (yang menurutku itu termasuk usaha yang sia-sia, mau seberapa banyak tisu yang ingin dia habiskan?), sedangkan aku sibuk meniup-niup kepulan asap dari minumanku.

When It Rains | BTS Oneshoot CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang