Splendid Dreadfulness | JJK+MYG

437 61 99
                                    

Siapkan tissue buat lap-lap
water eye ya gaes 😅🙏🏻

.

.

.

"Apa yang terjadi jika kita mati?"

Ayah menukar titik pandangnya, dari hujan yang merintik teratur dan tidak terlalu lebat di luar jendela, kini menatapku dengan senyum tipisnya.

"Kenapa? Apa pertanyaanku aneh? Kenapa ayah menatapku dengan senyum seperti itu, oh, aku tidak suka," Tidak marah, aku mengatakannya dengan senyum yang turut lolos di sela-sela kata.

"Tidak," Ayah menggeleng, "hanya saja kau selalu penuh pertanyaan ajaib, dari sejak kau lancar berbicara. Kau mirip ibumu kalau sudah penasaran."

Ah, menyebut ibu lagi. Padahal ibu adalah topik yang sedang ingin kuhindari hari ini.

Ayah lantas mengedik kepala ke samping satu kali. Itu kebiasaannya setiap akan mengucapkan sesuatu yang menurutnya menarik. "Aku tidak bilang ini sesuatu yang pasti, anggap saja ini versi ayahmu sendiri, jadi..." Ayah mengatur posisi tangannya yang sedang terlipat di depan dada sekilas, lalu menatap jauh ke pangkal hujan, "...menurutku---ehem---versiku, semua terjadi bertahap. Maksudku, pertama, jantungku mulai melambat dan akhirnya berhenti berdetak. Kemudian organ-organ tubuhku akan kehilangan fungsinya, satu persatu. Tapi otakku..."

Ayah menarik nafas panjang dan mengeluarkannya melalui mulutnya yang separuh terbuka. Kalimatnya menggantung untuk beberapa saat, sedangkan sorot matanya mulai redup, tak setajam semula saat memandangi langit kelabu di atas pohon pir yang tumbuh di pojok halaman rumah kami.

"Kenapa?" tanyaku penasaran.

Ayah menjawab, "Otakku mungkin akan mati lima menit sesudahnya. Dan sementara waktu, kelenjar pinealku---kau tahu apa itu kelenjar pineal, Jungkook? Itu tempat di tengah-tengah otak di mana zat-zat halusinogenik diproduksi, yang mengalirkan semacam senyawa bernama DMT hingga kau mendapat mimpi yang besar sebelum kau meninggal. Mimpi seperti, melihat kilas balik masa lalumu, mana saja momen-momen terindah di dalam hidupmu, hal-hal yang sejujurnya ingin kau saksikan, atau kau alami lagi sebelum kau mati. Dan kau tahu apa?"

Ayah memutar badannya, menghadapku yang kini mulai lekat menatapnya.

"Senyawa DMT," lanjut ayah, "akan terproduksi massal menjelang kau mati. Itu semacam last attempt, atau percobaan terakhirnya untuk membuat otakmu tetap sadar. Karena itu, banyak orang-orang menjelang ajalnya yang seperti melihat sesuatu di luar nalar."

Aku mengangguk kecil beberapa kali, "Jadi begitu."

"Mendapatkan apa yang kau mau?" Ayah bertanya untuk memastikan.

"Kurang lebih," jawabku, dan itu membuat ayah tersenyum simpul. "Sekarang, setelah kita benar-benar mati, apa yg terjadi? Pada tubuh kita, pada sisa-sisa jasad kita? Aku tidak mau jawaban seperti guru biologi, beri aku jawaban spektakuler lainnya," tuntutku.

Ayah merupakan dosen Tehnik Pertambangan di universitas kenamaan. Dia pintar, tentu saja, jadi aku sengaja menagih jawaban yang tak biasa. Di depan nama Ayah turut tersemat sebutan Profesor, meski dia selalu menolak agar tulisan 'Dr' dibubuhkan setelahnya dan 'PhD' mengekor di ujungnya. Jadi namanya hanya sebatas Prof. Min Yoongi, tidak ada embel-embel lain meski Ayah sudah menutut ilmu hingga ke tiga negara berbeda.

Ayah terkekeh. Tidak bisa dibilang terkekeh juga, sih, mungkin tergelak samar lebih pas menggambarkan suara dan mimik wajahnya saat ini. Wujdnya seperti seorang ayah muda yang mendapati anak lelaki berusia lima tahunnya memakai kacamata dan sepatu miliknya yang kebesaran, berusaha terlihat seperti lelaki dewasa versinya sendiri.

When It Rains | BTS Oneshoot CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang