Hellowinn 12

14.7K 2.6K 1.2K
                                    

21k votes dan comments buat next part ya! jangan lupa rekomendasiin ke temen-temen <3

Hellowinn 12

__________________

The Cure to His Pain

Winnie bangun tengah malam tanpa alasan yang jelas, lagi. Dan Gardian tidak ada di sisinya, lagi. Cowok itu tidak juga berminat untuk tidur rupanya. Sementara di luar hujan deras, kilat-kilat menyambar bisa Winnie lihat dari balkon kamar yang dindingnya kaca anti peluru. Tidak ada Gardian di sana, atau jangan-jangan Gardian tidak ada di sini.

Namun, rasanya, Gardian tidak akan meninggalkan Winnie.

Jadi Winnie berjalan dalam remang-remang apartemen Gardian, memeluk bantal dan memakai t-shirt besar milik cowok itu, yang satu sisinya miring terlalu dekat ke perpotongan lengan dan bahu Winnie. Ada beberapa ruangan tak berpintu di apartemen ini, jadi Winnie bisa melihat isinya sambil lewat, lantas menemukan Gardian di sisi lain ruangan yang dindingnya masih kaca.

Gardian duduk menghadap piano klasiknya yang tegak gagah di dekat dinding kaca itu. Winnie bisa dengar alunan sedih dari piano Gardian, yang membuatnya sempat berhenti sebentar untuk memastikan bahwa alunan ini berasal dari lagu milik Keshi yang Gardian bawakan dengan piano.

Maybe we never make it through. Say that you give another you. Well, I won’t take it. Or maybe I will. ‘Cause you never know until you do. If I had to guess, I think it’s you. So, if I fake it. Would it be true?

“Maybe we’ve been a little too caught up in things that don’t matter as much as we thought. Maybe we’ve been a little too guarded in things that have hurt us a little bit more than we thought.” Gardian menyanyikannya kali ini, seolah tahu bahwa Winnie sempat mengikuti dalam hati. Cewek itu duduk di samping Gardian, mengambil sisa pada kursi yang cukup panjang.

“Kenapa bangun,” Ada jeda pada pertanyaan Gardian tepat sebelum dia menyebut nama Winnie di akhir kalimat. “Owi?”

Mungkin karena Gardian tidak pernah ada di ranjang itu, jadi Winnie secara naluriah merasa ada yang kurang dan tidak beres. “Lo harus tidur juga,” jawab Winnie tenang.

Gardian menghentikan gerak jari pada tuts, dia tersenyum miring sekilas sambil mendengkus. “Gue nggak bisa, Winnie.” Kali ini Gardian menyebutkan nama Winnie dengan benar lagi.

“Lo mau mati?” tanya Winnie hampir kelepasan terdengar sangat marah.

Lagi, Gardian hanya mendengkus geli. Ada jeda lama sekali di sana. Gardian melihat jauh pada lampu-lampu gedung di balik dinding kaca. Kemudian dia berdiri, mengulurkan tangan dengan penuh hormat pada Winnie. Setelah disambut, Gardian memimpin cewek itu untuk kembali ke kamar. Walau tidak peduli dicoba seribu kali pun, Gardian tetap tidak mungkin bisa tidur.

“Gardian,” panggil Winnie setelah mereka sama-sama masuk kamar. Gardian hanya berdehem menjawabnya. “You feel so blue,” Winnie berujar pada akhirnya, setelah sekian lama bertanya-tanya dan bingung apa yang terjadi pada Gardian belakangan.

“Do I?” Gardian hanya merespons seperti itu, pertanda dia tidak ingin membahas hal ini.

“And you never talk about yourself.”

Sampai Winnie duduk di tepi ranjang, melepas sandal tidur yang Gardian belikan; sandal berbulu dengan kepala kelinci, cowok itu tidak juga memberi tanggapan. Mungkin tidak sopan kalau Winnie memaksa, tapi dia tidak tahu apa-apa tentang Gardian.

“You, too,” tutur Gardian setelah menyesuaikan suhu ruangan untuk Winnie.

“But you already know everything about me,” Winnie membantah, karena benar adanya bahwa dia tidak pernah menceritakan banyak hal pada Gardian. Tapi pada akhirnya Gardian tetap tahu semua tentang Winnie, entah siapa sumber informasi cowok itu.

HellowinnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang