Part 13 - Bunga Yang Telah Gugur

42 4 15
                                    

"Semuanya sudah berakhir..."

Samar-samar ia mendengar derap langkah kaki dan menghilang dibalik suara debuman pintu.

Danendra memejamkan matanya pelan dan menarik nafas dalam, hanya itu yang teringat jelas di memorinya. Entah itu mimpi atau memang benar Freya yang mengatakannya karena semenjak insiden itu dirinya tak pernah menjumpai Freya lagi seakan dirinya ditelan bumi.

Ketika di hari dirinya tersadar hanya ada bunda dan Sarah beserta dengan ayahnya. Mereka bertiga tersenyum lega, namun iris matanya memandang ke seluruh ruangan mencari sosok yang telah ia nodai namun masih menolongnya ketika dirinya sekarat. Ia masih menunggu kedatangan Freya yang mungkin saja mau menjenguknya, namun setelah ia melakukan operasi pun kehadirannya tak kunjung datang. Perempuan itu tak ada, tak akan ada lagi di hidupnya.

Dan pasca itu juga hubungannya dengan kedua orangtuanya membaik, dia diperlakukan seperti putra kecil yang amat disayangi. Terlebih hubungannya dengan Sarah pun disetujui, dan soal rencana pernikahan dengan Freyha dibatalkan dan tanpa ada jejak sedikitpun dari masalah itu. Dia masih bertanya-tanya, alasan apa yang dipakai untuk dipahami orang-orang. Disetiap akhir pekan mereka akan pergi berlibur bersama ataupun makan malam bersama, sesuatu rutinitas baru untuk keluarga mereka.

Jika dulu rutinitas makan malam bersama Freyha sekarang dengan Sarah, dan posisi Freyha benar-benar tergantikan oleh Sarah. Begitupun dengan ibunya yang menerima Sarah dan mereka berdua sering menghabiskan waktu bersama.

Danendra memandang sisa-sisa air hujan di kaca kantornya sembari pikirannya melayang dengan rasa bersalah yang semakin menggerogoti hatinya. Empat bulan sudah berlalu setelah hal bejat yang ia lakukan kepada Freya, harusnya ia senang perempuan itu benar-benar hilang dari kehidupannya. Tapi hatinya terasa kosong seperti ia amat merasa kehilangannya.

Ingin sekali dia melihat wajah teduhnya yang selalu tersenyum manis padanya, setidaknya memastikan kalau dia baik-baik saja. Tapi bukankah ini yang ia mau? Membalas kesakitan yang selama ini ia rasakan dengan melakukan hal tak terpuji itu. Ya, itu pantas didapatkannya. Lagi egonya membenarkan apa yang ia lakukan benar dan lupakan rasa bimbang itu. Tegasnya dalam hati.

Namun lagi-lagi hatinya menginginkan melihatnya mungkin karena rasa bersalah itu yang membuatnya seperti ini. Mengehela nafas berat lalu menyugar rambutnya yang mulai memanjang, ia tersentak tatkala mendengar suara Sarah yang memanggil namanya.

Kini wanita yang amat diinginkannya berdiri di depannya tengah tersenyum amat manis yang dimilikinya, namun tetap saja senyuman manis itu tak mampu menggetarkan hatinya yang tengah goyah ini. Pada akhirnya dia mengakui kalau ia merindukan senyuman manis yang selalu diiringi dengan binar mata bulat jernih yang hanga dimiliki Freyha. Di mana kah kamu Freyha?

Sarah berdiri di depan Danendra yang masih diam terpaku, pikirannya berkelana. Pasalnya akhir-akhir ini dirinya merasa sikap Danendra mulai berubah padanya, dia pun tak tahu karena apa. Harusnya kepergian Freya yang sudah tidak ada di hidup mereka melegakan, apalagi sudah mendapat lampu hijau dari orangtuanya Danendra.

"Danendra," panggil Sarah padanya, tapi tak ada sautan darinya.

"Danen..." Lagi panggilnya.

Danendra mengerjapkan matanya dan tersadar lalu ia menggelengkan kepalanya, kembali menghela nafas pelan dan mencoba fokus memandang Sarah.

"Hari ini jadwal kontrol ke rumah sakit," tukasnya mengingatkan. Danendra menganggukkan kepalanya.

"Apakah kau baik-baik saja?" Lanjutnya, kembali Danendra mengangguk.

"Maaf, akhir-akhir ini aku sulit untuk fokus..." Keluhnya.

Sarah memandangnya khawatir. "Aku baik-baik saja." Ucapnya meyakinkan.

Freyha & Cahaya MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang