Married Because..

02: Lamaran dan Pernikahan

Temen-temen kalo aku keliru mohon di benahi, ya. Kasih tau baik-baik aja soalnya aku juga masih minim banget masalah ilmu. Aku udah searching ke google dulu. Ada beberapa pendapat ulama yang berbeda. Ada yang mengatakan boleh menikahi wanita hamil karena diperkosa laki-laki lain dengan catatan tidak boleh menggaulinya selama bayi itu belum lahir. Jadi kalo ada yang tahu tentang penjelasan boleh ya dibagi ke aku lewat chat 🥰

.....

Sore hari, tepat pukul 04.20 ba'da ashar, keluarga Arshaka tiba di kediaman keluarga Dynara.

Pria itu mengenakan kemeja berwarna navy dengan celana bahan hitam. Rambutnya disisir ke belakang sehingga menampilkan jidatnya yang licin.

Saat ini, mereka tengah berkumpul di ruang tamu. Ada Arsahaka, kedua orang tuanya, serta Dynara dan juga ibunya.

Mereka sudah sepakat untuk menikahkan Shaka dan Dynara dua minggu dari sekarang.

Tidak ada pesta. Itu adalah keinginan Dynara yang disampaikan oleh ibunya. Mereka hanya menginginkan pernikahan sederhana yang dihadiri keluarga terdekat saja.

Di zaman modern ini, gunjingan para tetangga itu sering kali terdengar. Tidak semua, memang, tapi kebanyakan manusia itu selalu mempertanyakan perihal anak gadis tetangga lainnya yang tiba-tiba menikah. Misalnya seperti 'anak si ibu itu tiba-tiba nikah, jangan-jangan hamil duluan lagi,' dan masih banyak lagi. Tapi ini bukan saatnya mendengarkan apa yang tetangga katakan. Biarlah mereka mengatakan sesuka hati mereka, yang terpenting kita sudah berusaha memperbaikinya.

"Jadi bagaimana? Dynara mau meminta apa sebagai mahar? Insya Allah kami siap memberikannya." Itu adalah suara ibu Shaka. Perempuan paruh baya yang mengenakan gamis biru dengan hijab syar'i berwarna senada.

Dynara masih diam. Sedari tadi, dia memang tidak bersuara. Dia hanya akan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban ketika mereka bertanya.

"Dynara tidak meminta mahar yang berat, insya Allah, apapun itu, dia menerimanya dengan ikhlas." Ibu Dynara menjawabnya.

Ibu Shaka yang melihat Dynara pun mendekati Dynara, dia memegang tangan gadis itu.

"Nak, angkat kepalamu." Dynara mengangkat kepalanya, iris mereka bertemu. "Cantik," Pujinya seraya tersenyum ramah.

Itu bukan kebohongan. Dynara memang sangat cantik. Hijab berwarna hitam itu membuat kulit Dynara nampak semakin putih.

Ibu Dynara memang sengaja memakaikan hijab pada putrinya. Keluarga Shaka itu setau dirinya merupakan keluarga yang lumayan taat pada aturan agama. Itu juga merupakan salah satu alasan mengapa beliau memiliki banyak harapan pada Shaka. Dia berharap, pria itu mampu mengubah Dynara dan membimbing putrinya. Dynara termasuk gadis yang masih menutup-buka hijab. Katakan saja itu salah dirinya yang memang kurang bisa mendidik anak. Dia sibuk bekerja untuk membiayai kehidupan dirinya dan Dynara sehingga tidak bisa memantau pergaulan anaknya.

"Gak salah pilih emang Shaka." Ibu Shaka terkekeh pelan, penuh arti. sementara Shaka terlihat salah tingkah. Pria itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Sedari tadi, Shaka menahan dirinya untuk tidak menatap Dynara. Dia selalu menundukkan kepalanya atau melihat ke arah lain.

Ibu Shaka merasa prihatin melihat Dynara. Dia itu bukan tipe ibu-ibu seperti kebanyakan diluar sana yang suka menggosip ketika mengetahui ada perempuan yang hamil di luar nikah. Tidak. Dia justru merasa iba atas apa yang menimpa Dynara. Toh itu tidak bisa dikatakan sebuah perzinahan. Itu murni pemerkosaan jika melihat kondisi Dynara saat ini.

Ibu Shaka juga tidak menentang niat Shaka untuk menikahi Dynara, terlebih Dynara itu anak dari temannya. Yang dia takutkan pada awalnya adalah dia takut jika suatu saat ada pertengkaran rumah tangga, status Dynara saat ini akan diungkit nantinya.  Tapi Shaka meyakinkan ibunya. Dia bukan pria seperti itu. Dia yakin untuk menikahi Dynara. Selain karena dia memang jatuh hati pada gadis itu, dia juga tidak sanggup ketika memikirkan gadis yang selama ini selalu mengganggu konsentrasinya itu harus menderita sendirian.