08 - Kepergok

382K 27.1K 5.3K
                                    

Jam berapa kalian baca part ini?

°•°•🖤°•°•

Membanting pintu kelas yang jelas-jelas sudah terbuka, Veilla masuk ke dalam kelas dengan tangis yang tertahan. Gadis itu mendaratkan pantat ke kursi, melipat tangan ke atas meja dan membenamkan wajahnya di sana.

Bianca dan Rachel yang membuntuti Veilla langsung duduk di samping sahabat mereka itu, mencoba menenangkan dengan merangkul tubuh Veilla sesekali menepuk-nepuk punggung gadis itu.

"Udah, Vei, gausah nangis. Keknya si bangsat Ziano emang gak pantes buat lo! Bisa-bisanya dia lebih milih meluk Nadine dari pada lo, istrinya sendiri!" kesal Bianca.

Rachel mengangguk setuju. "Dan menurut gue tindakan lo nampar Ziano gak tepat."

Spontan Veilla mengangkat kepalanya, diikuti Bianca yang langsung menoleh heran ke arah Rachel.

"Gak tepat pala lo peyang! Udah tepat banget itu mah!" timpal Bianca.

"Maksud gue kenapa gak sekalian lo gebuk pake benda tumpul aja kepalanya!"

"Ehhe," kekeh Veilla ditengah isak tangisnya, membuat Bianca dan Rachel ikut-ikutan tertawa.

Tak berselang lama dari ambang pintu Farhan berlari kecil menghampiri meja Veilla, dengan sebuah kotak kecil di tangannya, kotak P3K yang baru saja ia ambil dari UKS.

"Vei, yang mana yang luka? Atau yang sakit?" panik cowok itu keteteran, meraba-raba lengan dan wajah Veilla.

Meraih pergelangan Farhan, gadis itu menjauhkan tangan Farhan dari wajahnya, dia mengusap wajahnya yang basah karena air mata, lalu tersenyum simpul.

"Gada, Han. Makasih udah cemasin gue."

Farhan menghela napas lega. "Btw kalian udah tau belum? Nama kalian bertiga ada di mading, di daftar list nama siswa yang diikutkan ke Bogor besok untuk nyemangatin anak Basket yang mau tanding."

"Gue gak ikut," jawab Veilla spontan.

"Karena masalah tadi?"

Gadis itu mengangguk.

"Nadine gak ikut kok, Vei, namanya gak ada di list. Lagian Ziano juga naik mobilnya sendiri. Ayolah perjalanan gaseru kalo gada kamu."

Rachen berdehem. "Gaseru apa gabisa jauh dari Veillah, nih?"

Bianca terkekeh. "Opsi kedua pastinya."

Wajah Farhan berseri, pipinya memerah, cowok itu menunduk malu. Lalu Veilla menepuk gemas lengan kedua sahabatnya.

"Apaan, sih, lo berdua!" sungut Veilla.

***

Dengan motor vespa kesayangannya, Farhan menawarkan diri untuk mengantarkan Veilla pulang. Karena gak enak mau nolak, gadis itu mau-mau aja nerima tawaran Farhan.

Menyadari jika sejak istirahat pertama sampai jam terakhir tadi Veilla tidak keluar dari kelas, Farhan berinisiatif untuk membelokkan motornya ke penjual bakso di pinggir jalan.

"Farhan, kok berenti di sini? Langsung anterin gue pulang aja, deh," ucap Veilla.

"Laper, nih. Makan dulu, yuk, aku yang bayar."

Veilla diam cukup lama, gadis itu tau maksud Farhan mengajaknya ke sini, pasti karena sejak tadi dirinya diam di kelas tidak ke kantin.

Mengangguk pelan, gadis itu melangkah mendahului Farhan. "Yaudah, deh."

Tak berselang lama, bakso pesanan mereka berdua telah siap. Melihat gadis di hadapannya yang kesusahan saat hendak menunduk menyantap bakso, karena rambutnya yang tergerai hampir berjatuhan ke mangkuk, Farhan berdiri dari duduknya, cowok itu menghampiri Veilla dan berdiri di belakang gadis itu.

GRAZIANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang