Jeffrey : 21

54.4K 7.9K 2.7K
                                    

Julian mempercepat langkahnya untuk naik ke lantai atas Istana Raja. Hari sudah sangat larut dan ia merasa bersalah, karena membuat Jeffrey menunggu. Ia pun menoleh ke samping, dimana Aldebaran berjalan menemaninya. Jika bukan karena Sir Aldebaran, Julian pasti akan datang lebih larut. Ada banyak buku yang Julian pilih dan tanpa sadar, ia melupakan waktu tidur.

"Lewat sini Yang Mulia." Aldebaran membuka pintu kamar.

"Terima kasih."

Ia menaruh mantelnya terlebih dahulu, lalu berjalan ke arah ranjang. Sebagian besar lentera sudah mati, sehingga ruangan sedikit gelap. "Jef..."

Tidak ada suara. Sepertinya pria itu sudah tidur. Ia menyisakan ruang di sebelah kanan untuk Julian. "Syukurlah..." Julian menyelimuti tubuh Jeffrey. Ada perasaan lega dalam dirinya saat melihat pria itu tidur.

Jeffrey sudah bekerja keras sejak kemarin. Julian senang melihatnya bisa beristirahat dengan baik. Ia pun merebahkan tubuhnya di samping Jeffrey. Ranjang pria itu terasa berbeda dari miliknya. Hawanya dingin—mungkin kerena jarang dipakai. Jeffrey lebih sering menghabiskan waktunya di ruang kerja.

Karena sudah malam, Julian mencoba untuk tidur. Ia memejamkan matanya, lalu menghadap ke samping. Tapi, tak lama setelah Julian memejamkan matanya, Jeffrey mendekat ke arahnya. "Aku tidak senang." Suara Jeffrey serak, hingga tanpa sadar Julian merasakan perutnya meremang. Ia pun mengangkat kepalanya, lalu menghadap ke arah Jeffrey. "Jadi, tadi pura-pura tidur?"

Jeffrey tidak menjawab. Ia menyerukkan wajahnya di leher Julian.

"Berapa umurmu, Jef?" Julian terkekeh. Dirapikannya rambut pria itu yang kini sedikit lebih panjang. Entah karena potongan rambutnya, atau karena wajahnya yang mengantuk, Jeffrey terlihat seperti anak kecil.

Julian heran. Kadang ia melihat Jeffrey sangat dewasa, seperti seseorang yang sulit didekati. Tapi, di lain waktu, Jeffrey terlihat seperti anak kecil yang tidak ingin ditinggal. Di pagi hari pria itu sering memasang wajah sebal ketika Julian bangun lebih dulu. Tingkah Jeffrey mengingatkannya akan Jeno. Dulu anaknya juga suka mengeluh karena Julian sering berangkat pagi dan tidak melihatnya saat bangun tidur.

"Kenapa?" Jeffrey masih tidak senang. "Ada yang menganggumu?" Tanya Julian. Ia menyentuh telinga Jeffrey.

"Tidak tahu. Aku hanya merasa kesal."

Julian menyandarkan tubuhnya di ranjang. "Kesal? Karena apa?"

"Aku mendengar sesuatu yang tidak aku suka." Jeffrey menggeser tubuhnya, lalu tidur di paha Julian. "Besok juga ada tamu yang tidak aku suka."

Julian mengernyit. Jika tidak salah, besok ada kunjungan dari Grand Duke Reymond. Pria itu adalah keponakan dari Ibu Suri Eleanor. Di masa lalu, Jeffrey tidak terlalu akrab dengan pria itu. "Apa dia tidak baik?" tanya Julian.

Jeffrey menggeleng, "Ibu menyukainya..."

Lagi-lagi Julian menatap pria itu. "Jef... kalau kau ingin cerita, akan aku dengarkan. Tapi, jika tidak... tidak apa-apa. Aku tidak akan bertanya."

"Tidak ada yang spesial. Ibu hanya tidak menyukaiku." Jeffrey menegakkan tubuhnya. "Dulu, mungkin aku sedih, tapi sekarang... aku tidak peduli. Tidak masalah jika Ibu tidak menyukaiku. Aku tidak membutuhkannya."

Jeffrey menoleh ke arahnya, "Selama aku memilikimu, tidak masalah jika Ibu tidak ada di pihakku."

Jeda sebentar, Jeffrey menatapnya. Julian bisa melihat ada emosi lain di balik matanya. Sedih, takut, semuanya bercampur manjadi satu. "Julian... katakan padaku, kalau kau memang milikku." Jeffrey meraih tangan Julian, lalu membawa tangan itu ke pipinya. "Kau milikku, kan? Kau tidak akan kemana-mana."

Jeffrey, Don't Throw Me Away [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang