Perjalanan ke Surakarta lumayan melelahkan, tapi juga menyenangkan. Kapan lagi bisa jalan-jalan ke luarkota, apalagi Jafar, senangnya bukan main.
"Berasa wis liburan ke Swiss!"
Setibanya mereka di kediaman Mas Aksa.
Mereka tidak menyangka jika Aksa memiliki rumah yang cukup besar dengan pekarangan yang luas, rumah Joglo Modern. Keren ya... Walau memiliki rumah yang sebesar ini, dia selalu menghemat untuk segalanya.
"Masuknya pakai salam!" Peringatnya sebelum melangkah masuk.
"Assalamualaikum, ya ahli kubur!!" Mas Raden dengan tas yang ia tenteng.
"Lambemu lho Mas..." (Mulutmu loh Mas...) Caelan menegurnya yang hanya dibalas dengan cengiran.
"Sa, ndue catur tah awamu?" (Sa, ternyata kamu punya catur?)
"Pakai aja, asal jangan berantakan!"
Raden dahulu sering mengajak Bapak untuk duel main catur, dan selalu menang. Ya, karena Bapak selalu mengalah agar Raden senang dan Bapak akan membelikan Bakpia sebagai hadiahnya.
Renjana, Mas Adnan, dan Mas Seno masih di luar. Sibuk merapikan barang bawaan yang mereka bawa dari Jogja.
"Mau taruh di mana, Mas?"
"Di situ aja, kali ya?" menunjuk meja kayu yang ada di teras rumah.
Renjana pun berusaha membantu, sepertinya tak sesuai dengan dugaannya. Kardus yang hendak ia angkat lebih berat dari yang ia kira.
"Sini!" Arseno yang hendak mengambil alih kardus yang diangkat Renjana.
"Gak usah."
"Itu berat, Re..." helaan napasnya tersamar.
"Gak papa, gak usah maksa!"
Sesungguhnya itu cukup membuat tangannya kesemutan, tapi Renjana masih setia mempertahankan gengsinya. Harusnya ditinggal saja, amarah yang menguasai pikiran itu tidaklah baik.
Hembusan napas berat keluar dari mulut Mas Adnan, ketika ia menyaksikan perselisihan keduanya. Mas Adnan paham akan sikap gadis itu, ia paham jika Mas Seno terlalu menyakitkan untuk dipandang Renjana saat ini.
"Rea, Rea..."
"Wanita itu Makmum dan Pria itu imamnya..." serunya seraya mengankat satu tandan pisang dan berjalan selaras dengan Renjana.
"Terus?"
"Kalau gak mau jadi makmumnya Seno, ikuti aja kataku!"
Renjana memandang sekilas Mas Seno, masih ada gumpalan rasa sakit yang memenuhi hatinya bersama dongkol. "Hmm..."
"Apa tuh maksudnya?" tanyanya seraya dicubit hidung mancung gadis itu.
"Katanya suruh ikutin kata Mas Adnan?"
"Ya udah, iyaa aku manut!" *Manut = Nurut.
"Mau?" hanya dibalas anggukan oleh Renjana.
"InyaAllah, aku akan jadi imam dan kepala keluarga yang baik buat keluarga kita..."
"Apasih Mas?!" dipukulnya bisep lelaki yang kini tertawa mengejek kepadanya.
Mereka yang mendengar suara ribut dari dalam pun, bergegas masuk untuk memeriksa.
"Ada apa?" Mas Adnan bertanya pada penghuni ruang tamu yang kini sedang mengintip. Sedangkan Jafar hanya mengedikkan bahunya.
Terdengar samar, perdebatan ringan antara Aksa dan Mamanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jogja Asmaraloka | Na Jaemin✔
Romance[REVISI.] Perihal Jogja dan kenangannya. "Cari seorang lelaki sing becik lan wicaksono. Wong lanang sing tresnane cukup, ora muluk-muluk lan ora kurang!" "Saya yang akan mencintai cucumu dengan cukup, dan tidak muluk-muluk!" ©Skylovin, 2021