Bab2

266 5 0
                                    

"Hana, kamu siap-siap! Sebentar lagi Papih sama calon suami kamu sampai" ucap seorang wanita paruhbaya yang baru saja masuk ke kamar Hana.

"Mih, aku kan udah bilang, aku gak mau di jodoh-jodohin. Aku bisa kok cari calon sendiri" Tutur Hana pada ibunya, Anggia.

"Mau sampai kapan kamu nyari calon suami, keburu jadi perawan tua kamu" Anggia duduk di ranjang, menghadap pada Hana yang sedang duduk di depan meja rias.

"Apa salahnya kalau Hana jadi perawan tua, toh banyak kok yang belum nikah di usia tiga puluh tahun ke atas. Lagi pula Hana juga baru dua empat" Ujar Hana, ia menatap ibunya dari cermin.

"Masalahnya kamu jadi omongan orang, sepupu-sepupu kamu udah pada nikah, cuma kamu yang belum. Mamih tuh malu, kalau lagi kumpul kelurga, Mamih suka di tanyain kapan kamu nikah." Papar Anggia.

"Mamih gak usah dengerin omongan mereka, diemin aja. Hana juga sering di tanya kayak gitu, tapi hana cuek aja" kata Hana, sedari dulu hana juga sering di tanya kapan punya pacar, kapan nikah, tapi Hana cuek aja tidak terlalu menghiraukan omongan mereka. Hana cukup bilang nanti kalau sudah waktunya.

"Kamu cuek, tapi mamih yang nanggung malu. Kenapa sih kamu tuh gak mau nikah, di pilihin calon gak mau. Kamu gak sayang sama mamih, papih, kamu lebih suka liat orang tua kamu jadi bahan omongan orang" tuduh Anggia yang merasa jengkel dengan putri sulungnya.

"Ya ampun mih, Hana juga pengen nikah, tapi gak sekarang. Hana sayang sama mamih sama papih, tapi Hana belum siap untuk menikah" sangkal Hana. Semua orang pasti ingin menikah termasuk Hana, tapi Hana masih ingin sendiri dan menikmati hidupnya sebagai wanita karier bukan sebagai seorang istri.

"Kenapa? Apa yang membuat kamu belum siap untuk menikah?" Tanya Anggia tak mengerti dengan anaknya.

Hana menghampiri ibunya lantas ia duduk di sampinya.

"Ini masalah hati, Hana belum bisa membuka hati untuk lelaki manapun." keluh Hana, ia hanya takut untuk membuka hatinya pada seorang lelaki. Hana takut cintanya di hianati seperti yang dulu pernah ia alami waktu berpacaran dengan mantanya. Ia juga tidak mau di jodohkan karena tidak mau pernikahannya hancur seperti yang di alami sepupunya.

"Mamih mengerti alasan kamu tidak mau membuka hati, kamu belum bisa melupakan kejadian itu kan, tapi untuk kali ini saja kamu buka hati kamu, tidak semua laki-laki itu bajingan." Imbuh Anggia seraya menggemgam tangan Hana.

"Hana tau, tapi Hana belum mau menikah. Hana masih ingin sendiri dulu sampai Hana nemuin orang yang cocok buat jadi pasangan Hana." Tekad Hana untuk tetap menjalani hidupnya sendiri dulu sampai ia benar-benar menemukan orang yang tulus cinta padanya.

"Sudahlah, keputusan sudah di setujui. Tahun ini kamu harus menikah dan Mamih mau kamu menikah dengan pria yang sudah kami pilihkan untuk kamu." Tuntut Anggia yang tidak bisa di ganggu gugat.

"Oke Hana ikuti kemauan Mamih buat nikah tahun ini, tapi beri Hana kesempatan buat nyari calon suami Hana sendiri. Hana gak mau di jodohin" putus Hana menyetujui untuk menikah, tapi bukan dengan cara di jodohkan.

"Mamih kasih kamu kesempatan buat nyari calon sendiri, tapi Kamu hanya punya waktu dua bulan, setelah itu mau gak mau kamu harus menikah" Anggia setuju, akan tetapi Hana keberatan dengan tempo waktu yang di berikan ibunya.

"Mih dua bulan mana cukup, setidaknya beri aku waktu enam bulan" ujar Hana keberatan. Tidak memungkinkan jika Hana mencari calon suami dalam waktu dua bulan lalu menikah di waktu yang singkat, sementara ia belum saling mengenal satu sama lain.

"Gak bisa, kamu tahu sendiri kan, semalam papih kamu ngasih kamu waktu dua bulan untuk kamu saling mengenal sama calon kamu sebelum menikah." Terang Anggia membuat Hana teringat dengan keputusan yang di buat papanya semalam, hal itu membuat nyali Hana menciut.

Hana menarik napas lesu, "Iya oke"

•••

Hana berdiri di depan rumahnya. Cewek itu sedang menemani ibunya yang tengah menyambut tamu. Di depan sana sebuah mobil baru saja tiba, yang Hana yakini mobil itu milik Papihnya.

Mamihnya terlihat sangat antusias begitu seorang Pria keluar dari dalam mobil bersama Papihnya. Sementera Hana menatap malas.

"Hallo tante, apa kabar?" Sapa pria yang barusaja menghampiri mereka dengan membawa koper dan juga sebuket bunga.

"Baik, kamu gimana?" Tanya Anggina balik.

"Saya juga baik tan. Oh iya tante, ini ada bunga buat tante" ucap pria itu tersenyum ramah seraya memberikan sebuah buket bunga.

"So sweet, makasih ya udah beliin bunga kesukaan tante" kata Anggia terharu, jarang-jarang dia bisa mendapatkan bunga, selain dari suaminya.

"Sama-sama tante"

"Ayo masuk, kita ngobrolnya di dalem, biar enak" Ajak Anggia lantas mereka masuk ke dalam.

Mereka pun duduk di sofa ruang tamu, sementara Anggia pergi ke dapur untuk menyiapkan minum.

"Hana ya?" Telunjuk laki-laki itu mengarah pada Hana.

Hana menoleh menatap Papihnya, Johandi. Pria paruhbaya itu mengangguk mengisyaratkan pada Hana untuk memperkenalkan diri.

Hana tersenyum kaku dan lebih dulu mengulurkan tangan, "Hana Auristela, panggil aja Hana."

"Hiro" Katanya dengan nada rendah dan terdengar ramah. Cowok itu menjabat tangan Hana cukup lama sampai suara deheman Hana menyadarkannya.

"Hana sama Hiro beda lima tahun umurnya. Dulu waktu Hana kecil, Hiro sering nemenin Hana main, sebelum Hiro pindah ke Jepang," Beritahu Johandi pada Hana.

"Kok, Hana gak inget" ucap Hana yang tak mengingat apapun tentang pria yang ada di depannya.

"Kamu kan masih kecil, jadi wajar gak inget sama saya." Kata
Hiro tersenyum tanpa melepaskan tatapannya dari Hana yang tampak mulai nyaman setelah sebelumnya terlihat begitu gugup.

Hiro beralih menatap Johandi dengan senyum yang masih tercetak di bibirnya, "Saya mau lebih lama tinggal di sini, di Indonesia, karena saya mau lebih deket sama anak om..."  

Hiro kembali menatap gadis yang duduk tepat di hadapannya, "...Hana" 

About H : Let's Get MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang