Tuttutttttt.....terdengar suara kereta api yang telah pergi setelah menurunkanku di peron 3.
Suara gerigi kereta yang masih terdengar di telingaku perlahan menghilang dan memperjelas pengelihatanku yang sempat kabur.
Ya.. aku baru terbangun.
Aku berbalik dan melihat keseberang peron, terlihat dari pantulan kaca minimarket, lelaki dengan tinggi sekitar 170 cm masih terlihat rapi hanya dengan kemeja flanel yang tidak dikancingkan dan ransel digantung ditangan kirinya.
Aku mengusap dahi yang basah ini dengan lengan bajuku. Pak tua yang terduduk di pintu masuk stasiun masih tertidur seperti biasanya, dengan gitar yang dia peluk di kursi itu. Aku mendekatinya dan memberi selembar uang yang hanya cukup untuk membeli roti sekali makan, yahh.. apalah dayaku dengan gelar sarjana yang baru kudapat 4 bulan lalu, mencari pekerjaan dan belum mendapatkan gaji pertamaku. Terlebih, pekerjaan lelaki memang lebih berat di bandingkan kaum hawa.
Untunglah kereta tadi bukan jadwal terakhir hari ini, jadi aku tidak terlalu malam pulang ke rumah dan masih ada beberapa pengendara yang mengambil motor di parkiran stasiun "Syukurlah aku ada teman". Tunggu! Dimana ponselku, sepertinya aku baru membalas pesan Yeira sebelum turun dari kereta, tapi kenapa tidak ada di tanganku sekarang? Tidak ada di saku jaket mupun saku celanaku, padahal saku yang cukup dalam hingga barang yang kutaruh tidak mudah keluar. Oh tidak, aku menyimpannya didalam tas saat hendak mengambil kunci motorku.
Antrian motor sudah cukup panjang karena menungguku kebingungan di depan loket pembayaran penitipan motor. Aku hanya mengangguk-angguk dan mengucapkan maaf selagi petugas memberiku uang kembali.
Aku teringat akan janjiku pada Yeira untuk pertemuan besok, aku lupa memberitahunya jika mungkin aku akan datang terlambat besok karena aku harus mencari berkas ke dinas pusat dan aku tidak ingin dia marah lagi padaku. Aku lupa mengisi daya baterai ponselku di kantor. Jam menunjukkan pukul 23.00 dan aku masih belum mandi "ah sudahlah, menunggu ponsel ini menyala akan membutuhkan waktu yang lumayan lama".
Keluargaku bukanlah keluarga yang bertemakan keceriaan maupun penuh tawa, yang mampu mengekspresikan semua hal melalui kata-kata, namun kita cukup diam dan tersenyum untuk mengatakan besar kasih sayang satu dengan yang lainnya. Saat membuka kamar, seorang anak laki-laki memeluk gulingnya di kamarku, Eagen. Entah mengapa diusiaku yang sudah dewasa ini ibu memberiku kamar dengan 2 tempat tidur meskipun berjauhan dengan si anak SMP ini, akupun tak banyak bicara dan tak menanyakan hal itu padanya. Aku keluar untuk melihat kamar ibu dan pergi mandi, suasana malam itu dingin dan sempat terasa angin yang membuat aku menggigil , ya.. seperti biasanya. "bu? Ibu..?" suaraku berbisik mencari ibu, ternyata dia tidak ada di kamarnya.
YOU ARE READING
Transition
AdventureApakah kamu merasa sudah mendengar hal yang benar atau hanya membenarkan apa yang kamu dengar. Apa kamu melihat apa yang benar kamu lihat atau apa yang ingin kamu lihat. Tapi dunia tak bergerak atas dirimu, dirimulah yang bergerak dan bertumpu pada...