"Dan kemarin malam, Lucian sendiri yang menjemputku dari bandara, hingga sekarang aku di sini berbicara denganmu mencoba memberikan yang terbaik."
Brielle terdiam sejenak, mencoba mencerna fakta. Di balik penampilan tomboy dan sikap tangguhnya, gadis ini ternyata memiliki kecerdasan dan ambisi yang sama sekali tidak terduga.
"Wow, Jadi kau kembali ke Swedia untuk berlibur?" tanyanya penasaran.
Reize mengangguk sambil mengangkat bahu, seolah itu bukan hal yang besar. "Ya... Berlibur sejenak sebelum melanjutkan strata duaku."
Lucian yang masih sedikit kesal berkata, seketika ia berdiri dari kursinya. "Bisa kita akhiri sekarang? Aku harus kembali bekerja." potongnya sebelum Brielle dapat kembali bicara.
Kini mereka berdua telah sampai di rumah kedua orang tuanya untuk mengantarkan Reize pulang. Mereka masuk ke dalam rumah, dan begitu mereka melangkah ke ruang tamu, Ibunya langsung menyambut dengan penuh kasih sayang.
"Kalian sudah pulang? Bagaimana harimu, Rei?" tanyanya, sambil memberikan pelukan hangat kepada mereka berdua secara bergantian.
"Bu, di mana Ayah?" tanya Reize tanpa ingin menjawab pertanyaannya.
"Ayahmu sedang memetik lingonberry di kebun belakang." jawab Ibunya.
Pria itu berdiri di sudut ruangan, mengenakan setelan jas hitam rapi yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Lucian melirik jam di pergelangan tangan kirinya dan tampak sedikit tergesa. "Aku ada urusan lain, aku akan—"
"Apa dirimu akan merugi jika menyempatkan waktu untuk makan malam di rumah ini?" kata Laura, mencegah anak sulungnya yang hendak pergi
Laura Giuseppe Rouge—nama dari seorang wanita paruh baya dengan rambut cokelat yang mulai beruban. Usianya sudah menginjak kepala lima, namun waktu seolah tak ingin meninggalkan jejak kerutan pada wajahnya.
"Apa ada masalah?" tanya Laura lagi dengan suara pelan.
Lucian mendekati sang Ibu. Dengan penuh kasih sayang ia merangkul Ibunya dan kemudian kepalanya menunduk, mengecup lembut pipi kiri Laura. "Aku akan tinggal." katanya, tak mungkin ia bisa menolak.
Laura tersenyum senang. "Istirahatlah di kamarmu, lalu mandi. Ibu akan menyiapkan makan malam untuk kalian."
"Aku ke kamar." kata Lucian. Serta merta ia merunduk lagi memberi satu kecupan di pipi yang satunya sang Ibu sebelum akhirnya pergi menaiki anak tangga satu-persatu menuju kamarnya.
"Ibu begitu menyayangi Lucian seolah dia masih menjadi anak kecil berumur empat tahun." ledek Reize saat ketika Lucian sudah pergi.
Kekehan kecil terdengar dari mulut Laura, "Jika Kakakmu dengar, maka dia akan menoyor kepalamu saat itu juga." katanya hendak mencontohkan apa yang biasa Lucian lakukan.
Reize dengan gerakan gesit menghindar, "Dan jika Ayah melihat itu, maka dia akan menoyor kepala Lucian lebih dulu dengan keras." katanya pelan, namun menekan.
Dengan langkah cepat dan tergesa, yang menjadi topik pembicaraan menuruni tangga dari kamarnya yang ada di lantai dua. Suara sepatu kulit mahalnya berderap keras di atas lantai granit mengikuti setiap langkahnya.
"Apa yang baru saja terjadi, Lucian?"
Lucian menahan sejenak langkahnya. Suara sepatunya yang menggema seketika mereda. Ia menghampiri Ibu juga Adiknya yang masih berada di ruang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SINFUL PATH
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang terkunci melalui web! 21+