Lucian tetap diam sejenak, mengangguk sekali, lalu memakai kacamata hitamnya sebelum pergi. "Kalau begitu, biarkan mereka mencoba."
Oskar mengusap kasar pada peluh keringat sebiji jagung yang keluar di dahinya. "Tunggu.. Lucian—"
"Di mana Mrs. Mia Sokolov sekarang?" kali ini ia bertanya dengan nada yang lebih bersahabat, secara tenang dan stabil.
Ia sedikit membenarkan letak kacamatanya yang bergeser dari hidung mancungnya. "Entahlah, terakhir kulihat dia terbaring lemah di ranjang menunggu ajalnya. Bibi Mia yang malang." ucapnya penuh prihatin yang sengaja dibuat-buat seolah ia menjadi bintang pemain film ternama yang mahir.
"Itu sama saja kau mengundang pertumpahan darah antar dua keluarga sekaligus. Keluarga Ayahmu, juga keluarga dari Ibumu sendiri." beberapa kali ia mengatakan hal yang sama, berharap Lucian mengerti.
"Kau seorang pengecut, Oskar. Tidak ada gunanya Guru Shin menampung dan melatihmu dengan katana hebatnya selama di Jepang."
"Hasilnya sama dengan dua dikurangi dua, nol." itu kata yang Lucian ucapkan sebelum dirinya benar-benar pergi, mengundang datangnya rasa amarah yang menggebu-gebu dalam diri Oskar.
Semua yang dikatakan oleh Lucian adalah benar. Ia mengikuti pelatihan katana dari Guru Shin yang berasal dari negeri yang diberi julukan sebagai "Matahari terbit" itu selama kurung waktu dua tahun.
Siapa Guru Shin? Guru Shin merupakan sosok legendaris di Jepang, dikenal sebagai pengendali katana terhebat yang pernah ada. Meskipun asal-usulnya tetap terselubung menjadi sebuah misteri, cerita tentang kemahirannya tersebar dari mulut ke mulut, membuat namanya abadi di hati para samurai dan murid seni bela diri.
Tentu tidak mudah bagi Oskar untuk mengikuti pelatihan itu. Berkali-kali ia gagal di tengah medan perang, sebelum akhirnya Lucian—murid senior Guru Shin datang dan berniat membantunya sampai Guru Shin sudi melatihnya secara mandiri.
Pria itu masuk ke dalam mobil, lalu ia duduk di kursi belakang, melepas dua butir kancing di bagian atas kemejanya yang kian terasa sesak. Kemudian ia juga sedikit membuat kursinya menjadi mundur agar nyaman untuk dirinya buat bersandar.
"Dia pikir dia siapa bisa menyuruhku melakukan perintah sesukanya."
"Sir, Guru Shin memanggilmu untuk datang ke tempatnya." ujar sopir Lucian yang sedang mengemudi, ia memberi tahu dari kursi depan.
Sopir itu sesekali melirik ekspresi atasannya yang tampak kesal beberapa waktu lalu melalui kaca. Hal itu dimulai dari mengantarkan Lucian ke kantor Brielle dan hingga kini ekspresinya tidak berubah.
"Untuk apa guru tua itu memanggilku? Apa ada perayaan tradisi Jepang di bulan ini?"
"Aku tidak tahu, barang kali Guru Shin ingin memperkenalkanmu dengan wanita Jepang yang cantik dan berkulit putih itu." kata Jones, sengaja bergurau menggoda Lucian.
"Jika begitu, aku tidak akan datang." jawab Lucian dingin, suasana hatinya sedang tidak ingin diajak bergurau maupun tertawa.
Jones masih tertawa ringan menanggapi candaan yang menurutnya masih lucu, "Aku hanya bercanda, Dia bilang hanya ingin mengajakmu meminum teh buatannya."
Lucian masih tampak menimbang ajakan itu meski akhirnya ia berkata setuju. "Sampaikan kepada Hermes untuk menjemputku di rumah."
****
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SINFUL PATH
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang terkunci melalui web! 21+