Hari dimana aku tahu namamu

6 1 0
                                    

Hari ini adalah hari minggu, seperti biasa teman lamaku, Yeon Su selalu berkunjung setiap minggunya selama hampir tiga tahun aku pindah ke rumah sakit ini.

"Wasseo?"

"Yaaa, kenapa kau memesan buku yang sudah sangat sulit ditemukan? Kau benar-benar menyusahkanku." Dia akan mengeluhkan banyak hal karenaku namun dia tetap melakukan semua hal yang aku minta. Saat aku bertanya kenapa, dia akan selalu menjawab "Aku kasihan padamu, kau tidak memiliki teman selain aku." Dan aku selalu setuju dengan alasan itu. Dia satu-satunya yang aku miliki.

"Kalau kau tidak mendapatkannya arwahku akan gentayangan menghantuimu seumur hidupmu."

Plak...

"Appo."

"Kenapa kau selalu bermain-main dengan kematian? Itu tidak lucu."

"Hahaha, bukankah memang sebentar lagi aku akan mati. Apa yang mengejutkan cingu?"

Plak...

"Yaaaa, aku kan pasien kenapa kau malah memukulku terus?"

"Aku akan berhenti memukulmu kalau mulutmu itu diam."

"Arraseo...Tutupkan pintu itu." Sambil menunjuk pintu kamar rawat inap yang aku tempati.

Belum sampai menutup pintunya, aku melihat kelebat bayangan seorang namja yang beberapa tahun ini membuatku penasaran.

"Changkaman... jangan tutup dulu." Sambil berlari mendekati pintu, aku memandang tubuh belakang namja yang berjalan menjauh itu.

"Dia datang."

"Nugu?" Aku berlalu kembali duduk di ranjang dan membiarkan Yeon Su bingung dengan ucapanku.

"Kau belum menjawab pertanyaanku, siapa yang datang? Memang selama ini ada orang lain yang menjengukmu selain aku?"

"Bukan, hanya seseorang saja. Nanti aku ceritakan. Uhuk...uhuk...uhuk..."

"Yaaaa, kau keluar darah!"

"Jeongmalyeo?" Aku mengusap bibirku dan melihat darah kental berpindah ke tanganku.

"Apa kau sudah minum obatmu?"

"Tentu saja, jangan kaget seperti itu. Kau sudah biasa melihatnya kan?"

"Tapi sekarang kau lebih sering muntah darah. Apa dokter mengatakan sesuatu tentang kesehatanmu?"

"Tentu saja, aku akan pulang beberapa hari lagi untuk mencari udara segar dan untuk bermain-main."

"Yaaaa, mana mungkin dengan keadaan seperti ini kau diizinkan keluar?"

Tentu saja, kapan lagi aku bisa melakukannya?

Sudah hampir gelap dan waktunya untuk tidur, Yeon Su sudah pulang dan aku ingin pergi ke suatu tempat.

Ruangan bertuliskan 'Bangsal Anak' sudah ada di hadapanku. Di dalam ruangan dimana anak-anak yang bahkan masih sangat kecil harus menginap karena penyakit menyebalkan yang tinggal di tubuh mereka. Setiap berada di tempat ini, aku selalu merasa sangat beruntung karena aku masih bisa bertahan hingga usiaku sekarang. Sedangkan mereka, tidak ada yang tahu apakah mereka bisa merasakan masa remaja yang menyenangkan? Atau hanya sekedar bisa merasakan masa bermain dengan teman-teman sekolah mereka? Mungkin itu juga yang dirasakan namja bersuara berat dengan berwajah dingin yang sedang aku perhatikan ini.

Aku hanya memperhatikan dari balik pintu, dia sedang duduk di tengah di antara deretan ranjang yang sudah ditempati oleh anak-anak yang sudah bersiap untuk tidur. Dengan salah satu kaki ditumpuk di atas kakinya yang lain, tangan kanan yang memegang sebuah buku dongeng dan satu tangan lagi di tumpukan di atas kakinya, dengan nada yang begitu lembut dia membacakan dongeng untuk anak-anak itu. Terlihat satu demi satu mereka menguap dan mulai terlelap, dia masih terus membacanya hingga dia benar-benar ingin memastikan anak-anak sudah tertidur lelap. Perlahan dia menutup buku itu meletakkannya di bangku dimana dia duduk sedari tadi, dengan langkah perlahan dia berjalan ke ranjang paling ujung membenahi selimut mereka dan mengecup kening mereka. Kemudian membereskan beberapa buku yang dia bawa, memasukkannya dalam tas, dengan langkah perlahan pula dia meninggalkan ruangan tersebut. Hal-hal itulah yang dia lakukan selama ini, kenapa aku bisa tahu? Itu karena aku selalu memperhatikannya.

Sebelum dia sampai di pintu, aku bergegas berlari meninggalkan ruangan tersebut agar tidak tertangkap olehnya.

"Apa yang kau lakukan Yoo Ra-yah?" saat aku berlari seorang perawat melihatku.

"Ah perawat Park, aku hanya ingin menengok anak-anak."

"Lalu kenapa lari-lari seperti itu?"

"Aku hanya buru-buru saja karena belum meminum obatku tadi."

"Baiklah, hati-hati jangan berlari."

"Ne, aku pergi dulu." Saat aku menoleh ke belakang, sosok namja itu sudah berada dekat denganku dan itu membuatku terkejut dan segera berlari sekuat tenaga.

Walau senyap-senyap, aku masih bisa mendengar para perawat menyapanya.

"Tao-ssi kau sudah mau pulang?"

Jadi dia bernama Tao. Walau sudah lama memperhatikannya, aku tidak ingin secara sengaja mencari tahu siapa dia. Namun mungkin aku harus mulai mencari tahu, aku tidak punya banyak waktu.


In 7 days (Huang Zitao Projects)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang