BAGIAN 1

189 13 0
                                    

"Gila! Tempat apa ini?!" maki seorang pemuda tampan berbaju rompi putih dengan pedang bergagang kepala burung di punggung.
Pemuda yang tak lain Rangga yang di kalangan persilatan dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti ini mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Tempat yang disinggahinya ini terasa demikian sunyi. Seakan-akan tidak ada kehidupan di sana. Sejauh-jauh mata memandang yang terlihat hanya gumpalan kabut putih yang menghampar, bagaikan permadani dari kapas. Membentang luas tak terbatas.
Pendekar Rajawali Sakti kemudian berjalan mengikuti jalan setapak yang sangat licin. Namun tiba-tiba saja saat kakinya menginjak benda bulat memanjang tubuhnya tergelincir. Dia terguling-guling, dan langsung melayang-layang masuk ke dalam jurang. Rangga menjerit sekeras-kerasnya, namun gema suaranya lenyap seakan ditelan kehampaan.
Buuuk!
"Huuugkh...!" Pemuda berbaju rompi putih ini terhempas di atas batu-batuan cadas. Belum sempat bangkit berdiri, ribuan kalajengking mendadak menyerangnya. Mati-matian Rangga menyelamatkan diri sambil berusaha menghalau binatang-binatang menjijikkan itu. Kemudian tanpa menghiraukan rasa sakit di sekujur tubuhnya, pemuda ini berlari dan terus berlari. Sampai akhirnya terdampar di sebuah tempat yang tak kalah asing.
Tempat yang sekarang ini menebarkan bau busuk, hingga membuat perut pemuda ini mual. Rangga segera memperhatikan suasana sekelilingnya. Sayup-sayup telinganya mendengar suara mencicit yang menyakitkan gendang-gendang telinga. Ketika pemuda berbaju rompi putih ini memandang ke arah cabang-cabang pohon di atasnya, terlihat ribuan pasang mata berwarna merah menyorot ke arahnya.
"Cieeet...!"
Kembali terdengar suara mencicit dan suara kepakan sayap. Tiba-tiba saja dari seluruh penjuru udara, ribuan ekor kelelawar menyerangnya dengan ganas. Merasa dirinya terancam, Rangga segera melepaskan beberapa pukulan dahsyat ke arah kelelawar-kelelawar itu. Tetapi anehnya, tidak seekor pun yang mati.
"Kelelawar hantu...?!" desis Rangga bingung sendiri.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Pendekar Rajawali Sakti segera berlari kembali. Herannya, kelelawar-kelelawar itu tidak mengejarnya. Kini Pendekar Rajawali Sakti sampai di sebuah tempat lain yang juga tidak kalah asingnya. Tempat itu juga diwarnai kabut. Hanya suasananya lebih tenang.
"Heh?! Tempat apa lagi ini?" Rangga terkejut. Karena dia melihat begitu banyak batu nisan di sana. Di luar sepengetahuannya tanah di depannya bergerak-gerak. Sementara batu-batu nisan pun bergetar. Seakan ada sesuatu yang menggerakkan nisan dari dalam. Lalu....
Brooot...!
Pendekar Rajawali Sakti langsung melompat mundur, ketika dari dalam tanah muncul beberapa pasang tangan berlendir dan menebarkan bau busuk berusaha menggapai ke arahnya. Kemunculan tangan itu disusul bagian-bagian tubuh lainnya. Dan semua ini terasa begitu mengerikan. Karena bagian-bagian tubuh itu juga berlendir, berwarna hijau!
Semakin lama, jumlah mereka semakin banyak. Keadaan mereka yang berbeda-beda membuat pemandangan makin menggidikkan. Dan mereka lebih pantas bila disebut mayat hidup dari dasar neraka!
"Bunuh! Bunuh! Bunuh!" seru salah satu mayat hidup.
"Heaaa...!"
Melihat puluhan mayat hidup itu menyerangnya, Rangga segera menghadapi. Dihalaunya serangan mereka dengan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib', salah satu jurus yang digunakan untuk menghindari serangan.
"Heh?! Rasanya percuma aku menghadapi mereka. Dan tidak ada salahnya jika aku menghindar saja dulu!" pikir Rangga.
Tidak ada pilihan lain bagi Rangga. Akhirnya dibuka jalan kekerasan untuk dapat keluar dari kepungan. Langsung dikerahkannya jurus-jurus dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti'.
"Hiyaaa...!"
Rangga segera menerjang beberapa mayat yang berada paling depan. Kedua tangannya yang terkepal berkelebatan menghantam. Tetapi mayat-mayat itu segera menghindarinya dengan cara melompat ke samping.
Wuuut! Tap!
Bahkan dari dalam tanah, muncul berpasang-pasang tangan yang langsung menangkap kaki Pendekar Rajawali Sakti.
"Ohhh...!" Rangga mengeluh tertahan, ketika tangan-tangan berlendir bau busuk ini terus menariknya dengan kekuatan dahsyat.
"Heaaa...!" Rangga berteriak-teriak sambil meronta.
Pada saat berteriak-teriak seperti itu, tiba-tiba sebuah tangan yang teramat dingin menyentuh bahunya. "Heh...?!" Rangga tersentak kaget. Begitu matanya membuka ternyata dirinya telah berada di bawah sebatang pohon beringin besar. Yang lebih mengejutkan lagi, tahu-tahu di depannya berdiri seorang laki-laki tua berbaju putih dan berambut putih. Tubuhnya kerdil. Sinar matanya lembut, seperti menyentuh sanubari! Dan sebenarnya, dia memang tidak pernah lepas dari senyum.
"Siapa kau, Ki?" tanya Rangga.
"Hehehe...! Aku Ki Renta Alam...!" sahut laki-laki tua berbadan kerdil sambil tertawa-tawa.
"Mengapa aku berada di sini?" tanya Rangga heran sendiri.
"Lho? Kok malah tanya? Itu urusanmu sendiri...," jawab kakek kerdil itu seenaknya.
"Tapi...."
"Tidak perlu kau ceritakan! Aku sudah tahu tentang masalah mimpimu," potong Ki Renta Alam.
Rangga terkejut bukan main mendengar ucapan Ki Renta Alam. Sungguh tidak disangka kalau kakek kerdil ini mempunyai kemampuan yang sangat jarang dimiliki orang lain.
"Lalu bagaimana, Ki?" tanya Rangga bingung.
"Menurut mimpimu, kau akan menghadapi seorang musuh besar yang berkepandaian hebat. Pergilah menuju matahari terbit. Nanti di sana kau akan menemukan petunjuk. Perlu ku ingatkan padamu, kau harus berhati-hati!" pesan Ki Renta Alam.
"Siapa musuh besarku yang kau maksudkan, Ki? Apakah dia punya dendam padaku?" tanya Rangga tertarik.
"Pertanyaanmu banyak sekali. Begini saja biar kujelaskan satu persatu!" ujar Ki Renta Alam.
"Sebenarnya musuhmu itu tidak punya dendam denganmu. Hanya saja, dia mempelajari apa yang kau miliki secara diam-diam. Setelah bertahun Kemudian diciptakannya jurus-jurus maut yang dapat menandingi semua kesaktianmu!"
"Dapatkah kau katakan padaku siapa orang itu, Ki?" desak Rangga sudah tidak sabar.
Yang ditanya langsung tersenyum sambil menggaruk rambutnya.
"Dia seorang iblis! Rajanya manusia sesat. Bapak moyangnya angkara murka, dan kakek moyangnya kejahatan! Dia punya dua kepala, empat mata, dan empat tangan. Kakinya hanya dua. Dan kesaktiannya sulit dijajaki," jelas Ki Renta Alam.
"Lalu...?"
"Lalu kau harus mencarinya. Kemudian kalau perlu, basmi sampai ke akar-akarnya!" lanjut kakek berbadan cebol ini tegas.
"Menurutmu, dia punya kepandaian tinggi. Mungkinkah aku dapat menghancurkannya?" tanya Rangga. Entah mengapa, tiba-tiba saja Pendekar Rajawali Sakti merasa seperti orang bodoh dan tidak tahu apa yang harus diperbuat.
"Hahaha...! Kalau bukan dia yang hancur, tentu kau yang mati. Sudah kukatakan, ilmunya sangat tinggi. Tapi jika kau membiarkannya tentu akan banyak korban yang berjatuhan. Padahal kau yang diinginkannya. Kalau orang-orang mati di tangan musuhmu itu, bukankah kau harus menanggung-dosa mereka?"
Rangga terdiam. Penjelasan Ki Renta Alam memang dapat dimengerti. Namun masih banyak hal yang belum diketahuinya.
"Kalau boleh kutanyakan padamu, apakah iblis itu punya murid atau mungkin utusan?" Tanya Rangga.
"Tentu saja! Namanya Bara Genta. Dan yang paling berbahaya lagi, mempunyai Kitab Pelebur Jiwa!" papar Ki Renta Alam.
"Kitab Pelebur Jiwa?" tanya Rangga.
"Ya.... Kitab itu seperti mempunyai sukma dan raga. Di dalamnya terkandung kekuatan dahsyat. Sehingga bila seseorang menginginkan sesuatu, maka akan segera terkabul."
"Mengapa bisa begitu? Belum pernah aku mendengar ada sebuah kitab yang memiliki kekuatan iblis, dan dapat pergi ke mana-mana!" sergah Rangga tidak percaya.
"Bukan kitabnya yang dapat pergi. Tetapi kekuatan iblis yang terkandung di dalamnya yang dapat diperintah...!" jelas Ki Renta Alam.
"Jadi...?"
"Kau banyak bertanya seperti nenek pikun," dengus kakek cebol itu. "Sekarang juga, kau kupersilakan pergi melaksanakan tugasmu!" Lalu, Ki Renta Alam berjalan meninggalkan Pendekar Rajawali Sakti begitu saja. Baru tiga langkah, tubuhnya sudah menghilang seakan raib ditelan bumi. Diam-diam Rangga terkejut.
"Hm.... Mungkinkah dia sebangsa makhluk halus...?" gumam Rangga.

203. Pendekar Rajawali Sakti : Kitab Pelebur JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang