2

4.2K 126 32
                                    

Biasakan vote sebelum membaca!

Jangan lupa komentar ❤️

***

Olahraga adalah salah satu mata pelajaran yang Lisa benci selain matematika.

Lisa hanya tak suka saat tubuhnya berkeringat karena olahraga yang hanya dilakukan untuk mendapatkan secercah nilai itu.

Olahraga itu harusnya dilakukan dengan senang hati. Dilakukan berdua. Di atas ranjang kalau perlu. Nah itu, Lisa suka sekali.

Gadis berponi itu menatap datar ke arah lapangan basket yang kini dipenuhi murid sekelasnya. Sudah Lisa bilang bahwa ia malas berada di kerumunan, bukan?

"Hari ini olahraga nya disatukan dengan anak IPA, ya." Lee ssaem berseru.

Lisa merasa Jennie menyenggol lengannya pelan. "Kelas Hanbin." Pekik gadis itu. Oh, ayolah, ia senang sekali!

Mendengar nama Hanbin disebut, Lisa langsung saja menatap ke arah ujung lapangan, dimana anak-anak kelas IPA-1 yang ternyata kini sedang berjalan ke arah kerumunan kelasnya.

Dewi Portuna, mohon berpihak padaku kali ini juga. Lisa merapal doa dalam hati.

Lisa merasa ludahnya terasa pahit saat melihat Hanbin yang berjalan ke arahnya. Tidak, maksudnya ke arah Jennie.

Dan mencium gadis berambut coklat itu.

Riuh sorak terdengar ramai. Kedua kelas dengan beda jurusan itu saling sahut menyahut.

Lisa mengepalkan tangannya. Harusnya yang berada di posisi Jennie itu dirinya! Argh!

"Sudah-sudah." Lee ssaem sedikit berteriak. "Mulai pemanasan sekarang, ayo!"

Olahraga hari ini adalah olahraga terburuk bagi Lisa. Dan Dewi Portuna tak memihak padanya lagi.

***

"Segitu senangnya, ya?" Lisa berujar.

"Hm." Jennie menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Pipinya masih memerah bahkan setelah mereka kembali ke dalam kelas.

Jennie tak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya saat dirinya menjadi pusat perhatian.

"Astaga. Aku malu, kan." Jennie menutup wajahnya.

Diam-diam, Lisa mendengus sinis. Bahagia di atas penderitaannya, huh?

"Kau pulang dengan siapa nanti?" Lisa bertanya sembari mengambil buku dan pena nya dari dalam tas. Sebentar lagi pelajaran matematika akan segera dimulai.

Lengkap sudah kebencian Lisa hari ini.

"Hanbin. Dia mengajakku pulang bersama."

Gerakan tangan Lisa terhenti. Gadis itu memutar bola matanya malas. Tentu saja tanpa sepengetahuan Jennie.

"Kenapa, Lis? Kau tak bawa mobil hari ini?" Tanya Jennie. "Kalau iya, aku bisa menyuruh Hanbin untuk mengantarmu pulang. Kita pulang bersama."

Seketika, senyum Lisa tercipta. "Aku sayang padamu, Jen. Hehehe"

Jennie? Gadis itu bergidik ngeri.

***

"Sayang, antarkan Lisa selamat sampai rumah, ya." Ujar Jennie setelah gadis itu turun dari mobil Hanbin.

Lisa berusaha menahan senyum nya yang semakin melebar saat Hanbin menganggukkan kepalanya.

Tentu saja aku akan selamat sampai rumah, Jen. Tapi, sepertinya kekasihmu takkan selamat dariku saat perjalanan pulang nanti.

Lisa melambaikan tangannya saat Jennie melakukan hal yang sama. "Bye, Jen!" Serunya seraya tersenyum manis.

Lalu, senyum itu hilang saat Hanbin mulai mengemudikan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Jennie.

Hanbin sampai terkejut saat Lisa tiba-tiba berpindah posisi dari jok belakang menjadi di depan.

Apa gadis itu gila?! Mobilnya sedang melaju dan dia dengan seenaknya duduk dengan dihentakan seperti itu! Hanbin tak habis fikir.

"Dimana rumahmu?" Tanya Hanbin. Lelaki itu berusaha untuk tak mengingat bagaimana Lisa melumat bibirnya hari kemarin.

Astaga. Kenapa Hanbin malah mengingatnya, coba?

"Jl. Hengdo." Jawab Lisa. Dengan mata yang fokus menatap ke arah Hanbin yang kini tengah menyetir dengan fokus.

Lisa menelan ludahnya saat melihat bagaimana jakun itu bergerak naik turun seirama dengan suara yang Hanbin keluarkan.

Bisakah Lisa menjilatnya? Atau mungkin mengecupnya sekali?

Ugh. Ingin...

"-sa? Lisa?" Seru Hanbin.

"Huh?" Lisa mengerjapkan matanya. "A-apa?"

Sial. Lisa baru saja akan melihat ke bagian bawah Hanbin kalau saja lelaki itu tak memanggil namanya.

"Aku tanya, apa sebentar lagi kita sampai, kita sudah di Jl. Hengdo sekarang."

"Berhenti disini."

Hanbin menurutinya. Tapi, kemudian dahi lelaki bangir itu mengerenyit saat mendapati Lisa menyuruhnya berhenti di area yang sepi. Maksudnya, hanya ada pepohonan di sini.

Hanbin menoleh ke arah Lisa yang ternyata sedang menatap ke arahnya. Lebih tepatnya ke arah bagian bawahnya.

"A-apa yang kau lihat?" Hanbin bertanya dengan nada gugup. Oh, ayolah! Lisa sedang menatap ke arah miliknya seolah ingin memakannya saat itu juga. Siapa yang tak gugup, huh?

Hanbin yang awalnya membuka lebar pahanya guna memudahkannya dalam mengemudi langsung saja merapatkan kakinya.

Apa Lisa akan bertidak gila lagi? Seperti kemarin?

Hanbin tersentak saat tangan Lisa menyentuh pahanya. Bergerak secara perlahan menuju ke arah bawahnya.

"Apa yang-mmmh"

Sial! Kenapa ia harus mendesah?! Kenapa Lisa harus menyentuh area itu?!

"Aku penasaran dengan isinya." Lisa mengelus sebuah tonjolan di area selangkangan Hanbin dengan sensual. Tonjolan yang semakin lama semakin mengeras.

Gadis itu menatap ke arah Hanbin yang sedang menajamkan matanya. Seperti tengah berusaha menahan desahan yang keluar dari bibirnya.

Lisa menyeringai. Gadis itu lalu kembali duduk ke tempatnya semula, duduk tegak dengan tangan yang bersilang di depan dada.

Membuat Hanbin membuka mata dan menatap ke arahnya dengan nafas yang memberat.

"Kau menggodaku?"

Lisa tersenyum manis.

Rasakan itu, Kim Hanbin. Itu balasannya karena kau mencium wanita lain di depanku.

***

Ei, Lisa main tarik ulur, nih. Kkkk

Vote komen 😘

"MMMH" - HANLIS / HANLICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang