04 ; Hak dan Tempat

9 2 0
                                    

[ warn : violence scene ]

.

.

"Lo siapa? Lo baru kemarin kenal sama dia, lo nggak boleh taruh hati ke sembarang orang, coy!"

Ucapan Hito yang menyatu dengan suara hujan tertangkap dengan jelas di telinga Renan. Ia tidak tahu sejak kapan kakak kelasnya itu dekat dengan gadis yang kemarin ia temani ke toko buku, Helena. Selama proses pendekatan dengan gadis itu, Renan juga tidak pernah mendengar nama Hito terucap dari bibir Helena.

"Lo nggak paham cara nanya orang? Kalo mau deketin cewek, cari tau dulu dia udah punya pawang apa belum! Tanya, gih, ama temen lo!"

Mata Hito mencari keberadaan Gavin, pasti laki-laki itu sedang berada di kerumunan juga. Tapi dia juga tau, Gavin tidak mungkin akan mendekat sekarang.

Hito menyeringai.

"Kalo lo emang dianggap temen, sih," lanjut Hito seraya membayangkan jika ucapannya adalah sebuah fakta.

Kakak kelas itu memang diketahui sedang dekat dengan Helena, tapi tidak ada yang tahu hubungan macam apa yang dimiliki dua orang itu. Hito jarang mengekspos kisah asmara kepada khalayak, lalu jika seperti itu, apakah Renan salah untuk mendekati Helena?

Tidak ada yang salah atau pun benar, mereka sedang terpengaruh emosi yang mendidih. Orang-orang bertemperamen tinggi ini sepertinya akan sulit untuk berbicara secara baik-baik.

Di sisi lain, Alya sedang sibuk menerobos kerumunan yang entah mengapa sulit sekali untuk ia bobol. Umpatan kecil sering keluar dari mulut gadis itu ketika kakinya tanpa sengaja terinjak manusia yang lain. Ia sudah tidak memperdulikan posisi Dita, akan memakan banyak waktu jika ia menunggu temannya satu itu.

Setelah perjuangan memasuki kerumunan berhasil, akhirnya Alya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana keadaan Renan. Ia mendadak tidak tahu apa yang harus dilakukan selain memikirkan cara untuk memisah pertikaian yang menjadi sumber kerumunan itu.

Namun sebelum jauh, seseorang lebih dulu menghentikan langkah Alya untuk mendekat ke tempat pertikaian.

"Mereka belum selesai," ucap orang itu yang refleks mendekap dan menahan Alya dengan tangan kanannya. Suara hingga aksinya sanggup menghentikan Alya di detik itu juga.

"Gavin?"

Alya tidak menyadari jika Gavin telah berada di sampingnya. Sejak kapan pula laki-laki itu menyadari kedatangannya?

"Vin, ayo pisahin mereka!" lanjut gadis itu tak ingin membuang waktu.

"Jangan. Ini urusan mereka berdua,"

"Tapi—"
"—Alya, nanti!"

Kalimat Alya dengan cepat dipotong oleh Gavin. Laki-laki itu menekankan ucapannya seakan itu adalah sebuah kemutlakan untuk Alya.

Bukan bagaimana, Gavin tahu Hito adalah orang yang tidak memandang bulu. Mau perempuan atau laki-laki, mereka akan mendapatkan perihal yang sama jika berurusan dengannya.

"Gimana gue bisa tau kalo lo 'pawangnya'? Cih, lo anggap Helena apa di mata lo?"

Pertikaian masih berlangsung, atmosfer semakin memanas ketika sang adik kelas menatap nyalang. Ia enggan menurunkan harga dirinya untuk mengalah dari Hito. Persetan dengan fakta laki-laki itu sering terlibat perkelahian, Renan tidak akan pernah takut menghadapinya.

"Meski gue tanya ke semua orang, mereka juga nggak bakal tahu hubungan lo sama Helena gimana kalo lo sendiri acuh ke dia! Kalo emang dia punya lo, kapan gue pernah liat lo perlakuin dia sebagai cewek lo?" lanjut Renan tanpa mengurangi rasa kesal.

Grand Escape : Across the LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang