Alya, Dita, dan Devan berada di depan UKS saat Gavin berbicara dengan Renan. Jujur, Alya tidak kuasa melihat keadaan Renan sekarang. Entahlah, dirinya bukan tipe yang akan menangis, tapi dalam benaknya ada rasa yang tidak mengenakan. Ia membenci perasaan seperti itu.
Lantas gadis itu pun keluar dari ruangan.
"Al, lo nggak nungguin Renan di dalam?" tanya Dita menghentikan langkah Alya.
"Nanti, Dit. Gue mau jalan-jalan sebentar," balas Alya dalam titah hatinya. Karena ia memang sedang membutuhkannya. Refresh sejenak melegakan hati tanpa membebani siapapun yang ada di sini.
Dalam diam, Devan tengah memperhatikan gadis yang sedang berjalan menjauh dari posisinya dan Dita berdiri. Gadis itu sedang berada pada sikap seriusnya, hingga ia pun berwisata ke masa lalu saat dirinya cidera di suatu acara pertandingan futsal.
Ia masih hafal gelagat Alya ketika sedang mengkhawatirkan sesuatu. Diam tidak banyak bicara, namun sorot matanya menggambarkan dengan jelas. Mungkin jika Renan melihatnya sekarang, ia akan merasa sangat bersalah kepada gadis itu.
Tanpa Alya duga, Devan menyusul dan menyamai langkahnya. Gadis itu hanya menengok sebentar lalu tenggelam dalam lamunannya kembali. Such an overthingker.
"Renan enggak apa-apa, Al."
Devan mencoba menghibur si gadis walau sepertinya tampak sia-sia.
Alya menatap air yang menggenang di lapangan sekolah, menambah kisah sendu pada hari ini. Ia mendengar Devan berucap, namun dia enggan membalas.
Menarik napas panjang mencoba membuang segala rasa tak nyaman, Alya menunduk menatap ventela putihnya yang sedikit kotor sebab peristiwa beberapa menit lalu. Apa yang gue khawatirkan terjadi di hari ini, bantinnya kecewa.
Ingat tempo hari ketika Alya merasa bodoh tanpa sebab? Sebenarnya saat itu tidak sepenuhnya tanpa sebab. Perasaannya berdasar pada sesuatu hingga hatinya berkata jika Renan tidak boleh mengantar Helena ke toko buku.
Helena bisa ia baca, di balik senyumannya yang menawan, gadis itu menyembunyikan banyak hal yang tidak diketahui Renan. Bisa dibilang laki-laki itu sudah terbius olehnya hingga tidak mengakidahkan tahapan seseorang mendekati seseorang, terutama yang berlawan jenis.
Tidaklah mungkin jika sosok Helena si cantik idaman satu angkatan itu tidak memiliki—setidaknya—satu laki-laki yang serius dengannya (Renan adalah sebuah pengecualian). Terbukti nyata hari ini.
Satu hal yang Alya takuti dari dirinya sendiri, firasatnya akurat sampai-sampai Dita memanggilnya cenayang—padahal bukan, gadis itu hanya sedikit bercanda.
Lantas apa yang akan dilakukan Alya? Kecewa pada peristiwa yang sudah terjadi sama saja mengharapkan bubur menjadi nasi lagi. Menerimanya? Hahah! Memang bisa semudah itu?
Masih dalam diam, Devan juga tak kunjung mendapat respon dari Alya, tak lama Gavin pun keluar dari ruangan lalu meninggalkan tanpa sepatah kata.
Tentu saja Alya akan heran, tapi ia memilih untuk tidak menanyakan apa-apa. Renan pasti berulah lagi dengan kepala batunya.
Melihat Gavin berjalan menjauh, Devan sepertinya juga harus kembali ke kelas—mengingat pelajaran masih berlangsung dan dia tadi hanya izin pergi ke toliet saja.
"Gue juga. Bentar lagi jam pulang, nanti mau gue bawain tas lo kesini?" Dita juga kunjung berpamitan dan menawarkan bantuan kepada Alya.
"Gue minta tolong rapiin aja barang-barang gue, Dit. Tasnya nanti gue ambil sendiri kesana," timpal gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grand Escape : Across the Line
RomanceRomansa yang tak pernah bersatu, kegagalan dan kehilangan yang tak pernah diharapkan. Renan, Gavin, dan Alya. Manusia pencari arah serta tujuan kemana mereka hendak berhenti. Start : January 03, 2022 End : ?? / ??, ???? © yorintann / wuviespace