Mata Salma terlihat masih mengantuk ketika dia sampai di depan sekolah SMA Bakti Jaya. Semalaman dia begadang untuk mencari soal-soal yang selanjutnya akan menjadi pedoman para murid belajar. Bu Darmi sepakat kalau Salma akan mengisi jam ke nol. Dua jam sebelum memulai pelajaran seperti biasa, Salma akan masuk ke kelas untuk memberi tambahan soal-soal olimpiade Sains. Salma masuk ke ruang guru, para guru-guru sedang duduk di kursi mereka. "Pagi, Bu," Salma menyapa mereka semua yang dibalas dengan tatapan sinis.
"Masih keukeuh ngajar di sini, Nduk? Nggak ada gunanya, Nduk ... yang ada kamu kebagian capeknya aja," imbuh Bu Restu sambil mengipas wajahnya dengan buku tulis yang sampulnya sudah sobek.
"Bener itu, Bu, aku aja nggak mau ngajar di sini cuma gimana lagi, hitung-hitung biar ada sedikit pemasukan sama kesibukan. Anak-anak setan itu sampai aku berbusa ngajarin, nggak akan masuk di kepala mereka." Bu Restu ikut menambahkan. "Betul nggak Pak Wagino?"
"Setuju, Bu." Salma berusaha untuk tidak mendengarkan. Gadis itu terburu-buru mengambil buku di meja.
"Permisi, Bu, saya ke kelas dulu." Lalu dia berjalan tergesa menuju ke kelas. Terlihat kubangan air masih muncul di lapangan. Semalam memang hujan deras. Sesampainya di kelas, hanya ada 4 orang yang datang. Amar sedang menaikkan kaki ke atas meja, Icha yang tertidur, Malik yang sibuk bermain HP. Hanya Danu fokus pada buku. "Sekar di mana?"
Tidak ada yang menjawab.
"Nggak ada yang tahu Sekar di mana?"
"Kawin kali, Bu," celetuk Malik yang dibalas dengan kekehan geli Amar.
"Tolong bangunkan Icha." Salma berusaha mengalihkan perhatian mereka. "Hari ini Ibu sudah buatkan soal untuk kalian pelajari, Danu tolong dibagikan." Danu mengambil modul di meja Salma dan membagikan ke teman-temannya. Baru saja modul itu dibagikan, tiba-tiba terdengar suara pecahan kaca dari jendela ujung membuat Salma memekik kaget.
Sebuah batu dilemparkan dengan sengaja oleh seseorang. "Bangsat! Pasti anak-anak Bina Marga!" Amar beranjak dari kursinya. Awalnya satu pecahan batu, lalu disusul batu-batu lain. "Bubar-bubar! Biar gue tanganin tuh anak – anak bangsat." Amar melompat ke luar jendela sambil membawa batu yang semula dilemparkan ke kelas. Disusul oleh Malik mengekor. Salma ternganga melihat murid di kelasnya tersisa dua. Melihat temannya pergi, Icha melanjutkan tidurnya.
"Ini sering begini?" tanya Salma ke Danu
Danu lantas mengangguk yang membuat Salma terduduk pasrah di kursinya.
****
Amar berlari ke luar gerbang sekolah bersama dengan Galih, tujuannya justru ke warung kopi tempat para preman mangkal. "Sini Lih, duduk.""Mantep Bang serangan batu lo tepat sasaran." Amar merangkul Ohim, preman pangkalan ojek yang jadi temannya sehari-hari. "Males gue belajar. Nggak ada gunanya, ya nggak, Lih?"
"Yoi, Bro." Galih mencomot pisang goreng yang tersisa satu di nampan.
"Lagian heran gue sama tuh guru satu, kayak nggak ada kerjaan aja ... gue liat-liat dia orang kaya, ngapain mau ngurusin anak-anak kayak kita?"
"Siapa, sih?" tanya Ohim, "mau gue sikat aja apa tuh guru?"
"Nggak usah, Bang, sementara masih aman."
"Ya elah, liat aja betah berapa hari tuh guru ... paling juga nggak nyampe satu bulan." Galih menjawab asal. Pandangannya lantas beralih pada SMA Bina Marga yang letaknya berseberangan tak jauh dari SMA Bakti Jaya. Sebuah pertunjukan strata kelas sosial yang kentara. Bina Marga adalah sekolah swasta milik orang-orang elit.
KAMU SEDANG MEMBACA
WELCOME NATHAN
Teen FictionNathan dan Salma kembali dipertemukan, kali ini mereka harus menghadapi anak-anak SMA Bakti Jaya Selamat menyelami kisah mereka!