Seo Johnny itu duda keren. Sangat keren malah. Di usia yang belum menyentuh kepala tiga, ia sudah bisa merawat dua anak nakal yang bisa membuat siapa saja stroke muda. Amit-amit, jangan sampai itu berlaku padanya. Tapi, dua anaknya memang aneh. Itu fakta.
"Ayo Haechan, mengeong. Miaw! Miaw!"
Johnny hanya diam menikmati bacaan koran paginya dengan kopi. Melihat Hendery yang menyuruh Haechan untuk mengeong seperti kucing. Ini seperti sudah biasa untuknya.
Anak sulungnya itu memang banyak ide kreatif. Kadang disalurkan kepada adiknya yang memang sama saja dengan Hendery. Meskipun bahasa Koreanya masih buruk, namun Hendery belajar dengan cepat. Itu menbuat Johnny bangga padanya. Meskipun seringkali membuatnya kesal bukan main.
"Meong, meong! Echan meong, meong!"
Hendery terlihat senang dengan apa yang dilihatnya. Melihat adiknya membuat ekspresi lucu dengan suara yang lucu pula. Haechan itu dimata Hendery sangat lucu, padahal dimata teman-temannya sangat menyebalkan.
"Ikat Echan dengan ini, Hyung!"
Johnny speechless dengan apa yang ia lihat. Dimana sang adik membawa dasi miliknya yang ada di balik pintu kamar, kemudian meminta kepada sang kakak mengikatnya di leher. Johnny tidak bisa berbuat apapun, ia speechless dengan kelakuan kedua anaknya. Rasanya ingin menangis karena terharu karena kelakuan bocah absurd itu.
"Echan kalau pakai ini harus menggongong seperti Revi, ya?"
Revi itu anjing peliharaan tetangga mereka.
"ECHAN TAU LAH!"
Oke, Johnny bangkit dari duduknya dan mendekati dua bocah itu. Menepuk cukup keras kedua kepala bulat itu agar otak mereka yang baru saja berkembang kembali pada tempatnya. Ia menatap garang keduanya. Kelakuan seperti itu tidak baik untuk anak-anak kecil memang, tapi Johnny tidak bisa menahan diri.
"Echan tidak boleh seperti itu! Hendery jangan mengajak Echan bermain seperti itu juga!"
Kedua bocah beda ukuran itu menatap Johnny dengan polos. Mata mereka mengerjap pelan menatap sang Papa yang terlihat marah. Tapi, mereka tidak melakukan kesalahan 'kan?
"Papa mau jadi anjing?"
Sialan!
Bukan seperti itu maksudnya!
-
Johnny tidak menyangka akan seberat ini rasanya. Ini adalah malam natal, setelah pergi ke gereja bersama dua anaknya dan membuka kado bersama. Kini kembali pada kenyataan. Johnny ketika malam hari adalah sosok yang sangat melankolis.
Penyesalan seperti datang bertubi-tubi dalam hatinya. Penyesalan, sakit hati, trauma dan pengkhianatan. Semua itu terus berputar seperti kaset rusak.
"Chitta, seandainya aku tidak meninggalkanmu malam itu. Pasti semua baik-baik saja."
Duduk di balkon sendirian dengan sebungkus rokok yang hampir habis. Ia mengepalkan tangannya sampai buku jarinya memutih. Ini berat. Dihantui penyesalan adalah hal paling buruk sampai rasanya tidak ingin melangkah lebih maju lagi.
Seandainya ia bisa membuat Ten jatuh cinta padanya, pasti semua ini tidak akan terjadi. Seandainya ia tidak menempuh studi di Amerika, Ten pasti tidak akan berani melakukan hal-hal buruk sampai menghasilkan Hendery. Seandainya sedikit saja Johnny menaruh sedikit saja rasa curiga pada Ten, ia pasti tidak akan sesakit ini.
Beberapa tahun setelah kematiannya, banyak hal yang tidak pernah Johnny tau terungkap begitu saja. Pengkhianatan Ten padanya sebenarnya sudah banyak diketahui banyak orang. Namun, mereka memilih bungkam dan seolah tidak ada apa-apa.
Johnny paham, mereka hanya tidak ingin terlibat. Jadi, sebisa mungkin tidak menyalahkan banyak orang atas semua yang terjadi. Tapi, Johnny harus apa sekarang?
Johnny memasang topeng tebal menjadi papa yang baik. Orang tua yang menyenangkan untuk kedua anaknya. Berpura-pura bahagia ditengah kalut bayang-bayang masa lalu.
Johnny tidak lagi membahas apapun tentang Ten dan Hendery. Masa lalu mereka. Ia memilih bungkam karena pada akhirnya Johnny hanya akan melarikan diri bukan menghadapinya.
Johnny ingin mengakhiri sakit dalam hatinya. Trauma masa lalunya. Dan penderitaan mental yang tiada akhir seperti ini. Rasanya Johnny ingin tumbang. Pergi sejauh mungkin dan meninggalkan tanggal jawab yang diemban.
'Echan sayang papa! Selamat natal!'
'Papa, terimakasih telah memperlakukan aku sebaik ini. Hendery sayang papa dan merry christmas!'
Johnny meremat syal merah yang mereka beli untuk hadiah natal masing-masing. Dengan kata lain mereka membeli itu karena mereka adalah keluarga. Dadanya sakit saat kilat bayangan kedua anaknya sore tadi saat mengucapkan selamat natal padanya.
"Maafkan aku..."
Johnny bodoh sampai berpikir kalau mati adalah hal terbaik dalam pikirannya. Johnny tidak ingat betapa rusak mental anaknya saat ia mati. Seberapa besar perjuangan mereka kalau Johnny sampai menyerah?
Rasanya sangat menyesakkan.
"Papa, everything gonna be okay. Hendery selalu disini, Hendery akan menjaga Echan dengan baik. Hendery akan menjadi pelindung papa suatu saat nanti."
Johnny terkesiap atas suara kecil di belakangnya. Ia menoleh saat melihat Hendery menatapnya dalam. Johnny malu sekali karena terlihat lemah di depan anaknya. Johnny memang selalu menciptakan image dimana dirinya adalah orang yang kuat. Tidak menyangka akan terlihat oleh Hendery.
"K-kenapa belum tidur?"
Hendery keluar ke balkon. Melihat hiruk pikuk kota yang tidak pernah tidur. Matanya menatap jalanan dan lampu kota yang ada di bawah. Indah sekali.
"Aku tidak pernah tidur saat malam natal."
Johnny mematikan rokoknya, mengusap air matanya kasar. Ia melihat bocah kurus itu terlihat menatap lampu kota dengan pandangan yang berbinar. Hendery dan Haechan adalah entitas yang berbeda. Haechan cenderung blak-blakan atas apa yang ia lihat, ia rasakan, ia inginkan. Tapi, Hendery berbeda. Tatapannya tidak bisa ditebak. Johnny cukup kesulitan untuk melihat emosi apa yang Hendery rasakan.
"...kami tidak pernah tidur. Karena kami selalu berharap ada orang yang pulang dari gereja dan memberi kami kado."
Johnny merasakan sesak kembali. Ia hanya mendengarkan. Takut Hendery memotong ceritanya, karena Johnny rasa ini saat yang tepat untuk mendengar apa yang bocah itu rasakan.
"Aku selalu takut di sana, Papa. Aku takut tidak ada yang mengadopsiku,"
Johnny hanya mengangguk memberi respon. Karena Johnny tau masih ada lanjutan dalam ceritanya.
"... aku belajar bahasa asing berharap ada yang mau mengadopsiku karena aku pintar. Tapi, itu semua sia-sia."
Hendery menatap manik Johnny lamat-lamat. Hendery sangat menyayangi papa angkatnya ini. Hendery berharap di kehidupan yang akan datang ia dilahirkan sebagai anak Johnny kandung. Ia tidak mengerti urusan orang besar antara dirinya dan Johnny. Yang jelas itu bukan hal yang baik, tapi ia sangat bersyukur karena Johnny menerimanya.
"Terimakasih menjadikan aku bagian dari keluarga ini, Papa."
Suara pintu menutup membuat Johnny seolah kembali ke dunia nyata. Johnny semakin menangis keras. Seperti bayi. Untung saja tidak ada yang mengetahuinya.
Hendery membuatnya menjadi sadar betapa beruntungnya dirinya. Rasanya Johnny malu sekali saat bertemu dengan Hendery nantinya.
Kenapa ia sebodoh itu sehingga berpikir bunuh diri itu jalan terbaik?
Haiii, aku balik lagi!
Aku harap kalian suka, ini pov dari bapak duda kita:(
Next pov dari john lagi gaaa?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Father
ФанфикJohnny merasa kiamat kala melihat istrinya-Ten-terbujur dingin setelah melakukan operasi kelahiran anak mereka yang pertama. Hari kelahiran yang selalu diharapkan penuh suka cita berakhir duka atas kematian istrinya. Tapi, ketika melihat bayinya be...