Bagian 3 - Haechan dan Ahjumma

22.9K 3.4K 533
                                    

Johnny memang terkadang sibuk dengan tugas kantornya yang selalu menumpuk. Posisi manager tidak bisa dipandang sebelah mata. Kesibukannya semakin hari semakin menumpuk, waktu bertemu dengan anaknya pun bisa dihitung dengan jam. Bukan inginnya seperti ini, tapi Johnny juga ingin menjamin kehidupan anaknya dimasa depan.

Johnny juga sering menitipkan Haechan pada tetangga sekaligus sahabatnya, tapi Johnny juga tahu diri. Dirinya tidak boleh memanfaatkan kebaikan kedua sahabatnya untuk selalu menjaga Haechan. Kadang-kadang Haechan dititipkan pada adiknya yang masih kuliah untuk menjaga Haechan ketika dia sedang sibuk-sibuknya.

Saat ini Haechan sedang dalam pengawasan Seo Herin, adik papanya. Mata Herin memindai pergerakan bocah yang hyperaktif itu kesana kemari. Herin hanya tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada keponakannya yang gemuk itu.

Ahjumma, makan~!” ujarnya dengan menunjuk kulkas yang berada didapur rumahnya.

Herin mendengus, kemudian menggandeng Haechan menuju kulkas dua pintu yang penuh sekali dengan makanan itu. tangannya membuka kulkas bagian bawah, “Yang mana, sayang?” ujarnya mencoba lembut pada keponakan yang sifatnya tidak bisa ditebak ini.

“Gendong~!” ujarnya dengan tangan terbuka meminta gendong sosok bibinya yang kini menghela nafas malas.

“Uggh! Kau berat sekali!” ujarnya dengan ringisan keluar dari mulutnya. Herin tidak main-main dengan ucapannya, Haechan memang berat. Tubuhnya yang gempal dan bulat itu tidak main-main ketika digendong. Herin sampai heran bagaimana kakaknya betah menggendong Haechan kesana kemari.

Ahjumma payah! Mau yang itu! yang itu juga!” ujarnya menunjuk susu kotak dengan perisa coklat dengan chocopie yang tinggal satu itu. “Ahjumma! Yang itu juga! Ah~ aniya! Haechan ingin ramen~!” ujarnya merengek dengan mata yang dibuat melas menatap sosok bibinya.

Herin mendengus, tangannya menarik kuat-kuat pipi bakpau milik keponakannya yang cerewet ini. herin sering mengeluh ketika menjaga Haechan seperti ini, ia tidak kuat mengatasi kecerewetan juga tingkah anak itu.

“Haechan tidak boleh makan ramen, dua jam yang lalu makan sup rumput laut bersama noona ‘kan?” sekedar informasi, Herin sangat tidak suka ketika Haechan memanggilnya ‘ahjumma’ dirinya tidak mau terlihat tua.

“Perut Haechan belum penuh! Haechan adukan papa!” Haechan berontak dalam gendongan Herin meminta untuk diturunkan. Herin meringis mendengar suara ‘krak’ dari tulang belakangnya akibat pergerakan bocah gemuk dalam gendongannya kini. Herin segera menurunkan Haechan.

Herin kesal, tangannya menyubit gemas pipi keponakannya yang kini menatapnya sengit. Tidak menakutkan sama sekali, karena jatuhnya tatapan mata beruang itu seperti memohon.

AHJUMMA JAHAT SAMA HAECHAN! HUWAAAA PAPA!”

Herin menutup telinganya kuat-kuat menampik suara cempreng yang menggelegar seluruh ruangan ini. herin menghela nafas, jika Haechan sudah menangis, satu-satunya cara untuk menghentikan tangisnya adalah dengan menuruti keinginan anak itu.

Herin merutuk Johnny yang pulang lebih lama dari biasanya. Awas saja, bayarannya harus dua kali lipat!

.

.

Haechan sudah berlarian kesana kemari karena menunggu Herin memasak ramen. Tangisannya belum reda, Haechan seolah-olah akan dihukum pancung saja. Benar-benar tidak bisa ditebak anak Johnny yang satu itu.

“HUWEEE HAECHAN LAPAR! PAPA!!! HAECHAN BENCI AHJUMMA!!!” Teriaknya seorang diri diruang tamu. Mungkin dia sudah lelah kesana kemari dengan menangis.

My Dearest FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang