Jadilah apa yang kamu inginkan, sisanya biarlah urusan Tuhan.
–––––
Paris, Prancis 07.48 AM
Pesawat yang membawa Eliza tiba di Paris pada pukul 07.48 pagi. Eliza segera dibawa ke rumah sakit yang merawatnya.
Tak tahu pasti sampai kapan Eliza di sini.
"Jeff, Eliza sudah berada di ruangannya." Ucap Taeil, salah satu Dokter di sini– yang tak lain juga adalah temanku.
Mendengar ucapan temannya Jeffrien menganggukkan kepalanya, "Terima kasih."
–––––
Syukurlah, setelah 4 hari di rawat di sini Eliza mulai menunjukkan tanda baiknya.Malam ini, 08.05 PM
Jeffrien berada di ruangan pasien yang ia tunggu kesadarannya. Kini Eliza sadar, Eliza membuka matanya.
Jeffrien tersenyum melihat wajah yang 11 hari terlelap kini membuka matanya lagi. "Syukurlah"
Jeffrien masih mengelus-elus kepalanya, sang empu hanya menatap pria didepannya saja.
"Di mana?" Tanya Eliza. Ia mengeluarkan suaranya, terdengar agak serak.
Menjawab pertanyaan Eliza, Jeffrien dengan tangan kiri nya menjuk ke arah depan.
Eliza berusaha menolehkan kepalanya.
Saat melihatnya, "Paris?"
Ujar Eliza tadi.
"Iya"
Lanjutnya, "Kau senang bisa melihat Eiffel?" Tanya Jeffrien.
Mengingat salah satu wish list di buku Eliza adalah melihat Menara Eiffel.
Eliza menjawabnya dengan mengangguk.
Puas melihat Eiffel, Eliza menoleh ke arah Jeffrien dan bertanya "Di mana Ayahku?
"Ayahmu akan tiba sebentar lagi."
Benar, selang beberapa detik terdengar suara ketukan pintu.
Ceklek..
Di sana– adalah ayahku
Melihat putrinya kembali membuka mata rasa syukur dan terimakasih terus Leo panjatkan pada Tuhan.
Terimakasih, Tuhan. Untuk yang kesekian kalinya..
"Ayah" Panggil Eliza serak
Tak mau mengganggu, Jeffrien pamit mengundurkan dirinya.
"Iya sayang, ini ayah" Ucap Leo sambil berjalan mendekati ranjang putrinya.
Leo mencium kening Eliza lagi dan lagi.
Bisa dirasakan ada air mata yang jatuh di sana.
"Eliza.." Panggil Leo
"Terima kasih sudah bertahan. Ayah sangat menyayangimu" Lalu mencium puncak kepala Eliza.
"Eliza juga s–sayang Ayah" Ujarku juga
Mendengar ucapan putrinya, Leo mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iya sayang ayah tahu" kemudian mencium lagi kening putrinya.
Sungguh, Leo sangat bersyukur masih diberi kesempatan melihat putri kecilnya mengucapkan kalimat ini.
–––––
Beberapa hari setelahnya keadaan Eliza pesat membaik. Ia mulai melakukan banyak aktifitas di kamarnya.
"Kali ini apa yang kamu tulis lagi, Eliza?" Tanya Jeffrien yang sedang melihat wanita didepan sibuk dengan buku-buku Mantra nya itu.
Ya, buku itu bernama Mantra
Di dalam buku itu, tertulis berjuta harapan yang ku sematkan tinggi-tinggi, menjadi apapun yang ingin aku jadikan ia, bebas tanpa halangan untuk melangkah, merasa bahwa aku adalah manusia paling sempurna yang bisa melakukan apapun. Meski kenyataan tak begitu, buku ini membuatku merasakan hal yang tak akan ku rasakan.
"Cerita baru" Jawab Eliza sambil menulis.
Ia tersenyum-senyum sendiri membaca tulisannya.
"Kali ini ingin jadi apa, Eliza?"
"Astronaut!"
"Astaga hahaha" Namun didalam hati ia aminkan.
"Kalau lusa kamu tetap membaik kita pergi ke sana." Ujar Jeffrien sambil menunjuk pemandangan didepan mereka, Menara Eiffel
Mendengarnya, Eliza mengangguk-angguk dengan semangat.
"Sehat selalu cantik"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Langit Bersimpuh Harapan
Teen Fiction"Eliza, mau berkencan ?" Mendengar ucapan pria yang tak asing baginya Eliza mengerutkan keningnya "Dokter kesambet apa ?" Alih-alih menjawab pertanyaannya Eliza malah berujar seperti itu. Dokter itu, Jeffrien menghela nafasnya. Memang susah jika...