Motor besar yang sedang dikendarai oleh Sagara dan Sadhara itu sampai di tempat parkir sekolah.
"Kalo pulang tunggu dikelas kamu, right?"
Sadhara mengangguk. Gadis itu terdiam sambil menatap Sagara. Beberapa detik kemudian ia memeluk laki-laki itu, menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Sagara.
"Aku minta maaf," ujarnya. Pembicaraannya pagi tadi membuatnya takut untuk berada jauh dari Sagara. Sadhara begitu takut kehilangan laki-laki itu.
"It's okay, babe." Sagara mengelus punggung sang pacar. Ia tersenyum senang dunianya seakan berjalan sangat mulus.
Dekapan Sagara semakin mengerat. "Aku takut, kamu serem banget kalo marah."
"Why? Jangan diulang lagi, right?"
Sadhara menjauhkan wajahnya, melepas pelukannya lalu mengangguk. Mereka berdua seperti ayah dan anak. Sadhara bahkan akan melakukan apapun untuk Sagara asal laki-laki itu tidak akan meninggalkannya. Bagaimanapun juga, laki-laki itu adalah setengah dari hidupnya.
"Kalo gitu aku duluan, ya."
Sadhara melambaikan tangannya lalu melangkah menjauh dari Sagara. Laki-laki itu tidak ikut masuk kedalam karena kebiasaannya tidak langsung pergi ke kelas, melainkan ke tempat khusus yang anak lain takut untuk ke tempat itu.
Basecamp Rajastara. Bukan sebuah geng tapi semua murid pasti kenal dengan Rajastara yang terdiri dari tujuh orang laki-laki.
Aksara selalu tidak suka jika seseorang menyebut Rajastara sebagai geng pentolan sekolah. Itu terlihat norak baginya.
"Woi, bang! Kemarin lo tepar di basecamp gak ngajak-ngajak banget, bawa cewek ya lo!" Cowok dengan name tag Bastian itu berdiri sambil memegang bola basket di tangannya.
"Bawa cewek mata lo! Lo pikir gue cowok apaan, gue udah punya cewek, emang kayak lo yang tiap hari ganti cewek, kena HIV gue mampusin lo!"
"Idih, amit-amit, gue ini tipe cowok yang selektif," bela Bastian.
"Gestara mana?" tanya Sagara, menyadari laki-laki itu tidak menunjukkan batang hidungnya pagi ini.
"Bang Tara gue liat tadi pagi langsung masuk, tumben banget kaya mau kekelas 11," ujar Bastian.
Sagara terdiam sejenak begitu mendengar informasi dari Bastian. Laki-laki itu berdiri dari tempatnya lalu keluar dari ruangan itu. Moodnya pagi ini tiba-tiba langsung buruk.
"Eh bang! Lo mau kemana?"
"Kata gue Sagara itu tololnya pake banget, liat aja pasti dia mau ribut sama temennya sendiri." Aksara, laki-laki yang sedari tadi berkutat sendiri akhirnya mengeluarkan suaranya.
"Maksud lo?" jawab Bastian tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Aksara.
Tiba-tiba Aksara berdiri lalu menyambar tasnya bergegas keluar basecamp. Bastian yang memiliki tingkat kekepoan yang tinggi menyusul Aksara dari belakang.
Di lain tempat, Sagara sampai di lantai dua gedung sekolah. Tepatnya di lantai kelas sebelas. Laki-laki itu mengedarkan pandangan hingga matanya berhenti pada sosok Gestara yang berdiri sambil mengantri minuman.
Sagara menghampirinya lalu menarik pundaknya dari belakang, membawa laki-laki itu menjauh dari kerumunan kantin yang terbilang masih sepi di jam yang sepagi ini.
"Wait, Gar, lo mau ngintrogasi gue kan? Gak di sini tempatnya, broo," ujar laki-laki itu dengan nada santai. Tidak tahu bahwa lawan bicaranya tengan menahan emosi yang begitu besar.
Sementara Aksara dan Bastian, dua laki-laki itu mengamati mereka dari jarak yang tidak cukup jauh.
"Tebak, Bas, mereka kali ini bakal ribut atau kagak?" celetuk Aksara sambil mengamati mereka.
"Gak, lo tau sendiri kan, bang, siapa sih yang kuat debat kalo lawan bicaranya aja Bang Sagara, paling mereka cuma ribut besar," jawab Bastian dengan enteng.
Aksara menatap sengit Bastian. "Lo bisa gak tololnya dikontrol dulu?"
Aksara kembali mengamati apa yang sedang terjadi pada Gestara dan Bastian.
"Gak, gue rasa kita selesain di sini cukup lah, Tar." Sagara menatap datar Gestara.
"Okey, gue jelasin dulu atau lo yang tanya ke gue?"
"Tunggu, gue rasa semuanya udah cukup jelas karena gue yakin Sadhara bakal ngomong apa adanya sama lo?" lanjut Gestara. Gestara sendiri yaki bahwa tidak ada yang perlu mereka bicarakan empat mata karena semuanya hanya hal yang sepele.
"Lo pikir gitu? Terus lo ngapain disini?"
Begitu menyadari pertanyaan yang keluar dari mulut Sagara, Gestara tiba-tiba tertawa menanggapinya.
"Wait, broo! Gue kesini ya ke kantinlah, coba pikir dimana letak kantin sekolah ini kalo gak di lantai kelas sebelas?"
"Lo mikir gue mau nyamperin Sadhara?" lanjutnya Gestara menebak-nebak. Sudah terlihat jelas di raut wajah Sagara bahwa laki-laki itu tengah menahan emosinya.
Sagara tidak menjawabnya. Laki-laki itu segera berbalik namun belum selangkah ia terkejut dengan kehadiran sosok laki-laki yang tiba-tiba sudah ada didepannya.
Laki-laki itu tersenyum miring samar-samar menatap kedua sahabatnya yang tengah berbincang sedikit panas.
"Anak bego! Lo ngapain di sini?" ujar Sagara dengan nada yang sedikit tidak terima.
"Lo ngapain kesini, ha? Lo kenapa kudu balik? Kita udah gak nerima lo lagi ya brengsek!" lanjut Sagara. Sagara menatap laki-laki di depannya dengan perasaan muak.
"Alay banget baru gua tinggal dua tahun juga." Laki-laki itu menepuk-nepuk punggung Sagara sambil tersenyum remeh.
"Dua tahun bego, mikir deh lo pake otak!" jawab Sagara.
"Yaelah, kayak lo punya otak aja, Gar." Gestara dengan perasaan yang masih kaget pun tidak tinggal diam melihat sahabatnya ini tiba-tiba sudah di depan matanya.
"Dua tahun? Kenapa gak sekalian lo tingga di sana dan gak usah balik lagi, Hes?" lanjut Gestara.
"Gue rasa udah bosen di sana..." jawab laki-laki itu lalu menaikkan satu alisnya.
Tiba-tiba dua laki-laki yang sedari tadi mengamati dari belakang pun tak ingin ketinggalan.
"Weh geng Rajastara akhirnya lengkap!" seru Bastian dengan nada bangga.
"Lo nyebut geng lagi gua kick lo dari grup, Bas," sahut Aksara. Lagi dan lagi laki-laki itu tidak akan terima jika Rajastara disebut dengan sebuah geng.
"Jadi, siapa diantara kalian berenam yang gak kuat jomblo?" ujar laki-laki itu sambil menyunggingkan senyumnya.
Sosok laki-laki itu tak lain adalah Hesara, laki-laki dengan nama lengkap Hesara Yeshtara yang baru saja pindah dari Australia ke Indonesia, tempat kelahirannya. Laki-laki tertua dari tujuh orang di Rajastara.
"Gue." Sagara menjawab pertanyaan Hesara.
Hesara terdiam sebentar. "Lo gak pacaran sama anak club kan, Gar?"
"Gak lah," timpal Gestara. Laki-laki yang kerap sekali bersama Sagara dan mungkin lebih mengenal sifat Sagara, mereka semua tahu itu.
"Biar gue tebak gimana tipe pacar lo yang sekarang..."
"Bang, lo mau nebak ceweknya Bang Sagara juga gak bakal bener!" Bastian menyahut. Merasa bahwa tebakan Hesara kali ini akan sangat jauh dengan kenyataan.
"Emang siapa sih cewek lo, sampai gua gak bisa nebak?"
"Gue kasih tahu lo juga gak bakal percaya sih, lo harus ketemu langsung, Bang!" Bastian menyahut lagi.
"Gak!" Merasa pembicaraan semakin tidak benar, Sagara segera menghentikan pembicaraan itu.
"Apa-apaan sih, lo gak perlu tahu siapa pacar gue, Hes," lanjutnya. Sagara sedikit posesif jika semua itu menyangkut Sadhara.
"Mending lo diem deh, Bang, pawangnya galak banget!" Bastian kembali menyahut. Soal urusan bercanda laki-laki itu juaranya menyairkan suasana.
"Dia mantan gue."
***
Hai! Boleh minta vote dan komennya? Thank u yang udah mau baca, see u next part!- Author
KAMU SEDANG MEMBACA
HESARA
Teen Fiction18++ "Gue kira lo bisa jadi segalanya bagi gue, Hesara..." Bertemu seorang Hesara salah satu bentuk malapetaka baginya. Bagi Sadhara, hidupnya mungkin akan berjalan normal jika ia mendengar kata-kata Sagara waktu itu. Jika saja ia bisa mengulang wak...