Andin berjalan tergesa-gesa, ia sudah tidak sabar bercerita banyak hal pada Nadia. Keduanya janjian untuk bertemu di jasmine cofee sore ini.
Andin duduk di sudut cafe yang tidak terlalu ramai orang, ia memesan dua minuman sekaligus, karna Nadia sudah mengirim pesan bahwa ia akan segera sampai.
Tidak lama setelah pesanannya datang, Nadia pun sampai.
"Sorry telat," katanya langsung duduk.
"No problem, minum dulu Nad."
"Tumben ngajak ketemuan ada apa nih ?" Tanya Nadia penasaran, biasanya Andin akan menemuinya kerumah jika ada perlu padanya.
"Lo lagi ada masalah ?" Andin menggeleng sembari tersenyum.
"Gue baik-baik saja, sangat baaik malah."
"Ayah lo pulang ?" Wajah Andin berubah masam.
"Jangan bahas ayah Nad."
"Ok sorry.. jadi ?"
"Aldebaran." Nadia menautkan alisnya bingung.
"Dia bikin lo kesal lagi ?"
"Engga. Justru sikap dia sekarang udah baik ke gue, maksud gue sikap dia jadi sedikit lebih manis." Andin tersenyum haru. Nadia mengerti perasaan Andin, tidak di anggap selama dua tahun pasti sangat menyakitkan.
"Gue ikut seneng dengernya," Nadia mengusap bahu Andin.
"Tapi ada sedihnya juga," Andin meraih tangan Nadia yang ada di bahunya.
"Kenapa harus ada sedihnya ?"
"Gue sedih karna sepupu gue belum nemuin kebahagiaannya," Nadia menggeleng.
"Kata siapa ? Gue bahagia lihat lo bahagia Ndin."
"Bukan, bukan itu maksud gue. Apa selama ini ngga ada yang berusaha deketin lo? Rasanya ngga mungkin." Nadia tersenyum.
"Jangan pikirin gue,"
"Lo selalu gitu." Andin memanyunkan bibirnya.
*****
"Sampai kapan ?"
"Apanya ?" Gadis itu menoleh.
"Akhir-akhir ini kamu sering ngga ikut kelas,"
"Aku lagi gampang capek, makanya aku istirahat, kalau membaik aku balik ke kelas, kalau ngga aku akan pulang ke rumah." Pria itu merangkul sang gadis, membawanya bersandar pada dada bidangnya.
"Kita harus segera berangkat, jangan di tunda lagi."
Gadis itu menggeleng.
"Kenapa ?" Tanya pria itu.
"Kalaupun aku berangkat, aku pergi sendiri. Kamu tetap di sini." Pria itu bergeming.
"Ini bukan perjalanan yang mudah, kamu harus ada yang nemenin."
"Aku terbiasa sendiri, bukan begitu ?" Gadis itu menatap manik legam pria yang mendekapnya begitu erat.
"Nadia please.." pria itu memohon, ia selalu ingin ada di samping gadisnya, menemaninya melewati masa-masa sulit, menemaninya saat sakit.
Gadis itu memandang ke arah langit. Malam ini cerah, dan dingin. Seperti malam-malam sebelumnya, ia selalu menikmati keindahan langit berdua dengan pria di sampingnya, kecuali beberapa hari lalu. Ia sendiri, karna permintaannya sendiri.
"Apa kamu janji akan menghentikan semua ini setelah aku benar-benar sembuh ?"
"Jangan paksa aku untuk melakukan hal yang ngga aku suka." Tolak Pria itu.