5.0

163 20 2
                                    

"Sungchan-ah" panggil Taeyong lirih, "Jungwoo sudah menikah empat tahun yang lalu"

*****

Sungchan menoleh ke arah Taeyong, "Taeyong-hyung, apa yang kau katakan?"

Taeyong menarik nafas, "Jungwoo-ya, aku atau kau yang bercerita?"

Tiga puluh detik berlalu, Taeyong sebenarnya kecewa dengan sikap Jungwoo yang menyembunyikan pernikahannya dari Sungchan. Taeyong tidak habis pikir dengan Jungwoo yang menerima ajakan Sungchan bertemu orang tuanya tanpa menceritakan semua kehidupan pribadinya.

"Sungchan-ah," Jungwoo bersuara, mengangkat kepalanya, menyelami manik hitam Sungchan dalam diam.

"Samchon, Ajumeoni, Jaehyun-hyung, Taeyong-hyung", Jungwoo melepas genggaman tangan Sungchan, "Maafkan aku, apa yang Taeyong-hyung katakan benar"

Sontak seluruh yang ada di ruang makan terkejut, kecuali Taeyong dan Jungwoo sendiri.

"Aku menikah empat tahun yang lalu dengan seorang pria. Pernikahan kami berjalan lancar, kami saling berbagi kasih. Kemudian aku hamil dan itu merupakan momen terindah dalam hidup kami" Jungwoo mengusap matanya, selalu seperti ini, selalu. Setiap ia membahas suaminya, air mata tak dapat ia bendung.

"Hingga tiba saatnya aku akan melahirkan. Saat aku melahirkan, Taeyong-hyung yang menanganiku. Aku panik, suamiku belum sampai, tetapi bayi kami sudah harus keluar. Akhirnya aku melahirkan sendirian. Setelah aku sadar, aku t- ak-u a-ku" Air mata Jungwoo turun semakin deras mengakibatkannya susah bicara.

Taeyong menyodorkan tissue dan menuntunnya duduk. Sungguh ia tidak tega melihat rekannya menangis sesenggukan seperti ini, "Jungwoo-ya, sudah ya, kau ti-"

"Tidak" Jungwoo memotong ucapan Taeyong, "Aku tidak melihat suamiku ketika aku sadar. Keluargaku bilang jika dia mengalami kecelakaan dan berada di ICU. Hatiku hancur, tidak pernah terbayang dalam hidupku jika suamiku meregang nyawa di saat buah hati kami lahir"

Jungwoo termenung,

"Aku marah, aku sedih, aku kecewa, aku putus asa"

"Aku membenci anakku karena ia sangat mirip dengannya. Aku tau ini bodoh, tetapi setiap melihat wajah anakku, aku terbayang-bayang semua janji dan harapan manisnya. Akan tetapi, saat aku melihat Sungchan begitu senang bermain dengan anak-anak, aku menjadi sadar orang asing saja bisa bermain dengan anak orang lain. Mengapa aku tidak bisa seperti itu? Aku paham kalau anakku tidak tau apa-apa, anakku tidak minta dilahirkan, anakku tidak berbuat apa-apa"

Jungwoo menatap Sungchan, "Sungchan-ah, maaf dan terima kasih. Maaf aku telah menerimamu sebagai kekasih dan terima kasih sudah menyadarkanku bahwa anak adalah malaikat kecil yang Tuhan titipkan"

Sungchan berdiri kaku dengan mata yang berkaca-kaca, hatinya mengiba membayangkan posisi Jungwoo, namun hati Sungchan hancur dibohongi oleh Jungwoo selama 13 bulan ini. Sebesar rasa kasihannya kepada Jungwoo, perasaan kecewa dan marah Sungchan sama besarnya dengan belas kasih itu. Egonya teriris dan logikanya menyalahkan Jungwoo yang lemah dan tidak mau berjuang untuk hidup dan anaknya.

Ditengah gejolak emosinya, Sungchan tersadar akan suatu hal, "Woo-hyung, do you love me?"

"Tentu saja aku mencintaimu Sungchan" jawab Jungwoo lirih dengan mata mengarah ke lantai

"Jujur saja Hyung, selama ini kamu menganggap aku apa?" 

Jungwoo tercekat, sungguh ia sayang pada Sungchan. Jungwoo yakin ia mencintai laki-laki jangkung itu. Namun hatinya berbisik, Jungwoo mencintai Sungchan sebagai Jung Sungchan atau sebagai adik kecil yang mengisi hatinya yang kosong?

"Tidak usah dijawab sekarang Hyung", Sungchan membalikkan badannya, "Aku akan antar Hyung pulang sekarang"

*****

Tuk tuk tuk

Bunyi kepala Sungchan yang beradu dengan setir mobilnya. Sekarang ia sedang menepi di jalan yang sepi setelah mengantarkan Jungwoo pulang. Selama perjalanan pulang, hening mendominasi bersama mata Jungwoo yang berkali-kali melirik Sungchan. Bahkan, Sungchan tidak berkata satu patah kata ketika Jungwoo turun dari mobilnya.

"HHHHhhhhh" hela Sungchan gusar

Badannya ia putar ke belakang mencari air mineral yang tadi dibelinya di SuperNeo. Ah, ngomong-ngomong belanjaan Ibunya masih ia bawa ketika mengantar Jungwoo pulang tadi.

Setelah beberapa teguk air ia minum, Sungchan merenung. Dari sekian banyak masalah hidup, mengapa masalah hidupnya malah seperti ini? Dibohongi suami orang dan berpacaran dengannya selama 1 tahun lebih. Sungchan jadi merasa ia adalah selingkuhan dan sekarang ia ketangkap basah.

Sungchan tidak ingin pulang ke rumah. Tidak ingin melihat raut marah Ayahnya dan gurat kecewa dalam wajah Ibunya. Bahkan ia bingung bagaimana berhadapan dengan iparnya.

Lampu di perjalanan hidupnya sudah mati beriringan dengan pupusnya harapan melangkah ke jenjang yang lebih serius dengan Jungwoo. Sungchan mencintai pria itu, Sungchan sudah jatuh terlalu dalam dengan segala tindak-tanduk Jungwoo.

Jika sudah begini, apa yang harus Sungchan lakukan?

Tidak mungkin untuk terus bertahan di atas batu karang.

Haruskah Sungchan menutup pintu kamarnya atau membuka lebar dan menunggu persona baru untuk tinggal bersama?

*****

719 words!!

Hello everyone! It's me, clavii~

Well to be honest, aku ga nyangka bisa ngetik Say It by Sungtaro until chapter 5 ;D

Ini semua berkat para pembaca sekalian yang tetap setia baca meski aku updatenya super duper slow😭😩

I'm sorry guys :((
I hope setiap ada waktu kosong dari uni, aku langsung gercep untuk nulis dan menyusun plot yang ciaaammiikkkkk

Okay see u guys later! Stay healthy and luv u♡

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Say It [SUNGTARO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang